Minggu, 24 Agustus 2008

"Perjaka Ku dan Perawannya", Hilang di Singapura

Perjalan ke Singapura ditempuh lebih kurang satu jam dari Pelabuhan Harbour Bay, Batuampar, Batam. Melalui pelabuhan khusus pariwisata tersebut, saya ke Singapura. Di negara kecil itu, pertama kali ku lepas belenggu selama ini menganggu. Tak sengaja, perjaka dan perawan hilang di sana hanya melalui satu sentuhan. Klop, klop, dan klop, akhirnya barang itu sudah tak lagi perjaka dan perawan. Ternyata tidak sulit untuk lepas dari semua itu.

Sekitar pukul 07.15 WIB kami pun berangkat dengan menggunakan Feri Web Master. Pemandangan di dalam feri memang beda dengan feri domstrik yang biasa mengangkut penumpang dari Telangga Punggur ke Tanjungpinang. Kali ini merupakan feri jalur internasional kondisinya bagus. Tak ada bau, dan sampah. Berkali-kali awak kapal mengingatkan agar membuang sampah di tampat yang sudah disediakan.

Selama dalam perjalanan, pemandangan kapal-kapal yang berlabuh di sepanjang Selat Philip membuat suana cukup hidup. Ratusan kapal besar dan kecil lalu lalang di selat yang katanya paling ramai di dunia itu. Dari data asosiasi perkapalan dunia, setidaknya ada 550 kapal besar dan kecil melalui selat itu setiap hari.

Sayangnya, Batam masih sedikit memanfaatkan letak straegis yang langsung berhadapan dengan Singapura. Negara yang memiliki jumlah penduduk lebih kurang 4,5 juta itu yang memanfaatkan letak strategis. Indonesia masih belum percaya diri untuk mengelola jalur Philips.

Tak lama kemudian, feri yang saya naikki mulai menurunkan kecepatan. Saat saya melirik ke ponsel, ternyata sudah tak dapat sinyal lagi. Saya lupa kalo belum mendaftarkan dulu ke Telkomsel jika ingin bepergian ke luar negeri. Padahal operator seluler terbesar Indonesia itu sudah memberikan fasilitas untuk menggunakan fasilitas roaming internasional. Jika tak mendaftar, maka sinyal pun hilang.

Ketika saya melihat dari arah kiri lambung kapal, bangunan pencakar langit di Singapura pun jelas terpampang. Biasanya bangunan yang berada di dekat kawasan finance Singapura itu hanya dilihat dari Batam. Lebih dekat dari Kecamatan Belakang Padang. Sekarang, bangunan itu saya lewati di depan mata sendiri. Luar biasa sampai lebih 45 lantai tingginya.

Kawasan wisata terpadu Sentosa pun mulai terlihat. Kereta gantung dari Harbour Front lalu lalang ke Pulau Sentosa. Di Pulau itu nantinya, dijadikan pusat perjudian terbesar di Asia Tenggara. Melalui Sentosa, Singapura menargetkan kunjungan wisata 2010 mencapai 20 juta orang. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk Singapura yang hanya 4,5 juta.

Dengan dilengkapi dengan pusat perbelanjaan yang terintegrasi dengan kawasan wisata, kawasan wisata anak-anak, maka Sentosa semakin menarik. 2010, negara itu membutuhkan tenaga kerja sebanyak 15.000 orang untuk bekerja di Sentosa.

Bahkan mall di dekat Harbour Front yang saat ini sedang dibangun menjadi mall terbesar di Singapura.
Jika satu keluarga pergi ke Sentosa, maka sang bapak bisa menikmati permainan judi. Lalu ibu shopping dan anak bisa bermain sepuasnya di lokasi permainan anak-anak yang akan mengalahkan Desney Land Hongkong itu.

Kemudian, sekitar pukul 08.15, waktu Indonesia, feri yang saya naikki pun sampai di pelabuhan Harbour Front. Penumpang dengan cepat langsung berlari menuju ruang pemeriksaan Imigrasi. Ternyata, antrean pun panjang. Ya, membutuhkan waktu sampai 30 menit untuk bisa lolos dari pemeriksaan petugas. Karena antreannya panjang.

Tetapi jika ada gerak gerik yang mencurigakan,maka pemeriksaan bisa sampai 1 jam
ataupun bisa ditahan di ruangan imigrasi. Begitu ketatnya Singapura menerapkan aturan.

Tak ayal, sempat muncul rumur, jika penumpang dari Batam akan dipindahkan ke Tanah Merah yang berada di ujung Pulau Singapura. Karena Harbour Front mau dijadikan pusat kapal pesiar dengan fasilitas yang wah. Antrean yang panjang membuat suasana kurang nyaman. Maksudnya, jika penumpang dari Batam dipindah ke Tanah Merah, maka antrean akan minim. Sehingga menambah wibawa Singapura sebagai negara yang rapi dari segi apapun.

Setelah melalui pemeriksaan oleh petugas Imigrasi, saya langsung menuju tempat bis yang akan membawa saya ke Singapura Expo, dekat Changi. Perjalan ditempuh sekitar 20 menit dari Harbour Front.

Kondisi bis yang saya tumpangi pun mencerminkan negara ini memang luar biasa. Dalam bis-nya harum. Gambar hewan selalu menghiasi. Waktu itu, tour leadernya bernama Nita yang menceritakan kisah Singapura menyambut ajang balap formula satu yang bergengsi itu.

Dalam perjalan menuju ke Changi, tempat berlangsungnya pameran telekomunikasi Asia, Nita pun bercerita panjang lebar tentang Singapura. Jika kita ke Bali, maka kita akan mendengarkan cerita eksotis tentang Bali. Dan berbagai sejarah yang ada di sana. Untuk di Singapura, tak banyak cerita sejarah yang bisa diperoleh. Hanya Rafles saja yang menjadi sejarah istimewa yang membuka Singapura menjadi negara kaya.

Karena Rafles begitu pupuler, tak ayal, nama Rafles pun menjadi nama kebesaran di Singapura. Lembaga pendidikan terbaik di negara itu dikasi nama Rafles. Hotel terbaik, rumah sakit terbaik, sampai fasilitas lainnya pasti menggunakan nama Rafles
sebagai simbul keanggungan terhadap tokoh tersebut.

Dulu Singapura di tahun 1819 hanya sebuah pulau kecil untuk kampung nelayan. Berkat Rafles, pulau itu menjadi negara terkaya.
Negara hanya hanya semula memiliki luas 300-an kilometer per segi, kini menjadi 600-an kilo meter. Ya, berkat pasir di Indonesia, khususnya dari Kepulauan Riau, pulau itu bertambah besar. Sementara, bekas penambangan pasir di Kepulauan Riau meninggalkan lubang besar untuk sarang nyamuk malaria. Sungguh malang nasib warga yang tinggal di dekat lokasi tambang tersebut menjadi santapan nyamuk. Pengusaha menikmati uangnya. Masyarakat menikmati gigitan nyamuk malaria yang tak jarang menelan korban.

Perjalanan dengan menggunakan bis cukup menyenangkan. Pemandangan gedung pencangkar langit Singapura yang tinggi dan kota yang bersih dan hijau membuat suasana di kota itu sangat indah.

" Konsep pembangunan Singapura negara yang berada dalam kebun. Mungkin kita tak percaya, jika hutan di Singapura masih 70 persen terpelihara dengan baik. Coba lihat Batam, yang sudah gundul di sana-sini. Sungguh pemandangan yang sangat tak mungkin untuk dibandingkan. Karena memang tak seimbang untuk dibandingkan. Dengan kondisi hijau, bernafas di Singapura masih sehat.Cuaca panas juga tidak terasa.

Selain menggunakan bis, warga negara Singapura dan pendatang bisa menggunakan kereta api yang sudah tersedia dimanapun kita berada. Kereta api ini transportasi massal yang tergolong murah. Hanya beberapa dolar Sing, bisa keliling Singapura. Cocok untuk petualang sejati.

Kemudian, sampai lah kami di Singapura Expo yang sudah dilakukan 19 kali. Setidaknya ada 1.600 perusahaan asing ikut serta di pameran terbesar di Asia itu. Semua perusahaan bidang telekomunikasi dan infomasi teknologi pasti mengikuti pameran yang bertujuan mencari rekanan bisnis. Tak heran, jika memasuki arena seluas lapangan bola kaki itu harus membawa kartu nama. Tanpa kartu nama anda tak akan dilayani oleh peserta pameran.

Berada di pameran itu membuat kita sedang berada di alam teknologi yang tak bisa dijumpai di manapun. Kita bisa menyaksikan produk-produk terbaru dari perusahaan multinasional yang sudah memiliki nama besar seperti Samsung, LG dan perusahaan lainnya.

Kami saat itu diberikan satu tas dari panitia yang berisikan pelbagai kertas produk. Ketika berkunjung ke Samsung, saya dikasi flashdist yang memorinya mencapai 2 giga bait. Di Indonesia kemungkinan besar belum dijual, ha ha ha. Sales Promotion Girls (SPG) yang Samsung yang menggunakan pakaian mini membuat suasana di sana sangat tak bosan-bosanya dilihat. Belum lagi pelbagai produk Samsung seperti ponsel, TV, laptop dipajang. Produk teranyar itu belum dijual untuk pasar Indonesia. Di CommunicAsia saya bisa menyaksikan secara langsung produk itu. Harganya pun masih mahal.


Orchad yang Bebas

Setelah leluasa melihat stand pameran, kami pun harus meninggalkan Singapura Expo. Tujuan kami untuk makan siang. Dengan menu seadanya, kami pun pergi menyantap makanan masakan warga Singapura. Setelah itu, kami ke Orchad Road, markas perbelanjaan ternanama di sana.
Ternyata, banyak orang Indonesia yang belanja. Siapa bilang orang Indonsia miskin. Memang krisis ekonomi dan banyak mendapat Bantuan Langsung Tunai, tetapi banyak juga yang menghamburkan uang di Orchad. Suasana Orchad yang banyak dihiasi gedung tinggi membuat suasana semakin menarik.
Berbagai jenis bangsa bisa dilihat di sana. Mulai dari kulit hitam sampai mata biru ada di sana. Mereka sibuk dengan belanja, ataupun hanya sekedar cuci mata.

Kawan saya sempat kaget. Karena dia melihat sepasang kekasih berciuman dengan penuh nafsu di pelataran mal. '' Saya jadi ingat orang rumah nih," katanya bercerita heran melihat kebebasa di Orchad. Di sana juga ternyata ada pengamen. Bedanya dengan di Indonesia, pengamen di Singapura lebih berkelas. Musik yang dimainkan pun lebih menawan. Dengan menggunakan satu gitar, pengemen tersebut duduk dan memainkan musik dengan penuh pesona. Ya, pengamen pun masih ada di Singapura.

Singapura memang pusat belanja yang menarik. Berapapun uang yang dibawa, bisa dipastikan akan ludes, jika tak kuat menahan nafsu. Barang harga puluhan juta tersedia. Yang jelas, jika ke sana sebaiknya membeli parfum dan barang elektronik. Hanya itu yang membedakan dengan barang Indonesia. elektronik jauh lebih murah dibanding dengan Indonesia. Pasalnya, disana bebas pajak. Sedangkan di Indonesia masih kena pajak yang membuat harga barang jadi lebih mahal.

Selain parfum dan elektronik yang murah, paha wanita juga murah. Dengan mata telanjang, kita bisa menyaksikan pemandangan wanita yang tak menutup aurat. Kendati demikian, ada juga yang menggunakan kerudung. Bule, warga Chines kebanyakan menggunakan pakaian yang minim. Jika ke Orchad, mata kembali segar dengan pemandangan yang luar biasa.

" Saya betah di sini. Tetapi duitnya pulak yang tak cukup," ungkap salah satu teman saya dari Batam.

Negara bekas jajahan Inggris itu tahu betul dengan kondisi sumber daya alam yang terbatas, membuat mereka harus mengandalkan sektor jasa perdagangan, pariwisata, keuangan, industri, perkapalan dan bidang lainnya. Sehingga, negara yang lebih kecil dari Batam itu sangat maju dan modern.
Jika tidak kaya raya, mana mungkin pelaksanaan F1 yang akan digelar September mendatang bisa terlaksana di Singapura. Negara itu mempersiapkan perhelatan akbar itu dengan apik. Sampai saat ini, jumlah hotel di Singapura sudah di-booking. Tak ayal, hotel Batam apun kebagian jatah luberan penonton F1. Siapa yang tak ingin menonton F1 pada malam hari menggunakan track di kawasan Marina Bay. Suara mesin mobil tersebut akan memecah keheningan malam di Singapura. Ribuan pasang mata akan menyaksikan balapan dari atas jalan dan melalui hotel. Pergelaran itu menambah daya tarik Singapura di mata dunia. Pemerintah Singapura sadar betul, karena tak memiliki sumber daya alam, mereka memanfaatkan jalur strategis untuk kemakmuran rakyat yang jumlahnya lebih kecil dari pada penduduk Sumatera Utara.

Singapura memang memiliki kenangan yang indah. Pertama kali ke sana aku merasakan sesuatu yang berbeda. Begitu juta teman wanita ku yang memiliki rupa tak kalah jauh dengan artis Sandra Dewi em, em.

Kami menghabiskan waktu bersama di sana dengan penuh gembira. Kamera digital selalu di tangan. Ada objek yang bagus, langsung diabadikan.

Terkadang dalam pikiran saya berpikir kok baru kali ini ke Singapura. Padahal, kakak saya di sana. Dan sudah mengubah kewarganegaraan Singapura. Dia menikah dengan warga Singapura yang saat ini dikarunia dua anak. Andai saya ada waktu dan dana, tentunya, setiap saat pergi ke sana. Tetapi baru Juni 2008 baru menginjak kan kaki ke Singapura. Dari rombongan kami 40 orang, ternyata Tiara, wanita cantik itu juga belum pernah ke Singapura.

Dalam hati saya berkata," saya ada teman nich."

Saat perimeriksaan imigrasi Singapura, saya grogi. Jika tak bisa masuk abislah. Harus ditahan di Singapura. Ternyata, wajah saya bukan tipe yang mencurigakan. Begitu pula dengan Tiara yang memiliki wajah oriental dan memikili kulit kuning langsat itu.

Akhirnya paspor kami pecah perawan dan perjaka. " Klop,Klop, klop bunyi stempel mengesahkan tanda kunjungan ke Singapura.

"Bagaimana rasanya pecah perawan? Tanya Widodo, petinggi perusahaan telekomunikasi di Indonesia pada Tiara. Dengan tersenyum gadis manis itu menjawab," luar biasa". Waktu itu saya hanya merasakan malu saja dalam pikiran. Masa memasuki umur kepala dua, baru satu kali ke Singapura. Moga ini bukan yang menjadi yang terakhir. Amin. (robby patria)
























Tidak ada komentar: