Selasa, 02 September 2008

Melihat Bisnis Walet di Dabo Singkep

Hasilkan Miliaran,Diekspor ke Singapura dan Malaysia


Bisnis sarang burung walet sangat menjanjikan. Satu mangkok sup sarang burung walet sampai dihargai Rp600 ribu. Per ons bisa dijual Rp1,6 juta. Sayangnya, saat ini di Dabo Singkep, Kabupaten Lingga belum aturan yang mengatur masalah ini. Bahkan, sekitar 200 rumah walet berdiri bebas di tengah-tengah pemukiman warga.


Mahatari mulai menggunakan pakaian berwarna merah menyelimuti Bumi dari sebelah barat. Kicauan burung walet pun tak henti-hentinya memekak telinga warga di sekitar pusat kota, Kecamatan Dabo Singkep, Kabupaten Lingga.

Kicauan burung walet yang biasanya ditemui di sekitar gua-gua itu kini dengan mudah bisa disaksikan di perkotaan. Setiap sore, ribuan burung walet terbang memasuki sarang-sarang yang disediakan peternak walet di Dabo Singkep.

Puluhan bangunan ruko setinggi empat lantai dengan luas 8 meter kali 20 meter berdiri megah di pusat Kota Dabo. Dari kejauhan sudah terlihat dinding ruko tersebut terdapat puluhan lubang selebar kepalan tangan untuk walet masuk ke dalam ruko. Kenapa ukurannya kecil? Sebab, untuk menghalangi kelelawar dan burung pemangsa walet masuk ke dalam ruko dan memakan walet.

Setidaknya sampai dengan tahun 2005, ada 200 rumah walet di Dabo yang berdiri di tengah-tengah pemukiman masyarakat.
Burung walet mulai mamasuki sarangnya pada sore hari. Ribuan kawanan walet pergi meninggalkan sarang pada pagi hari untuk mencari makan.
Peternak walet yang sudah mengetahui kebiasaan walet itu pun membuat kandang walet sedemikian rupa sehingga disenangi oleh walet. Bahkan, pengusaha walet selalu menjaga kebersihan lokasi. Setiap dua minggu selalu dibesihkan, bertujuan membuat walet lebih nyaman.

Jika manusia yang tak suka tempat kotor, walet juga demikian. Jika jarang dibersihkan, membuat walet tersebut berpindah ke lokasi lain yang lebih memberikan kenyaman bagi walet untuk istirahat dan sekaligus membuat sarang.

Bisnis walet termasuk usaha yang memberikan pendapatan besar bagi pengusaha Dabo.

Burung walet banyak mendatangi sarang yang sengaja di buat warga itu di musim penghujan. Untuk ukuran luas 8x 20 meter persegi, bisa menghasilkan 250 sarang walet. Satu sarang walet sebesar telapak perempuan
dibuat dua ekor walet. waktu yang dibutuhkan sampai 44 hari untuk membentuk satu sarang. Peternak bisa memanen hasilnya setahun lebih dari tiga kali. "Paling mini
mal tiga kali panen dalam satu tahun," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Walet Lingga, Tengku Kelana kepada wartawan di kediamannya, di Dabo Singkep, Sabtu (5/4).

Masalah kualitas sarang walet,
sarang yang dihasilkan di ruko lebih bagus dibandingkan dengan sarang walet yang dihasilkan di gua. Jenis sarang juga ada yang berwarna putih dan hitam.

Sarang yang dihasilkan di ruko lebih bersih dibandingkan dengan di sarang yang dihasilkan di gua. Sebab, peternak selalu membesihkan tempat walet. Sedangkan di gua, biasanya lokasi tempat walet bersarang jarang dibersihkan. Tak heran, sarang yang dibuat terlihat agak kotor dan berwarna hitam.

Kondisi
suhu cuaca di dalam ruangan juga selalu dijaga. Walet senang dengan kondisi panas yang tak lebih dari 29-32 Celcius. Jika agak dingin dan panas, maka harus dihidupkan kipas ataupun AC.
Dari penjelasan Tengku Kelana yang sudah belasan tahun menekuni bisnis walet, sarang putih diharga lebih mahal. Per kilogram bisa mencapai Rp16 juta. Sedangkan bungkus dengan berat 1 ons bisa djual 1,6 juta. Sarang yang kualitas terbaik biasanya berbentuk sudut.

Sekali panen, bisa mendapatkan satu kilo gram. Tetapi, jika pengusaha banyak memiliki rumah walet, maka banyak pula mendapat berkah dari walet. Dalam satu tahun pengusaha bisa meraup sampai miliaran rupiah dari usaha walet.


Untuk memproses walet menjadi barang konsumsi yang nyaman bagi manusia, terlebih dahulu sarang tersebut direndam dengan air selama enam jam. Kemudian setelah di rendam, sarang akan mengembang dan membentuk lembungan. Setelah itu baru dikeringkan.
Sarang walet ini dihargai mahal karena memberikan manfaat terhadap kesehatan manusia. Seperti baik untuk kesehatan paru-paru, dan penyakit. Jika sudah dimasak, satu mangkok sup walet bisa dijual seharga Rp600 ribu.

Sarang walet asal Lingga di pasarkan di Singapura, dan Malaysia. Sistem pemasaran produk tersebut pun sudah rapi. Pengusaha walet terkadang menunggu pembeli di Lingga dan terkadang juga datang ke Batam untuk melakukan transaksi.


Untuk di Kepri, menurut Tengku Kelana, walet paling banyak di Karimun. Tetapi di Lingga juga banyak walet. Bahkan kualitas walet tidak jauh berbeda dengan daerah lain.

Saking majunya usaha walet di tahun 2000, Tengku Kelana sampai mempekerjakan 40 orang. Tetapi saat ini jumlah pekerjanya mulai berkurang. Sebab, dia mulai mengalihkan bisnis waletnya ke proses pengolahan, tak lagi peternak. Lelaku tinggi besar ini membuat rumah walet di samping kediamananya dengan tinggi empat lantai.


Belum Memberikan PAD


Tengku Kelana mengakui, walaupun
banyak pengusaha walet di Lingga, sampai saat ini belum memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab sampai saat ini Lingga belum ada memiliki peraturan daerah mengenai walet. Dulu Lingga sempat mengadopsi perda dari Kepri, tetapi sampai saat ini tak lagi menggunak perda tersebut.

"Sampai saat ini kita belum memiliki perda yang mengatur tentang walet. Seharusnya, penangkaran walet ini berada dua kilo dari pemukiman penduduk. Tidak seperti saat ini," ujar Tengku Kelana.
Jika sudah ada perda, maka rumah walet bisa diatur. Saat ini tak ada yang mengatur usaha walet.
Akibat belum adanya perda, pengusaha walet di Lingga tak memberikan pendapatan bagi daerah. Selain itu, keberadaan walet di tengah kota juga menganggu masyarakat.

Bupati Lingga Daria, kepada Batam Pos menyatakan, banyak potensi yang bisa digali dari walet. Tetapi sampai saat ini pihaknya belum bisa membuat aturan khusus tentang walet.


"Kita serba susah mengatur walet ini. Dulu pengusaha itu memperolah izin untuk mendirikan ruko. Nyatanya menjadi sarang walet. Hal ini sangat kita sesalkan," ujar Daria.

Namun dirinya mengakui tak bisa berbuat banyak dengan pengusaha walet. Sebab sangat sensitif. "Kita juga harus hati-hati dengan usaha walet ini. Sebab menyangkut usaha masyarakat di Dabo," paparnya, Minggu (6/4) di Dabo Singkep.

tampaknya, ketidak harmonisan eksekutif dan legislatif membuat
perda walet itu tak jelas juntrungannya. Di samping tak memberikan sumbangan bagi Pemda Lingga, karena berada di tengah kota, menjamurnya rumah walet cukup merisaukan masyarakat.robby patria

1 komentar:

Rusydi Akhyar mengatakan...

Pak saya tertarik dengan sarang walet bintan, saya Rusydi Akhyar sedang mencari sarang walet rumah bintan yang masih ada bulu grade A, kalau boleh apakah saya bisa membeli sarang walet dari bapak
Hal pokok:
1. Berapa harga perkilogramnya
2. Berapa kilogramkah sanggup
permin-perminggunya
3. Apakah saya boleh membeli untuk
partai besar semisal
100kg/minggu

Jika bapak tidak menjual sarang burung walet apakah bapak punya chanel agar saya bisa mendapatkan sarang burung walet dari bintan. mohon kesediaan bapak untuk konfirmasi kesaya

ini adalah alamat email saya
rasiregar@gmail.com