Senin, 25 Agustus 2008

Jurus Tupai, Lipan, Zebra, dan Cicak







"Jika air laut dijadikan tinta, tumbuh-tumbuhan yang ada di muka bumi ini menjadi penanya dan luas langit dan bumi menjadi alas untuk menulis nikmat yang Aku berikan, maka semuanya itu tak akan cukup."

Penggalan ayat Suci Al Quran yang di atas adalah pesan betapa banyaknya ilmu Tuhan. Dan manusia tak sanggup menghitung nikmat yang telah Allah berikan kepada mahluk ciptaanNYA di muka bumi. Mahluk ciptaan Tuhan seperti tupai, cicak,lipan dan zebra juga menjadi guru yang hebat jika manusia belajar dari prilaku hewan tersebut untuk sukses menjalani bisnis. Bagaimana hewan itu menjadi contoh?

Allah SWT menciptakan mahluknya seperti tupai, cicak, zebra, dan lipan tidak ada yan sia-sia. Semuanya diberikan kelebihan. Berdasarkan ayat di atas, Juniardi, bersama Janalis Djanaid, motivator ternama di Indonesia. Duo ini telah melatih 600 angkatan dan ribuan alumni di Indonesia, bahkan luar dari luar negeri. Kali ini mereka berbagi pengetahuan tentang jurus tupai, cicak,zebra dan lipan kepada puluhan pengusaha yang tergabung dalam Enterprenuer Assosiation (EA) Cabang Batam di Poltek Batam, Rabu (1/8).

Suasa gedung Poltek Batam malam kemarin riuh rendah. Semangat yang kuat untuk menjadi pengusaha sejati terlihat dari wajah-wajah pekerja yang ingin sukses menjadi enterprenuer dan mempekerjakan orang lain. Apalagi ketika dua motivator itu menceritakan kisah mantan Presiden Abdurrahman Wahid. Bagaimana seorang Gus Dur bisa menjadi presiden? Juniardi pun mulai bercerita tentang Gusdur. Ketika Gus Dur baru saja dilantik menjadi Presiden, salah seorang wartawan Jawa Pos menanyakan, bagaimana Gus, kok bisa jadi Presiden? Dengan gaya Gusdur yang khas, dia pun menjawab," Dulu waktu kecil saya suka nonton film kungfu dan baca buku petualangan," jawab Gus Dur kala itu.

"Secara filosofis, terdapat makna dari pernyataan seorang Gus Dur. Film yang dia tonton bermanfaat bagi Gus Dur. Sehingga dia memiliki banyak jurus dan taktik dalam menjalani sebagai politikus ulung yang dikagumi banyak orang termasuk Juniardi sekalipun. Bukan seperti ibu-ibu yang nonton telenovela yang sedikit-sedikit nangis. Orang yang nonton film kungfu selalu semangat dalam menjalani hidup," jelasnya membuka pertemuan dengan analogi tokoh besar seperti Gus Dur.

Untuk menjadi pengusaha yang sukses, menurut dua motivator hebat di Indonesia itu, seorang pengusaha bisa mencontoh ilmu hewan. Pada malam itu, Juniardi baru memberikan ilmu tupai, cicak, lipan, dan zebra. Karena disebabkan waktu terbatas, hanya hanya empat binatang yang diajarkan kepada peserta.Padahal masih banyak lagi jurus dari hewan lainnya.

Juniardi yang juga konsultan Jawa Pos Grup itu pertamanya menjelaskan manfaat dari ilmu tupai. Karena, prilaku tupai memang layak untuk di contoh dan diterapkan dalam berbisnis. Menurutnya, dalam ilmu tupai bisa diambil kebaikannya seperti, untuk memulai bisnis harus dari yang kecil dan bangkit kembali ketika gagal.

"Coba lihat tupai kalau jatuh. Walaupun tupai ahli melompat dan suatu saat jatuh dari pohon, setelah dia jatuh, pasti dia akan bangkit kembali dan terus melompat. Pepatah pun mengatakan "Sepandai pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga ke tanah."Beda dengan kambing, jika jatuh dia akan mengembek. Sedangkan gajah jika jatuh dari tempat yang tinggi akan tewas seketika itu juga," jelasnya.

Merintis usaha berawal dari kecil-kecilan membuat menambah pengalaman hidup. Dan ketika terjatuh, mudah untuk bangkit kembali. "Karena belum tentu terjun ke bisnis pertama kali langsung suskses.Dan sudah banyak yang mencoba terjun ke dunia bisnis dengan modal besar, ketika kurang beruntung, maka pebisnis tersebut langsung gulung tikar. "Tutup untuk selamanya," jelas guru motivasi Tung Desem Waringin itu.

"Memulai bisnis tak sulit, "katanya. Yang terpenting itu punya kemauan. "Bisnis bisa berawal dari hobby. Misalnya suka nyanyi, bisa terjun ke bisnis hiburan. Suka jalan-jalan, bisa ke bisnis travel. Jika suka otomotive, bisa ke bisnis bengkel, dan jika suka nyuci pakaian, bisa masuk ke bisnis loundry," kata Juniardi, membuka pola pikir puluhan peserta yang hadir. Lebih lanjut, Juniardi mengatakan, andaikan dalam mengelola bisnis natinya tak punya waktu, bisa gunakan waktu orang lain,tak punya tenaga, gunakan tenaga orang lain sampai tak punya duit untuk modal pun bisa diakali dengan menggunakan modal orang lain untuk memulai usaha. "Jadi memulai bisnis itu tak sulit," ungkapnya pendiri Kelompok Pecinta Bisnis Indonesia (KPBI) itu dengan semangat.

Dan yang kedua ilmu lipan. Pengusaha bisa mengambil manfaat dari ilmu dengan cara miliki bisnis yang jumlahnya kecil-kecil, tapi banyak. Dan kemudian, buat bisnis itu berkembang dengan aman. Lipan menurutnya memiliki kaki seribu. Jika dalam sehari-hari salah satu kakinya patah, maka sang lipan masih dapat berjalan. "Dalam praktek berbisnis, jika ada salah satu bidang usaha yang macet, maka usaha lainnya masih ada untuk menolong sektor usaha yang kurang baik kinerjanya," ujar Juniardi yang juga pemilik beberapa perusahaan besar itu.

Sedangkan untuk yang ketiga yakni teori zebra. Menurutnya, zebra merupakan hewan ciptaan Tuhan yang paling special dan berbeda dari hewan yang lain. Karena zebra memiliki belang dan warna yang tak pernah luntur. Sehingga menambah daya tarik zebra. Bahkan sampai diabadikan oleh manusia menjadi zebra cross untuk jalan raya. Dari sudut pandang itulah maka diambil ilmunya dan diterapkan dalam bisnis. Dalam memulai bisnis, jadilah yang terbaik dan yang pertama. Misalnya produk Aqua.Karena yang pertama itu akan selalu melekat di alam bawah sadar konsumen. "Jika anda bukan yang pertama, maka jadilah yang terbaik. Jika tak menjadi yang terbaik, maka harus berbeda dari pesaing, seperti yang ada pada zebra. Walaupun dia kalah dari kuda dari kecepatan lari, namun zebra tetap menarik perhatian, karena warna tubuhnya yang tak pernah luntur," jelas Nuniardi.

Dan yang terakhir, katanya, ilmu cicak. Hewan tersebut jika digigit oleh kucing, maka sang cicak akan berkorban dengan melepaskan ekornya yang digigit kepada kucing. Dengan demikian, cicak bisa selamat. "Hikmah dari ilmu cicak ini dalam dunia bisnis yakni harus sering melakukan promosi untuk kepentingan jangka panjang," tutur Juniardi.Suatu produk agar bisa diterima oleh pasar, maka harus dilakukan promosi. robby patria

Di Balik Ibu Kota Bintan yang Menelan Korban

Penangkapan anggota DPR RI Al Amin Nasution dan Sekda Bintan Azirwan oleh KPK, seperti petir yang menggelegar di siang bolong. Tak ada yang mengira jika Azirwan nekad diduga menyuap Al Amin untuk meloloskan 8.000 hektar lahan. Provinsi Kepri gempar.

Sosok Azirwan yang dikenal selama ini pintar dan perancang pembangunan Kabupaten Bintan berubah 180 derajat dengan kejadian tersebut. Masyarakat yang ada Kepri, dan Saya sebagai salah satu masyarakat Kabupaten Bintan menyayangkan kejadian itu. Timbul ketidakpercayaan rakyat terhadap pemimpin yang mereka pilih. Azirwan terlihat berada dalam titik nadir dalam tatanan moral. Azirwan menjadi Sekda pertama di Indonesia yang terlibat dugaan kasus suap, disaat pemerintah SBY-JK komit memberantas korupsi. Ya, atau tidak Ia menyuap, tentunya Pengadilan yang akan memutuskan. Tetapi, apakah bisa dengan secepat, nama baiknya pulih? Butuh waktu lama untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Jika dicermati perjalan sampai dijadikan Bintan Buyu sebagai kawasan ibu kota tidak melalui tranparansi. Masyarakat tak banyak dilibatkan dalam setiap proses. Siapa yang tahu jika pusat bisnis yang ada di Sri Bentan nantinya berbentuk terpadu dimana semua serba lengkap dengan barbagai fasilitas. Eksekutif pun tidak menyebutkan 8.000 hektar itu digunakan investor mana, sampai kapan pembangunannya, jumlah dana yang diserap. Kemana kayu yang berada di lahan seluas itu dibuang? Pertanyaan seperti itu belum terjawab.

Ingatlah pesan Nabi Muhammad SAW," Jika suatu hal yang diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran''. Namun kita tak jangan berpikir negatif dulu terhadap kepemimpinan Ansar- Mastur.

Di lihat dari sejarah awalnya, Bintan Buyu, ibu kota yang dipaksakan dengan banyak kepentingan politis. Padahal, hasil penelitian dari UGM menempatkan Malang Rapat sebagai pusat pemerintahan dengan skor tertinggi. Sedangkan Bintan Buyu alternatif paling bawah. Anehnya, dalam voting DPRD Kepri waktu itu yang diketuai Andi Anchar Chalid, memutar fakta. Bintan Buyu yang berada di tengah-tengah hutan ditetapkan jadi ibu kota.

Pada awalnya, lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan ibu kota hanya 300 hektare untuk pembangunan kantor bupati, dan perkantoran pemerintah lainnya. Entah siapa yang memulai ide untuk menambah luas areal menjadi 8.000 hektar. Andai saja tetap bertahan dengan 300 hektar, tentunya Azirwan tak perlu repot harus melobi DPR-RI dan menjadi bulan-bulan media massa setelah KPK berhasil mencium aksinya.

Dari keterangan anggota DPRD Bintan Horas Tobing, pemerintah mengusulkan menambah menjadi 8.000 meter per segi mengingat lahan di Kabupaten Bintan saat ini sudah berkurang untuk lahan pembangunan. Sehingga Pemkab Bintan yang disetujui DPRD Bintan meminta lahan hutan lindung dibebaskan untuk kawasan pemerintahan dan bisnis. Namun DPRD tak tahu sama sekali jika, ada dana lobi dari pemerintah untuk meloloskan lahan tersebut.



Penetapan yang aneh



Atas keinginan Pemkab Bintan, kawasan hutan lindung untuk catchment area melalui SK Menhut No 955/Kpts-II/1992 tentang perubahan fungsi hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konsversi menjadi kawasan hutan lindung direstui Komisi IV DPR-RI untuk dibebaskan dari kawasan hutan lindung.
Dari awal sampai dikembalikan lagi menjadi lahan untuk pembangunan memang terlihat ganjil.

Memang dari awalnya penetapan catchment area waktu itu pun tidak ada keganjilan. Padang ilalang pun masuk dalam hutan lindung. Pembebasan lahan perkebunan masyarakat juga tak dilakukan. Padahal, puluhan ribu hektar yang ditetapkan sebagai kawaan lindung itu merupakan area perkebunan tradisional milik masyarakat sejak puluhan tahun sebelumnya, secara turun termurun. Bukan cuma kebun, di dalamnya juga banyak rumah warga.

Pemkab Bintan yang saat ini tidak punya kantor dan ingin membuat ibukota baru di Teluk Bintan tetap memohon ke Menhut melalui surat Bupati No 31/Pem/2005 tanggal 21 Januari 2005. Surat ini didukung Gubkepri melalui surat No 522.12/DPP-Hut/0217 tanggal 23 Februari 2005. Agar, status kawasan hutan lindung itu ditinjau kembali.

Walau masyarakat dalam kesulitan soal status lahannya, namun di awal masa reformasi kawasan ini hampir saja berubah menjadi kebun penambangan bauksit. Minimal sekitar sembilan perusahaan penambangan bauksit sempat mengajukan izin untuk mengeksploitasi bauksit yang ada di dalamnya. Belakangan, sebelum persoalan ini mencuat lebih besar, izin yang sudah terlanjur diberikan itu dicabut kembali oleh Pemkab Bintan. Karena, izin-izin yang diberikan itu berada di kawasan hutan lindung.

Dalam konferensi pers di Bappeda Bintan, Bupati Bintan Ansar Ahmad menegaskan kembali soal pencabutan izin Kuasa Penambangan (KP) tersebut. Pencabutan dilakukan karena ternyata lokasi yang akan ditambang bauksitnya itu, berada di dalam kawasan cacthment area yang sekitar 90 persen dari luasnya sekitar 37 ribu hektar itu merupakan kebun masyarakat, (Batam Pos,12/4).

Ansar juga memastikan, di kawasan yang akan dikembangkan menjadi pusat pemerintahan dan central bisnis development (CBD) ini, nantinya tidak akan ada lokasi untuk penambangan bauksit. Untuk pengembangan inilah yang izin-izinnya sedang dilakukan sekarang ke Menhut. Menhut juga sudah menindaklanjuti dengan membentuk tim terpadu yang diketuai Ir Igna Hadi Suparyanto. Tim ini keanggotaannya terdiri dari IPB, Kementerian Lingkungan Hidup, Yayasan Mangrove, Jawatan Hidro Oseonografi TNI AL, dan dari kementerian kehutanan.

Dari hasil penelitian tim terpadu ini, Menhut mengajukan surat No S.20/Menhut-VII/2008 tanggal 15 Januari 2008 ke Ketua Komisi IV DPR RI. Isinya tentang permohonan pelepasan kawasan hutan lindung di Kab Bintan, sebagai pertimbangan DPR RI untuk dasar penetapan kebijakan lebih lanjut. Selanjutnya, antara Komisi IV DPR RI dengan Menhut melaksanakan rapat kerja, Selasa (8/4). Dan hasilnya, DPR menyetujui permohonan pelepasan kawasan hutan lindung. Selasa (8/4) malam inilah atau Rabu (9/4) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB, Sekda Bintan, Azirwan ditangkap KPK bersama anggota Komisi IV, Al Amin Nasution.

Nasi telah menjadi bubur. Azirwan yang bertugas melobi DPR sedang dilanda persoalan serius. Pengguna kawasan hutan lindung untuk pusat pemerintahan dan CBD sudah disetujui Menhut dan Komisi IV DPR RI. Dengan optimistis, Ansar Ahmad yakin pembangunan itu tetap berjalan sesuai yang dijadwalkan.



Mastur yang Ditinggal


Wakil Bupati Bintan Mastur Taher berada dalam posisi luar lingkaran di saat lingkaran bola panas berputar tacam.

Sebagai Wakil Bupati, seharusnya dia tahu setiap kebijakan strategis yang diambil Bupati dan Sekda. Aneh bin ajaib jika wakil Bupati tak mengetahui. Sungguh telah terjadi miskomunikasi antar Mastur dan Ansar. Apa mungkin keduanya sudah pecah kongsi seperti yang diduga? Karena dalam pelbagai kebijakan, Mastur berjalan sendiri-sendiri.


Jika pun benar, Mastur dalam posisi aman. Tak ditapikkan, Mastur seolah-olah dijadikan ban serap dalam pemerintahan bisa jadi membawa angin surga di suatu saat. Karen Mastur lepas dari permainan panas.

Dari penjelasannya kepada media massa, Mastur yang dikenal bersih sejak menjadi anggota DPRD Bintan di tahun 1999-2004 dan DPRD Kepri menegaskan, penyuapan yang diduga dilakukan Azirwan kepada Al Amin di Hotel Ritz Carlton, Jakarta tidak melalui koordinasi atau rapat-rapat tertentu di tingkat pemerintahan. Karena itu peristiwa penangkapan Azirwan dan lainnya mengejutkannya.

Sosok Mastur, memang pemain cadangan. Bagaimana tidak, dia, secara langsung tak dilibatkan dalam pengalih fungsian hutan lindung menjadi hutan tanaman industri. Bisa saja, Mastur yang saat ini menjadi pemain cadangan berubah fungsi jadi pemain utama. Atau ujung tombak dalam menghabiskan masa kepemimpinan di Kabupaten Bintan.

Sejauh ini, Dia juga tak mengetahui, investor yang akan mengelola CBD. Dengan lugu dan polos, dikatakannya, bisa saja dana dugaan suap untuk komisi IV berasal dari sumbangan investor yang akan mengelola Central Bisnis Distrik (CBD) di Bintan Buyu.


Tiga Hal Setelah Dibebaskan


Luas hutan lindung yang akan dibebaskan tentunya memberikan nilai ekonomis yang cukup besar. Berapa banyak jumlah kayu yang akan tebang untuk pemerataan lahan? Tuntunya bisa dijadikan pendapatan besar bagi investor yang akan membangun kawasan tersebut. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pembebasan lahan pertama, pemanfaatan kayu.

Kedua, setelah kayu ditebang, lahan di Bintan Buyu banyak mengandung bouksit. Pengusaha bisa mengeruk bouksit. Saat ini, izin sewa tanah untuk bouksit per meter mencapai Rp2.000. Jika dikalikan 8.000 hektar, sudah berapa nilainya. Yang jelas sudah miliaran rupiah.

Manfaat ketiga, nilai tanah di 8.000 hektar itu bisa menjadi pendapatan khusus. Karena pemerintah tak perlu melakukan ganti rugi kepada masyarakat. Karena tanah tersebut dari hutan lindung.
Bahkan, disinyalir, banyak tanah pejabat berada di Bintan Buyu. Dengan dijadikan kawasan bisnis, maka mereka akan mendapatkan pemasukan dari tanah.

Sehingga sangat beralasan jika dana dugaan suap dari investor yang disebut-sebut berasal dari Singapura mau memberikan bonus kepada anggota DPR-RI. Nilai kawasam hutan lindung yang akan dibebaskan Pemkab Bintan melebihi nilai uang yang mereka berikan. Karena jika hutan lindung itu dibebaskan, maka mutiara yang terpendam itu segera memberikan pendapatan yang luar biasa banyak bagi investor. Dalam teori investasi yang disampaikan dosen sewaktu kuliah, semakin besar resiko, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh.

Artinya, resiko bermain dengan penegak hukum sudah tak dapat dielakkan. Jika sudah begini, laikkah, Hutan Lindung itu dibebaskan seluar 8.000 hektar atau hanya untuk kebutuhan pembangunan ibu kota saja seluas 300 hektar? Semoga Tuhan memberikan kita pemimpin yang amanah. Amin. robby patria















Minggu, 24 Agustus 2008

Ribuan Nelayan Tambelan Tak Lagi Melaut








Jumlah penduduk di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, lebih kurang 5.000 jiwa. Sebanyak 80 persen mengantungkan hidup menjadi nelayan. Sisanya pegawai negeri sipil dan petani. Kondisi yang terjadi Juni 2008, bahan bakar minyak (BBM) langka di Tambelan. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kecamatan Tambelan mencatat 300 perahu ikan di Tambelan tak melaut karena kehabisan stok BBM. Bagaimana masalah berat di Tambelan itu bisa terjadi?

Setiap menyebut nama Tambelan, orang pasti teringat daerah yang kaya kekayaan laut seperti ikan. Daerah penghasil guru yang paling banyak di Kepulauan Riau. Dulu, puluhan tahun silam, penduduk hanya menggunakan sampan mencari ikan. Tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Kini dengan jaman modern, sampan sudah barganti menjadi pompong menggunakan mesin. Sebab, jika dulu ikan berada di dekat bibir pantai, sekarang sudah jauh dan memerlukan sarana transportasi yang memadai.

Warna langit sudah hitam memayungi, ketika pompong yang dikemudikan Sobaruddin (37) membawa saya meninggalkan perkampungan penduduk di Tambelan. Lelaki yang berprofesi menjadi nelayan itu sebelum berangkat sudah saya kontrak untuk mencari ikan di perairan gugus kepulauan Tambelan.

Petualangan pun menunggu di depan mata saat berkali-kali pompong kayu yang panjangnya tak lebih dari enam meter itu diterjang ombak Laut China Selatan yang waktu itu sudah masuk angin selatan. Nyali saya sempat ciut ketika kilat sudah menyambar-nyambar di langit Tambelan. Dalam pikiran saya, sempat kami dibantai ribut, bagaimana cara untuk berlindung. Saya membayangkan adegan film Malinkungdang ketika kapalnya dibantai ribut.

Ah, sudahla, mudah-mudahan pikiran buruk saya tidak terjadi. Kilat pun selalu menghiasi langit. Pada kilat yang ke delapan, langit pun semakin tak nyaman dipandang. Awan hitam di depan pompong semakin pekat. Pompong yang kami gunakan dibanting kiri dan kanan. Untung saya tidak mabuk laut di saat itu. Endy, seorang warga Tambelan yang berpapasan ketika hendak turun ke laut sudah mengingatkan agar mengurungkan niat mencari ikan. “Lihat langit seperti itu. Hujan turun malam nanti,"ungkap Endy, yang bekerja sebagai Guru Kesenian di SMA Negeri 1 Tambelan. Maryani, teman saya waktu kecil di Tambelan juga mengingatkan, jangan melaut. Tetapi, rasa ingin tahu yang lebih dalam tantang nelayan membuat saya harus turun ke laut untuk malam itu. Ya, kenangan yang indah saat menarik ikan adalah kepuasan tersendiri.

Niat petualangan tak menyurutkan langkah. "Jangan khawatir. Langit masih terang. Kecuali sudah tak ada lagi bintang. Cube liat itu ada bintang," kata Sobaruddin, membesarkan hati dengan bahasa melayu yang kental. Ia menunjuk pada sisi langit yang lain, yang masih ada bintang malam itu. Padahal, langit yang kami tuju di depan sudah hitam pekat. Tapi, siapa pun harus percaya pada nelayan saat sudah di tengah laut. Sobaruddin, lebih 20 tahun dari 37 tahun usianya dihabiskan di laut. Saya sepupu dengannya.

Soal pengalaman di laut, ia sudah kenyang. Seluruh sudut perairan gugus kepulauan Tambelan, yang jumlah pulaunya kalau dihitung ada sekitar 54 buah itu sudah dijelajahi. Tiap dua malam sekali ia pergi melaut. Dari mulai ikut orang, sampai kini, ia sudah hampir punya pompong sendiri berkat kredit pada seorang tauke. Maka, ucapan sepupuku pun kami jadikan pegangan membelah laut malam itu. Ia duduk di bagian buritan, memegang sebuah tongkat kayu yang berfungsi sebagai kemudi pompong berbahan bakar solar itu. Coy, pemuda asal Kalimantan Barat yang juga anak buahnya duduk di haluan, sambil mengamati laut yang memutih oleh gelombang. Pada malam itu, tak banyak nelayan Tambelan yang pergi mancing. Sebab, cuaca kurang bersabahat. Tetapi karena saya keburu waktu, malam itu saya harus merasakan menjadi nelayan dadakan. Kapan lagi bisa melaut, gumam dalam hati kala itu.

Satu jam setengah gelombang menghempas kapal, baru kami baru sampai di atas sebuah terumbu karang. Coy melepas jangkar. Sobaruddin menghidupkan lampu strongkeng untuk mencari umpan sotong. Sotongpun mulai naik ke atas, terpancing cahaya lampu. Ia mengambil jala dan menghujamkan ke laut. Satu persatu sotong sangkut di jala. "Ini untuk umpan mancing,” kata ayah dari empat anak itu. Istrinya Erna, kini sedang mengandung anak kelimanya.

Kami pun melewatkan malam dengan memancing. Berkali-kali kami memindahkan pompong, dari satu terumbu karang ke terumbu karang lainnya. Ikan di kotak plastik merah yang ada di pompong sudah nyaris terisi setengahnya. Laut Tambelan memang luar banyak menjadi tempat ikan bermain. Meski ikan sudah berkurang sampai 40 persennya dalam beberapa tahun belakangan akibat aksi pengeboman liar, tapi masih tetap lumayan hasil lautnya. Yang jelas, sampai penat tangan menarik kail, ikan tetap tak mau berhenti makan umpan.

"Hari mau pagi," kata Sobaruddin melihat bulan sabit yang muncul dari balik awan. Memang cuaca agak reda aat mulai larut malam. Apa yang dikatakannya sesuai dengan jam yang adai ponsel. Sabarudin tidak pernah bawa jam, tapi bulan adalah jam tangan yang tak pernah keliru membaca waktu bagi Sobaruddin. " Semalam bulan muncul jam dua. Tiap malam kan maju satu jam. Berarti sekarang jam tiga," kata lelaki asli Tambelan ini ketika ditanyakan tentang cara melihat waktu dengan memandang bulan itu. Setelah berembun semalaman, pajar pun menyingsing dari arah timur. Kami pun pulang ke pemukiman penduduk dengan membawa puluhan kilo ikan.




Untuk mencapai Kecamatan Tambelan yang memiliki 54 pulau itu, hanya menggunakan kapal Perintis Trigas 3 yang berangkat dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang. Bisa juga menggunakan kapal ikan yang bertonase 50 ton. Letak geografis Tambelan yang berada di Laut China Selatan, 210 mil dari Pulau Bintan membuat daerah ini masih terisolasi dari keramaian kota. Jarak tempuh Tambelan dengan menggunakan Kapal Perintis memakan waktu 21 jam dari Pelabuhan Sri Bintan Pura. Itupun disinggahi kapal 10 hari sekali.

Untuk kebutuhan sembako di Tambelan dipasok dari Kalimatan Barat, dan Tanjungpinang. Sesungguhnya, jarak Tambelan lebih dekat dari Kalimatan Barat (Kalbar) ditempuh 8 jam dari Pelabuhan Sentete, Kalbar. Sehingga banyak jalur perdagangan di Tambelan disokong oleh Kalbar. Termasuk BBM. Sayangnya, sejak terjadi pembatasan BBM bersubsidi oleh pemerintah pusat, Pemprov Kalbar tak memberikan izin kapal niaga untuk membawa minyak ke Tambelan dengan alasan Tambelan bukan bagian dari Kalbar. Melainkan bagian dari Pemprov Kepri. Jika dibawa keluar bisa dikatakan penyelundupan.

Kebijakan tersebut tentunya membawa dampak buruk bagi nelayan Tambelan yang berjumlah ribuan orang. Saat ini, menurut data dari HNSI Tambelan, tercatat 300 kapal ikan yang berukuran 3 ton dengan panjang 10-17 meter dengan lebar 2 meter selama ini mencari ikan di Tambelan. Sebenarnya masih banyak kapal yang belum terdata.

Dari 300 kapal ikan tersebut, biasanya memiliki anggota sebanyak dua orang sampai 4 orang. Jika dijumlahkan maka lebih dari 1.000 orang menjadi nelayan di Tambelan saat ini.

Kondisi kelangkaan minyak mulai terjadi seminggu yang lalu hingga tanggal 25 Mei. Sebab kapal minyak yang membawa BBM subdisi dari Tarempa, Kabupaten Natunan mulai sampai di Tambelan sekitar tanggal 22-25. Dengan kondisi kelangkaan seperti sekarang ini membuat nelayan di Tambelan tak lagi melaut. Mereka masih menungu kedatangan BBM dari Tarempa.

Kelangkaan BBM juga dihadapi PLN Tambelan. Akibatnya, lampu yang biasanya mulai hidup pukul 17.00 WIB kini dihidupkan mundur dari jadwal semula menjadi pukul 18.00. Pukul 05.00 pagi sudah dimatikan. Sedangkan siang hari tak menggunakan listrik. Karena dari jaman penjajahan Belanda, Tambelan sudah terbiasa dengan kondisi gelap.

Ketua HNSI Tambelan, Syamsudin kepada Batam Pos mengatakan, beban ekonomi mereka sangat berat. Jika minyak tanah langka tidak masalah dari pada solar. Sebab jika tak ada minyak tanah, mereka masih bisa menggunakan kayu bakar untuk memasak di dapur. Sedangkan jika sudah terjadi kelangkaan solar seperti sekarang ini, nelayan di Tambelan tak bisa melaut untuk mencari ikan. Sehingga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Apalagi harga kebutuhan pokok sudah melambung tinggi. Lengkap sudah penderitaan.

" Kondisi kite memang sulit sekarang. Sudah seminggu tak melaut. Mau makan ape nanti, kita juga bingung. Semoga pejabat tinggi di Tanjungpinang mau memperhatikan nasib kite ni," ujar Syamsudin kepada Batam Pos, Kamis (15/5), dengan logat Melayu Tambelan yang mendayu-dayu.

Menurutnya sosok yang memiliki kulit warna hitam ini, memang ada nelayan yang memiliki touke bisa melaut. Pasalnya, bos nelayan tersebut memberikan solar. Tapi jumlah yang diberikan juga terbatas, sehingga tak bisa mencari ikan terlalu jauh dari Tambelan. Sedangkan nelayan yang tak memiliki tauke, saat ini istirahat total dan menambatkan perahu di pelantar.

" Kita takutkan, jika sudah banyak nelayan tak melaut, akan terjadi tindakan yang menganggu ketentraman warga. Maklumlah, karena ini menyangkut masalah perut. Karena kita mau makan ape jika tak ke laut," ujar Syamsudin yang sudah tiga tahun menjadi Ketua HNSI Kecamatan Tambelan itu. Dia sudah menjadi nelayan tradisional lebih 30 tahun.

Syamsudin sebenarnya ingin melaporkan masalah ini ke Pemerintah Bintan. Tetapi karena dia sebagai nelayan kecil yang masih terbatas anggaran, sehingga belum bisa berangkat ke Tanjungpinang. Untuk bertahan sampai menunggu BBM datang saja sulit. " Camane nak ke Tanjungpinang untuk ngadu masalah ini," kata Syamsudin yang berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi nelayan di Tambelan.

Syamsudin berkata, saat ini nelayan di 'Negeri Bertuah' mencari ikan dengan cara merawai. Ada juga dengan cara memancing.

Untuk sekali pergi merawai membutuhkan solar sebanyak 50 liter solar. Per liter solar dijual Rp5.000. Paling tidak sekali pergi melaut menghabiskan anggaran Rp250.000- 600.000. Tetapi jika sudah pergi tiga malam di laut, nelayan di sana bisa membawa pulang uang minimal Rp1 juta. Karena harga ikan cukup tinggi. Per kilo ikan hasil rawai seperti ikan merah diharga Rp21.000 per kilo. Sehingga sekali pergi, nelayan bisa membawa uang pulang uang untuk tiga orang Rp1 jutaan. Uang tersebut nanti dibagi tiga anggota yang ikut ke laut.

Hal yang sama dikatakan oleh Sabarudin, nelayan yang tinggal di Kelurahan Teluk Sekuni, Kecamatan Tambelan.Menurut Sabarudin yang memiliki empat orang anak ini, nelayan Tambelan memilih cara merawai dikarenakan karena kesulitan mencari ikan dengan cara memancing. Dengan merawai, memerlukan persedian BBM dalam jumlah yang banyak. "Minimal sekali pergi ke laut membutuhkan modal sampai Rp 1 juta. Rp600 ribu untuk BBM dan Rp400 ribu untuk keperluan makan dan minum serta perlengkapan pancing," ujarnya.

Apalagi dengan adanya kenaikan BBM. Jumlah pengeluaran untuk BBM ini bertambah. Padahal, harga ikan masih normal belum mengalami kenaikan. "Kite memang mengalami kesulitan sekarang setelah BBM naik," ujar Sabarudin.

walaupun nelayan Tambelan berpergian jauh ke laut hingga 40 mil dari Tambelan, kebanyakan mereka tidak menggunakan alat yang pemandu yang lengkap seperti kompas. Para nelayan itu hanya menggunakan petunjuk gunung di Tambelan yang terlihat samar. Tek heran,jika terjadi musibah di laut sepertu kerusakan mesin, nelayan bisa hanyut sampai ke Serasan, Kabupaten Natuna. Terkadang sampai di Kalimantan Barat.

Dari pengakuan Syamsudin, jika solar dari Kalbar masih diijinkan, maka kebutuhan BBM di Tambelan masih terpenuhi. Sejak ada pembatasan ini BBM di sana menjadi langka. Saat ini, nelayan Tambelan hanya berharap BBM segera sampai di Tambelan dan mereka bisa melaut lagi.

Bujang, warga Kelurahan Teluk Sekuni, Tambelan menyatakan saat ini beban semakin berat dengan hilangnya BBM di Tambelan. " Untuk melaut, kita mesti pakai solar. Sedangkan solar saat ini habis. Mau pakai ape hidupkan mesin," katanya.

Menurutnya, baru di tahun 2008 ini BBM langka di Tambelan. Selama dia menjadi nelayan sudah 30 tahun, belum pernah terjadi kelangkaan. Karena BBM di Tambelan masih dipasok dari Kalbar. " Dulu minyak masih melimpah dan harganya murah. Sekarang sulitnya bukan main," imbuh Bujang yang tak menyelesaikan pendidikan SD ini.

Koordinator Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kecamatan Tambelan Hidaat Yahya, juga menyatakan keprihatinan kelangkaan BBM yang terjadi di Tambelan.

Kelangkaan BBM, menurutnya sudah menjadi persoalan besar yang terjadi di Tambelan. Sebab 80 persen penduduk bekerja mencari ikan. Bisa jadi untuk menunggu kedatangan BBM, banyak nelayan mengubah pola hidup dengan bertani dan kerja lain yang bisa menghasilkan uang. " Pemerintah harus serius mennyelesaikan masalah ini," kata Hidaat, yang juga Kepala Sekolah SD 004 Kecamatan Tambelan itu.

Multada, pemuda Tambelan juga berharap BBM cepat dipasok ke Tambelan untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
" Jika petani memang tak terasa dengan kelangkaan BBM ini, tetapi nelayan sudah mengeluh. Saat ini tinggal menunggu tabungan habis saja. Setelah itu baru berutang ke warung," kata mantan aktifis di IAIN Pekanbaru ini yang tinggal di Tambelan.

Kelangkaan BBM membuat masyarakat di Tambelan banyak mengkonsumsi nasi putih dengan telor dan ikan asin. Mereka kesulitan untuk mencari ikan segar. Sebab nelayan banyak yang tak melaut. " Kami banyak makan ikan asin dan mie, serta telor. Mau makan ikan payah mencari yang jual, ucap Yani, warga Kampung Hilir yang juga guru di SMPN 1 Tambelan.

Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau Effendi Hartadinata mengatakan kelangkaan BBM ini harus menjadi perhatian pemerintah Kepri dan Bintan. Bagaimanapun, di Tambelan kebanyakan nelayan. Sehingga BBM menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Sebab ini sudah menjadi tugas pemerintah Kepri.

Memang menurut anggota Komisis III yang juga asal Tambelan ini, dari dulu BBM Tambelan dipasok dari Kalbar. Tetapi, karena ada pembatas BBM bersubsidi, Kalbar melarang BBM digunakan di luar Kalbar seperti di Tambelan. Sehingga pasokan BBM di Tambelan berkurang.

Di Tambelan, menurutnya, bukan hanya terjadi kelangkaan BBM. Malahan, oknum TNI-AL yang melakukan razia kapal ikan meminta upeti dari pelaku penangkapan ikan dengan bahan peledak.

" Saya mendapatkan laporan langsung dari nelayan yang ikut serta razia bersama oknum TNI-AL tersebut. Inikan jadi masalah serius bagi nelayan untuk membasmi bom ikan, malah oknum main mata dengan pelaku kejahatan ilegal fishing," tegas politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Jika masalah BBM tak diselaikan, menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Tambelan. Sebab sebagian besar adalah nelayan. Kehidupan ekonomi
mereka akan lumpuh. " Masalah BBM menjadi tanggung jawab pemerintah," tegas lulusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar itu.


Pemerintah Tambah 10 Ton BBM


Menghadapi kelangkaan minyak di Tambelan, Pemkab Bintan segera menambah solar di Tambelan menjadi 30 ton. Sudah bertahun-tahun, solar di Tambelan diberikan jatah 20 ton per bulan. Sedangkan bensin dari lima ton menjadi enam ton, dan minyak tanah dari 15 ton.

Wakil Bupati Bintan Mastur Taher mengakui, masalah kelangkaan akan segera diatasi. Karena kapal minyak yang membawa ke Tambelan datang sebulan sekali, membuat minyak jadi habis. Tanggal 22 Mei, BBM segera masuk ke Tambelan dan memenuhi kebutuhan nelayan.

" Saya langsung telepon Camat Tambelan menganai masalah. Dan dia menyatakan kondisi memang ada kelangkaan BBM," kata Mastur.

Transportasi yang jauh, jelas Mastur, membuat Tambelan sulit mendapatkan BBM. " Tetapi kita upayakan penambahan 10 ton bisa memenuhi kebutuhan nelayan," kata Mastur.

Sedangkan menurut Camat Tambelan Nurizal, jumlah nelayan memang sebagian besar tak melaut karena kehabisan BBM. Tetapi nelayan yang memiliki induk semang atau tauke bisa melaut karena bos nelayan itu memberikan bantuan sebanyak 3 liter perahu milik nelayan.

" Saya memantau dari kantor, masih ada nelayan yang melaut. Jumlahnya nelayan ke laut memang berkurang. Tetapi tanggal 22 Mei ini BBM kita sudah datang dari Tarempa," kata Nurizal.

Untuk mendapatkan pasokan dari Kalbar, Nurizal sebagai camat sudah berusaha. Tetapi hanya bisa dikasi 10 gligen per kapal yang keluar masuk Kalbar. Otomatis jumlah tersebut masih kurang untuk mensuplai kebutuhan nelayan di Tambelan.

Nurizal berkata, sekarang kantor Camat Tambelan kembali menggunakan mesin ketik. Sebab ginset yang biasanya digunakan untuk listrik habis solar. Karena listrik di Tambelan hanya hidup pada malam hari. Nurizal sebagai camat sudah berusaha untuk melobi agar jatah BBM di Tambelan ditambah guna memenuhi kebutuhan.

Nur, salah satu penjual minyak solar bersubsidi di Tambelan mengungkapkan, jika minyak subsidi sudah datang dari Tarempa, maka kebutuhan nelayan memang tak ada masalah. Yang jadi persoalan, kapal minyak ini belum datang. " Sehingga minyak yang kita jual sudah habis," tutur Nur.

Letak Tambelan yang jauh dari Kabupaten Bintan membuat daerah ini masih terisolasi. Pemerintah juga belum menghitung dengan akurat kebutuhan BBM untuk nalayan. Sehingga wajar jika disuplai satu kali satu bulan, kelangkaan minyak akan terjadi selamanya. Masalah ini harusnya tak terjadi jika hitungan minyak untuk kecamatan Tambelan sesuai dengan kebutuhan mereka. robby patria
























Anambas Lahir, Natuna Terkoyak?

Pembetukan Kabupaten Natuna merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Riau yang berdasarkan Undang-Undang nomor 53 tahun 1999 tentang Kabupaten Natuna. Pada awal pembentukannya terdiri dari 6 Kecamatan. Namun, hingga tahun 2007, Natuna memiliki 16 Kecamatan dengan 75 desa masih minim infrastruktur dan fasilitas publik.

Sebagaimana diketahui bersama, Natuna memiliki kekayaan alam terbesar di Kepulauan Riau. Pelbagai barang tambang, seperti pasir kuarsa, gas alam, dan minyak bumi ada di perut bumi Natuna. Di perairan lautnya yang dalam terkandung kekayaan alam berwujud ikan dan biota laut lainnya. Belum lagi keelokan pantai dan keindahan terumbu karang yang sangat menawan. Natuna luar biasa indah.

Sayangnya, pelbagai potensi sumber daya alam (SDA) belum dikelola secara memadai. Hasil pertanian seperti seperti ubi-ubian, kelapa, karet, sawit & cengkeh belum digarap optimal. Objek wisata: bahari (pantai, pulau selam), gunung, air terjun, gua, dan budaya juga demikian. Natuna kini masih berharap dari ladang gas D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT merupakan salah satu sumber terbesar di Asia. Nantinya, setelah Kepulauan Anambas mekar, maka Natuna akan kehilangan sebagian besar hasil dari D- Alfa. Karena harus berbagai dengan Anambas sebagai daerah penghasil.

Sudah sembilan tahun Natuna mandiri mengelola melepaskan diri dari Kabupaten Bintan dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Melalui APBD mencapai lebih dari Rp3 triliun selama sembilan tahun, Natuna belum menunjukkan perubahan yang mendasar. Yang terlihat begitu mencolok hanya kantor Bupati, Rumah Sakit Umum Daerah dan masjid raya sebagai simbul keberhasilan Daeng membangun Natuna.

Berawal tidak merata pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat Anambas yang berada di gugusan Pulau Jemaja, Palmatak, dan Siatan, akhirnya menjadi pemicu menjadikan gugusan Anambas menjadi kabupaten.

Alasan yang dikemukakan Anambas pun tak jauh berbeda saat Kepri mekar dari Riu. Memang untuk menjadikan Kabupaten baru, Anambas terkesan sulit. Tapi kelompok pro yang dimotori Wan Sarros tetap ngotot untuk berjuang. Sama halnya ketika Huzrin Hood dihalangi oleh Saleh Djasit untuk menjadikan Kepri Provinsi termuda di Indonesia.

Walaupun pada awalnya Bupati Natuna Hamid Rizal, Daeng Rusnadi, DPRD Kepri sudah mengeluarkan surat sakti sebagai persetujuan Pemekaran Anambas. Tetapi, Daeng Rusnadi yang kini menjadi Bupati Natuna mengirimkan surat sakti agar pemerintah pusat selaku pengambil keputusan nasional diminta tidak memberikan rekomendasi untuk pembentukan Kabupaten Anambas yang diusulkan masyarakat.

Daeng Rusnadi menyurati Gubernur Kepri, Menteri Dalam Negeri, Presiden dan Ketua DPR untuk meninjau usul pembentukan Kabupaten Anambas, lepas dari Kabupaten Natuna sebagai kabupaten induk. Dalam suratnya, Daeng menyatakan pemekaran Anambas tidak memenuhi syarat administrasi, teknik dan fisik. Bahkan, Daeng juga khawatir terjadi konflik antara masyarakat.

Diantaranya, masyarakat Anambas terpecah belah. Opsi pertama, ada yang menghendaki ibu kota Kecamatan Jemaja. Kalau tidak, mereka menyatakan tetap bergabung dengan Kabupaten Natuna. Sedangkan opsi kedua, masyarakat Tarempa menghendaki di Tarempa, sebagian lagi minta di Palmatak.

Padahal, hasil kajian lembaga P3PRO, ibu Kota Anambas lebih tepat berada di Siantan. Sebab dari semua aspek yang dibutuhkan menjadi ibu kota, Siantan menempati urutan pertama yang kemudian Jemaja.


Dari analisis penulis, Pembentukan Anambas tak jauh berbeda dengan pembentukan pemisahan Kepri dari Riau. Mungkin pemisahan Kepri lebih sulit dari Anambas. Andai saja seluruh masyarakat Anambas setuju dan tidak mempermasalahkan ibu kota seperti masyarakat Batam yang tak ingin ibu kota Kepri ada di Batam, kemungkinan besar Anambas melaju dengan mulus.

Sayang, mesin politik berkata lain. Daeng Rusnadi memainkan peran penting dalam skanerio ini.
Dengan kekuatan sebagai kepala daerah, Daeng memaparkan kepada Menteri Dalam Negeri, persyaratan administrasi yang belum dipenuhi Kabupaten Anambas, yaitu belum adanya rekomendasi Menteri Dalam Negeri dan berbagai masalah teknis lainnya dipersoalkan oleh Daeng.

Sinar terang mulai tampak untuk kemenangan Anambas dan 36 ribu penduduk calon kabupaten baru itu. 17 Juni 2008, DPR-RI berencana mengesahkan Rancangan Undang-Undang Anambas menjadi Undang-Undang. Artinya bayi Anambas lahir tinggal menunggu hari. Bukan 2009 yang dijanjikan Daeng. Siapkah Daeng ditinggal Anambas? Inilah yang akan menjadi persoalan serius pasca pemisahan itu.



Natuna Kekurangan SDM Jika Dimekarkan


Daeng secara tegas menyatakan, saat ini saja, Natuna kekurangan sumber daya manusia (SDM). Apalagi setelah Anambas mekar, bagaimana dengan pelayanan publik di sana.

Apakah akan mendatangkan orang dari luar? Natuna masih kekurangan pegawai. Hingga pertengahan September 2007, Eselon III kurang 59 orang, Eselon IV kurang 130 orang.

Tentunya pemerintah pusat memiliki pemikiran lain dengan pemekaran Anambas. Adalah alasan pemerataan pembangunan menjadi persoalan utama sehingga daerah untain mutiara utara itu dimekarkan.

Mengingat banyaknya permasalahan yang belum terselesaikan, Daeng Rusnadi melalui suratnya meminta Menteri Dalam Negeri tidak memberikan rekomendasi pembentukan Kabupaten Anambas di Provinsi Kepulauan Riau. Ini karena bertentangan dengan UU No 32 Tahun 2004 tentang otonomi pemerintahan daerah. Tapi surat Daeng langsung bertolak belakang dengan surat Gubernur Kepri yang nyata mendukung Anambas. Termasuk letak ibu kota di Tarampa. Berdasarkan surat itu, menjadi pertimbangan kuat DPR dalam pengambilan keputusan masalah pusat pemerintahan Anambas nantinya.

Tak cukup ibu kota, keuangan juga jadi masalah. Dari segi pembiayaan dikhawatirkan Kabupaten Natuna selaku kabupaten induk, nantinya akan kesulitan membiayai daerahnya sendiri akibat penerimaan atau pendapatan berkurang drastis. Kepada presiden dijelaskan, APBD Kabupaten Natuna sebagai kabupaten induk sangat tergantung pada dana perimbangan. Sedangkan PAD masih kecil, baru 5% dari total APBD.

Mengacu rencana pendapatan Kabupaten Natuna tahun 2008 sekitar Rp 702,905 miliar dengan asumsi SK Menkeu 2007. Jumlah itu berasal dari DAU Rp 159,4 miliar, DBH Migas Rp 341 miliar, PBB Tambang Rp 155 miliar. PAD hanya Rp 38 miliar, bagi hasil dengan Provinsi Kepri Rp 9,5 miliar. Jumlah ini menurun drastis dari APBD Natuna tahun 2007 yang mencapai Rp1,7 triliun.


Pro-Kontra Pembentukan Kabupaten Anambas


Wacana pembentukan Kabupaten Anambas, sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sesungguhnya wacana ini muncul
sejak tahun 2002, seiring dengan pembentukan Provinsi Kepri. Dulu Natuna sempat menolak untuk bergabung dengan Provinsi Kepri. Ketika Natuna mengulur waktu bergabung dengan Provinsi Kepri, Anambas sudah mengikrarkan diri dan bersedia menjadi Kabupaten pendukung Pemprov Kepri. Tetapi, kemudian, akhirnya Natuna melunak dan bergabung.

Ya, potensi ekonomi di Anambas yang kaya migas membuat tokoh masyarakat Anambas yakin daerah itu bisa berdiri sendiri tanpa
keberadaan Natuna.

Jika menilik dari letak geografisnya, memang ada persoalan yang amat mendalam kenapa Anambas menuntut jadi
Kabupaten. Pertama, karena jarak kepulauan Anambas dengan ibu kota Kabupaten Natuna, Ranai, sangat jauh. Karena
letaknya yang jauh maka secara administratif mengalami banyak hambatan.

Kepulauan Anambas terletak di tengah Laut China Selatan dan merupakan bagian dari Kabupaten Natuna, Kepulauan
Riau. Waktu tempuh antara Pulau Matak di Anambas dan Ranai kurang lebih 45 menit dengan pesawat perintis.

Dengan kapal laut, perjalanan bisa 10 jam. Dengan kondisi itu, masyarakat memang sulit mendapatkan pelayanan. Bayangkan,
masyarakat harus mengurus administrasi pemerintahan di Natuna yang jauh. Kondisi ini yang dijadikan alasan para
penggegas mengapa pembangunan potensi ekonomi di kepulauan itu menjadi terhambat.

Selain itu juga, pembentukan Kabupaten Anambas, bisa mengurangi masalah illegal fishing Kapal Pukat
Harimau asal Vietnam dan Thailand. Menurut Danlanal Natuna, miliaran hasil laut hilang akibat illegal fishing.
Demi untuk menjaga kedaulatan NKRI, Kabupaten Anambas bisa menjamin kedaulatan, dan ini suatu kebutuhan yang harus segera direalisasikan secepatnya. Anambas yang berbatasan langsung dengan negara tetangga juga menjadi alasan kuat daerah ini harus berdiri sendiri.

Dengan segala persoalan, Anambas memang laik jadi mandiri. Asalkan pemekaran sesuai dengan tujuan mensejahterakan masyakat. Bukan untuk kepentingan politik kaum tertentu yang tak dapat jatah di Kabupaten Natuna. robby patria





Ladang Emas dari BUMD

Keinginan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kepri tak lain adalah menjadikan ladang emas untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kepri. Sayangnya, sejak dibentuk September 2006, BUMD Kepri belum memberikan pendapatan. Yang ada, modal awal Rp10 miliar terus menipis. Bagaimana kiprah BUMD Kepri selama ini?

Berkantor di gedung berkelas di Batam Centre, membuat semua pihak yang datang ke BUMD Kepri akan yakin terhadap perusahaan daerah itu. BUMD Kepri memiliki kantor pusat di Tanjungpinang, tepatnya jalan Wiratno, Tanjungpinang. Sedangkan aktivitas operasional banyak dilakukan di kantor cabang di Graha Pena, Batam Centre.

Rabu (11/6), Direktur Operasional BUMD Kepri Much Rifan bersama dengan Kepala Divisi Strategis dan Pengembangan Bisnis Ahmad Edward Faried menerima saya, menjelaskan kiprah BUMD Kepri sejak dibentuk 1,5 tahun yang lalu.

Menurut Rifan yang juga mantan petinggi di Telkomsel itu, sejak diberikan tugas menjalankan BUMD Kepri atau PT Pembangunan Kepri, saat itu, perusahaan tersebut baru akte notaris. Sehingga direksi dan karyawan lainnya harus membentuk dan mengurus perizinan lainnya agar perusahaan bisa melaksanakan kegiatan bisnis. Kedua petinggi BUMD itu tidak membantah jika ada anggapan BUMD Kepri belum memberikan pendapatan untuk PAD.

" Kondisinya memang seperti itu. Kinerja kita ini untuk jangka panjang. Mana ada usaha dalam waktu singkat bisa memberikan pendapatan. Kecuali dagang," ujar Rifan saat itu memberikan alasan kinerja BUMD yang belum memberikan PAD.

Untuk menjadikan BUMD Kepri ini menjadi perusahaan yang besar, langkah awal yang dilakukan manajemen dan sudah disetujui oleh komisaris BUMD Kepri Wakil Gubernur HM Sani, Imam Soedrajat, Nuraida Muchsen, yakni membentuk anak perusahaan.

Dari data yang diperoleh Batam Pos, selama tahun 2007, BUMD Kepri membentuk 10 anak perusahaan yang bergerak di pelbagai bidang. 10 anak perusahaan itu yakni Kepri Oil Inti Energy bergeak bidang minyak dan gas, Kepri Gas Inti Utama juga bidang migas. Sedangkan bidang infrastruktur, ada perusahaan Tenaga Listrik Bintan (TLB) bergrak bidang listrik kemudian ada perusahaan Kepri Malaka Solution bergerak bidang informasi komunikasi dan teknologi.

Untuk usaha jasa, BUMD Kepri menyiapkan anak perusahaan yang bernama BPR Kepri Batam, BPR Kepri Bintan bergerak bidang keuangan. Sedangkan perusahaan lain ada bernama Kepri Enerflow Environment bergerak bidang penanggulangan pencemaran lingkungan, PT Sin Kepri LOgistic, bergerak bidang logistik, PT Jasa Angkasa, untuk menggarap usaha bandara, PT Bangun Cemerlang bergerak bidang pelabuhan dan perusahaan yang ke 10 adalah PT Indonusa Pandu Nautica untuk jasa pandu pelayaran.

Dari 10 anak usaha tersebut, yang memberikan pendapatan baru PT Jasa Angkasa yang saat ini mulai aktif dalam bisnis penyedian avtur di Bandara Kijang, Tanjungpinang. BUMD Kepri boleh bangga, sebab Pertamina baru pertama kali bekerjasama dengan BUMD dalam hal penyedian avtur untuk pesawat.

Dari perusahaan itu baru dua anak usaha yang sudah memberikan pendapatan yakni PT Jasa Angkasa dan Sin Kepri Logistik yang sudah aktif bisnis kargo. Dalam satu hari anak usaha BUMD Kepri ini bisa mengakut sampai 100 kontainer. Tetapi saham BUMD masih kecil karena baru 10 persen. Sisanya perusahaan asal Singapura. Tak ayal pendapatan bidang ini pun masih signifikan untuk mendukung keuangan BUMD.

Kedua anak perusahaan ini bukanlah menjadi bisnis utama BUMD. Perusahaan yang menjadi bisnis utama adalah PT Oil Inti Energy dan PT Gas Inti Utama. Sayangnya dua perusahaan ini belum bergerak. Sehingga pendapatan belum memberikan pemasukkan. Rifan tak mengelak jika dua usaha tersebut banyak yang menilia terlalu muluk.

" Tetapi kita sudah siap untuk terjun ke migas. Sebab BUMD sudah menyiapkan tenaga ahli dan investor sudah untuk mendanai proyek itu. Sehingga tak ada yang tak mungkin untuk BUMD mengelalo migas di Natuna," jelas Rifan yang diamini oleh Ahmad Erward.

Menurut Rifan, kinerja BUMD secara umum perusahaan berjalan sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).Pengelola BUMD Kepri beralasan lemahnya pendapatan BUMD akibat belum terialisasi proyek dalam produk unggulan dan infrastruktur dalam jangka panjang.

BUMD Kepri juga sudah melakukan melakukan 27 kerjasama kesepahaman (MoU). Dan terialisasi menjadi 10 anak usaha.
BUMD juga sudah melakukan usaha bersifat sosial dan membantu program pemerintah dalam operasi pasar minyak goreng.
Dan eksistensi BUMD telah dikenal di dunia perminyakan khususnya dalam upaya mendapatkan pengelolaan lapangan minyak marjinal di Natuna.


Siapkan Dua Perusahaan Garap Migas di Natuna

Dalam rencana program kerja BUMD atau PT Pembangunan Kepri 2008 jika disetejui oleh pemegang saham Pemprov Kepri akan menelan dana Rp28 miliar. Dana tersebut jauh lebih meningkat dari modal awal yang hanya Rp10 miliar. BUMD Kepri hanya meminta Rp 4 miliar dari APBD Kepri. Program apa saja yang akan dilakukan untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD)?

Dana Rp28 miliar itu untuk pengembangan bisnis 10 anak usaha BUMD Kepri yang bergerak di pelbagai bidang usaha. Dari 28 miliar tersebut, yang digunakan untuk investasi bidang usaha sebesar Rp 23 miliar. Dengan rincian investasi produk unggulan Rp10,2 miliar, investasi infrastruktur Rp2,5 miliar dan investasi sektor jasa Rp10,3 miliar.

Sedangkan untuk biaya operasional menelan dana sekitar Rp5,3 miliar. Dana tersebut paling besar digunakan untuk biaya gaji dan tunjangan operasional karyawan BUMD senilai Rp3,2 miliar. Kemudian biaya kantor Rp777 juta, perjalanan dinas Rp744 juta, peralatan kantor Rp132 juta dan untuk biaya masalah perizinan Rp500 juta.

Direktur Operasional PT Pembangunan Kepri Much Rifan menjelaskan, rencana penggunaan anggaran Rp28 miliar dilakukan jika semua program dilakukan BUMD disetujui. Sampai saat ini, dana dari APBD Kepri untuk empat miliar belum turun.
Sisanya, PT Pembangunan Kepri akan mencari dana dengan pihak ketiga.
Jika komisaris tidak menyetujui, maka dana tersebut juga tidak sampai Rp28 miliar.

PT Pembangunan Kepri menurutnya, 2017 ditargetkan menjadi perusahaan berkelas regional. Dari sekarang, BUMD sudah melakukan kerjasama dengan perusahaan besar dari Singapura maupun dari Malaysia.

Bukan tanpa alasan jika Rifan menjeskan BUMD Kepri ini akan menjadi perusahaan kelas regional dengan kekayaan miliaran nantinya.

Rencana awal BUMD Kepri dibidang keuangan misalnya, dalam tahun ini BUMD Kepri akan memiliki dua Badan Perkreditan Rakyat (BPR) untuk di Bintan dan Batam. Sedangkan tahun selanjutnya, setiap kabupaten di wilayah Kepri akan memiliki BUMD. Kemudian, setelah kerjanya bagus, maka keenam BPR nantinya akan dijadikan Bank Pembangunan Daerah (BPD).

" Karena jika kita harus membentuk BPD, dananya tidak mencukupi. Sebab untuk modal pembukaan bank umum minimal Rp3 triliun. Dari mana kita mencari dana sebanyak itu. Sehingga dengan langkah pembentukan BPR ini mudah-mudahan ke depan bisa terwujud membentuk BPD," ungkapnya.

Lebih lanjut, jelas Rifan, selain proyek pengembangan BPR, rencana PT Pembangunan Kepri melalui PT Bandar Bangun Cemerlang yang bergerak bidang pelabuhan akan membangun Pelabuhan Sri Bintan Pura.

Tak tangung-tanggung, nilai investasi yang akan digelontorkan untuk pembangunan pelabuhan mencapai Rp 460 miliar. Sedangkan program pengembangan usaha dari anak perusahaan Tenaga Listrik Bintan (TLB) melakukan pembangunan listrik di Bintan diperkirakan menelan dana 22 juta dolar AS.

Anak usaha yang jelas memberikan masukan ke pundi BUMD baru PT Kepri Jasa Angkasa yang bergerak bidang bandara.

" Di akhir tahun ini, kita akan menghitung pendapatan yang diperoleh dari anak usaha. Karena laporan kuangan akan diaudit lembaga independen. Saat ini kita belum bisa memberikan laporan mengenai jumlah pemasukan," ujar Rifan.

Rifan menjelaskan, usaha utama dari BUMD Kepri ini adalah bidang minyak dan gas. Perusahaan yang disiapkan untuk menggarap bidang ini PT Kepri Oil Inti Energy dan Kepri Gas Inti Utama.

" Secara umum kita sudah siap untuk mengelola migas di Natuna. Karena investor dan sumber daya manusia sudah kita siapkan. Sektor ini, yang akan menjadi bisnis utama BUMD untuk menambah PAD Kepri," ujar Rifan.

Sedangkan menurut Kepala Divisi Pengembangan Bisnis, Erward, dengan 10 anak usaha itu, PT Pembangunan Kepri memang menjadi perusahaan yang berpengaruh ke depan. Tetapi belum untuk saat ini.
Yang jelas menurut Rifan, dana APBD yang dikasi sebagai modal BUMD bisa dipertanggung jawabkan.

" Dana yang kita gunakan dalam pengembangan bisnis BUMD diaudit oleh lembaga lain. BPK juga melakukan audit di BUMD. Dana yang kita gunakan pasti bisa dipertanggung jawabkan. Mana mau kita masuk ditangkap KPK gara-gara menggunakan uang rakyat," ujar Edward. robby patria


















Berjuang Melawan Maut di Laut China Selatan

Hasrat hati ingin menjadi nelayan dengan bayaran Rp5,5 juta per bulan. Ternyata ditipu. Dia hanya dibayar Rp1,5 juta per bulan. Tak terima dibayar kecil, kemudian Misran (31), warga Belawan, Sumatera Utara, dibuang dari kapal ikan Surya Jaya di perairan China Selatan, tepatnya di depan Pulau Tukong Kemudi, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, sebulan yang lalu.


Kisah ini berawal ketika Misran saat berada di Belawan ditawari untuk menjadi nelayan untuk menangkap ikan di perairan Permata Sirih, Malaysia. Saat ditawari menjadi nelayan, Misran akan digaji Rp 5,5 juta per bulan. Dia dikontrak selama enam bulan di laut untuk mencari ikan dengan cara merawai. Misran diiming-imingi setelah pulang dari laut, bisa membangun rumah di Medan. Karena bisa membawa uang puluhan juta rupiah.

Dengan hati yang berbunga-bunga, pemuda yang berbadan tegap, rambut ikal, kulit hitam dengan tinggi 170 ini tertarik ikut ke laut selama enam bulan guna mengejar impian mendapatkan rumah. Maklum, di Medan hanya kerja bangunan dengan penghasilan yang tak seberapa dibandingkan dengan menjadi nelayan.

Akhirnya, Misran dari Belawan mengikuti calo yang mencari nelayan di Belawan untuk dibawa ke Tanjungbalai Karimun, Kepulauan Riau, markas Kapal Motor Surya Jaya. Anehnya, ketika di Tanjungbalai, pemeriksaan Misran sebagai nelayan tidak bigitu ketat seperti biasanya. Petugas keamanan yang memeriksa nelayan hanya sekedarnya.

Dengan berbekal seadanya, Misran pun pergi melaut tergabung bersama dengan sembilan orang nelayan lainnya di Tanjungbalai. Tauke Misran yang juga menjadi bos di kapal Surya Jaya bernama Aheng. Semua kebijakan yang terjadi di kapal melalui komando Aheng, karena dia bos.

Kemudian, sekitar bulan awal Mei, mereka pun berangkat melaut ke Permata Sirih, Malaysia. Di laut, Misran bersama dengan teman lainnya bekerja 21 jam. Hanya tiga jam digunakan untuk istirahat. Setelah satu minggu di laut, Misran pun mulai merasa tak nyaman dengan kondisi kerja yang selalu dipaksa.

Karena dihantui dengan rasa kesal, lelah, dan kurang istirahat, Misran menemukan hal yang mencurigakan. Sebuah buku catatan tentang gaji Ia temukan. Misran tersentak membaca catatan di buku kecil itu.

Dalam catatan buku tersebut, gaji yang akan dibayar oleh tauke setelah sampai di karimun bukan Rp5,5 juta per bulan seperti yang dijanjikan pada awal kesepakatan. Nantinya mereka hanya dibayar Rp1,5 juta per bulan. Berarti selama enam bulan di laut, Misran hanya membawa uang pulang senilai Rp9 juta. Tentu lah impiannya pupus seketika itu juga. Karena mimpi untuk memiliki rumah dari hasil laut, bagai menggantang asap mengukir langit ( tak akan tercapai).

Sejak saat itu, Misran mulai protes dan minta pulang ke darat. Tetapi, Aheng sang tauke tetap saja tidak
mengabulkan keiinginan Misran.

Perjalan mencari ikan terus dilakukan. Sampai
lah kapal mereka di perairan Tambelan, dekat Pulau Tukung Kemudi. Sampai di pulau itu, Misran mulai berontak dan nekad harus berhenti melaut. Karena nilai gaji yang akan diterima selama enam bulan di laut sangat minim. " Lebih baik saya pulang kampung kerja bangunan," ujarnya.

Karena sudah kesal dengan sikap Misran yang selalu berontak, hampir 1,5 kilometer jarak kapal mereka dari Pulau Tukong, Misran disuruh terjun oleh Aheng.

" Jika kamu ingin ke darat, silakan terjun dan berenang ke pulau itu," ungkap Misran mengikuti perkataan bosnya saat itu.

Rasa takut melihat laut bercampur aduk ingin bebas dari cengkraman. Misran pun memberanikan diri untuk terjun dari kapal ikan tersebut dan berenang selama 2 jam ke Pulau Tukong Kemudi.

Saat hendak terjun, teman-teman Misran di kapal hanya bisa memandang iba dan sedih melihat teman seperjuangan di laut harus terjun mengarungi derasnya laut China Selatan dan goyangan gelombang.

" Saya sudah nekad. Biarlah saya mati di laut saat itu. Yang penting saya harus keluar dari kapal dan kembali ke Medan. Padahal, jika mereka mau, kapalkan bisa lebih merapat ke pulau, bukan di tengah laut," kata Misran kepada wartawan, Sabtu (31/5), di atas Kapal Jedayat dalam perjalanan pulang ke Kijang, dari Tambelan.

Misran pun terjun ke laut dengan berbekal pelampung. Dua jam berenang, Misran belum juga sampai ke Tukong Kemudi.

" Saya sudah lemas. Tetapi saya terus saja berenang menuju ke darat. Kaki saya sempat dipatuk (digigit) ikan saat berenang, " imbuhnya mengenang kejadian yang paling pahit yang dialami Misran.

Lebih dari dua jam berenang, Misran mendengar bunyi mesin pompong nelayan
Tambelan yang mencari ikan di dekat Tukong. Tau ada secercah harapan untuk hidup
, Misran pun langsun berteriak minta tolong sampai suaranya hilang tak kedengaran. Kemudian, pompong tersebut mendekat dan membawa Misran ke Tukong.

" Hati saya lega bukan main. Saya bisa sampai di Tukong dan mengucapkan terima kasih kepada nelayan Tambelan yang berhasil menyelamatkan saya," ungkap Misran.

Misran kemudian dititipkan di Tukong Kemudi. Tukong Kemudi ialah pulau yang paling luar dari Kecamatan Tambelan, biasa ditempuh enam jam dari kota Tambelan. Pulau tersebut dihuni sekitar lima keluarga. Mereka menjaga telor penyu dan perkebunan kelapa. Misran menginap di Tukong selama empat hari kemudian dia diantar ke Tambelan.

Sampai di Tambelan, Misran langsung membuat laporan polisi terhadap kejadian yang
dialaminya. Sampai saat ini, belum ada kelanjutan mengenai laporan tersebut.

Di Tambelan, Misran tinggal selama lebih kurang satu tiga minggu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Misran bekerja membangun jalan raya di Tambelan. Saat ini, di Tambelan sedang melakukan pelebaran jalan raya. Saat Bupati Bintan Ansar Ahmad berserta rombongan
sampai di Tambelan 30 Mei, dan pulang 31 Mei, Misran ikut pulang bersama Bupati Bintan dan rombongan. Kepulangan Misran ke Belawan sepenuhnya dibantu oleh Pemkab Bintan.

" Kasihan dia. Sesama manusia, kita harus membantu agar dia pulang ke kampung halamannya," ujar Ansar Ahmad kepada wartawan di dalam Kapal Jadayat, Minggu (1/6).


Ansar ketemu dengan Misran di atas kapal. " Sebenarnya dia (Misran) mau ketemu saya di Tambelan. Tapi karena banyak acara, baru bisa ketemu di Kapal," kata Ansar.

Di buangnya anak buah kapal bukan lah hal yang baru ditemukan di Tambelan. Nelayan asal Thailand pernah ditemukan nelayan Tambelan karena dibuang dari atas kapal oleh bos mereka. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1996.

Saat itu ada dua orang, Akhirnya mereka diselamatkan oleh warga Tambelan dan dipulangkan kembali ke Thailand setelah cukup lama menetap di Tambelan. (robby patria)









"Perjaka Ku dan Perawannya", Hilang di Singapura

Perjalan ke Singapura ditempuh lebih kurang satu jam dari Pelabuhan Harbour Bay, Batuampar, Batam. Melalui pelabuhan khusus pariwisata tersebut, saya ke Singapura. Di negara kecil itu, pertama kali ku lepas belenggu selama ini menganggu. Tak sengaja, perjaka dan perawan hilang di sana hanya melalui satu sentuhan. Klop, klop, dan klop, akhirnya barang itu sudah tak lagi perjaka dan perawan. Ternyata tidak sulit untuk lepas dari semua itu.

Sekitar pukul 07.15 WIB kami pun berangkat dengan menggunakan Feri Web Master. Pemandangan di dalam feri memang beda dengan feri domstrik yang biasa mengangkut penumpang dari Telangga Punggur ke Tanjungpinang. Kali ini merupakan feri jalur internasional kondisinya bagus. Tak ada bau, dan sampah. Berkali-kali awak kapal mengingatkan agar membuang sampah di tampat yang sudah disediakan.

Selama dalam perjalanan, pemandangan kapal-kapal yang berlabuh di sepanjang Selat Philip membuat suana cukup hidup. Ratusan kapal besar dan kecil lalu lalang di selat yang katanya paling ramai di dunia itu. Dari data asosiasi perkapalan dunia, setidaknya ada 550 kapal besar dan kecil melalui selat itu setiap hari.

Sayangnya, Batam masih sedikit memanfaatkan letak straegis yang langsung berhadapan dengan Singapura. Negara yang memiliki jumlah penduduk lebih kurang 4,5 juta itu yang memanfaatkan letak strategis. Indonesia masih belum percaya diri untuk mengelola jalur Philips.

Tak lama kemudian, feri yang saya naikki mulai menurunkan kecepatan. Saat saya melirik ke ponsel, ternyata sudah tak dapat sinyal lagi. Saya lupa kalo belum mendaftarkan dulu ke Telkomsel jika ingin bepergian ke luar negeri. Padahal operator seluler terbesar Indonesia itu sudah memberikan fasilitas untuk menggunakan fasilitas roaming internasional. Jika tak mendaftar, maka sinyal pun hilang.

Ketika saya melihat dari arah kiri lambung kapal, bangunan pencakar langit di Singapura pun jelas terpampang. Biasanya bangunan yang berada di dekat kawasan finance Singapura itu hanya dilihat dari Batam. Lebih dekat dari Kecamatan Belakang Padang. Sekarang, bangunan itu saya lewati di depan mata sendiri. Luar biasa sampai lebih 45 lantai tingginya.

Kawasan wisata terpadu Sentosa pun mulai terlihat. Kereta gantung dari Harbour Front lalu lalang ke Pulau Sentosa. Di Pulau itu nantinya, dijadikan pusat perjudian terbesar di Asia Tenggara. Melalui Sentosa, Singapura menargetkan kunjungan wisata 2010 mencapai 20 juta orang. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk Singapura yang hanya 4,5 juta.

Dengan dilengkapi dengan pusat perbelanjaan yang terintegrasi dengan kawasan wisata, kawasan wisata anak-anak, maka Sentosa semakin menarik. 2010, negara itu membutuhkan tenaga kerja sebanyak 15.000 orang untuk bekerja di Sentosa.

Bahkan mall di dekat Harbour Front yang saat ini sedang dibangun menjadi mall terbesar di Singapura.
Jika satu keluarga pergi ke Sentosa, maka sang bapak bisa menikmati permainan judi. Lalu ibu shopping dan anak bisa bermain sepuasnya di lokasi permainan anak-anak yang akan mengalahkan Desney Land Hongkong itu.

Kemudian, sekitar pukul 08.15, waktu Indonesia, feri yang saya naikki pun sampai di pelabuhan Harbour Front. Penumpang dengan cepat langsung berlari menuju ruang pemeriksaan Imigrasi. Ternyata, antrean pun panjang. Ya, membutuhkan waktu sampai 30 menit untuk bisa lolos dari pemeriksaan petugas. Karena antreannya panjang.

Tetapi jika ada gerak gerik yang mencurigakan,maka pemeriksaan bisa sampai 1 jam
ataupun bisa ditahan di ruangan imigrasi. Begitu ketatnya Singapura menerapkan aturan.

Tak ayal, sempat muncul rumur, jika penumpang dari Batam akan dipindahkan ke Tanah Merah yang berada di ujung Pulau Singapura. Karena Harbour Front mau dijadikan pusat kapal pesiar dengan fasilitas yang wah. Antrean yang panjang membuat suasana kurang nyaman. Maksudnya, jika penumpang dari Batam dipindah ke Tanah Merah, maka antrean akan minim. Sehingga menambah wibawa Singapura sebagai negara yang rapi dari segi apapun.

Setelah melalui pemeriksaan oleh petugas Imigrasi, saya langsung menuju tempat bis yang akan membawa saya ke Singapura Expo, dekat Changi. Perjalan ditempuh sekitar 20 menit dari Harbour Front.

Kondisi bis yang saya tumpangi pun mencerminkan negara ini memang luar biasa. Dalam bis-nya harum. Gambar hewan selalu menghiasi. Waktu itu, tour leadernya bernama Nita yang menceritakan kisah Singapura menyambut ajang balap formula satu yang bergengsi itu.

Dalam perjalan menuju ke Changi, tempat berlangsungnya pameran telekomunikasi Asia, Nita pun bercerita panjang lebar tentang Singapura. Jika kita ke Bali, maka kita akan mendengarkan cerita eksotis tentang Bali. Dan berbagai sejarah yang ada di sana. Untuk di Singapura, tak banyak cerita sejarah yang bisa diperoleh. Hanya Rafles saja yang menjadi sejarah istimewa yang membuka Singapura menjadi negara kaya.

Karena Rafles begitu pupuler, tak ayal, nama Rafles pun menjadi nama kebesaran di Singapura. Lembaga pendidikan terbaik di negara itu dikasi nama Rafles. Hotel terbaik, rumah sakit terbaik, sampai fasilitas lainnya pasti menggunakan nama Rafles
sebagai simbul keanggungan terhadap tokoh tersebut.

Dulu Singapura di tahun 1819 hanya sebuah pulau kecil untuk kampung nelayan. Berkat Rafles, pulau itu menjadi negara terkaya.
Negara hanya hanya semula memiliki luas 300-an kilometer per segi, kini menjadi 600-an kilo meter. Ya, berkat pasir di Indonesia, khususnya dari Kepulauan Riau, pulau itu bertambah besar. Sementara, bekas penambangan pasir di Kepulauan Riau meninggalkan lubang besar untuk sarang nyamuk malaria. Sungguh malang nasib warga yang tinggal di dekat lokasi tambang tersebut menjadi santapan nyamuk. Pengusaha menikmati uangnya. Masyarakat menikmati gigitan nyamuk malaria yang tak jarang menelan korban.

Perjalanan dengan menggunakan bis cukup menyenangkan. Pemandangan gedung pencangkar langit Singapura yang tinggi dan kota yang bersih dan hijau membuat suasana di kota itu sangat indah.

" Konsep pembangunan Singapura negara yang berada dalam kebun. Mungkin kita tak percaya, jika hutan di Singapura masih 70 persen terpelihara dengan baik. Coba lihat Batam, yang sudah gundul di sana-sini. Sungguh pemandangan yang sangat tak mungkin untuk dibandingkan. Karena memang tak seimbang untuk dibandingkan. Dengan kondisi hijau, bernafas di Singapura masih sehat.Cuaca panas juga tidak terasa.

Selain menggunakan bis, warga negara Singapura dan pendatang bisa menggunakan kereta api yang sudah tersedia dimanapun kita berada. Kereta api ini transportasi massal yang tergolong murah. Hanya beberapa dolar Sing, bisa keliling Singapura. Cocok untuk petualang sejati.

Kemudian, sampai lah kami di Singapura Expo yang sudah dilakukan 19 kali. Setidaknya ada 1.600 perusahaan asing ikut serta di pameran terbesar di Asia itu. Semua perusahaan bidang telekomunikasi dan infomasi teknologi pasti mengikuti pameran yang bertujuan mencari rekanan bisnis. Tak heran, jika memasuki arena seluas lapangan bola kaki itu harus membawa kartu nama. Tanpa kartu nama anda tak akan dilayani oleh peserta pameran.

Berada di pameran itu membuat kita sedang berada di alam teknologi yang tak bisa dijumpai di manapun. Kita bisa menyaksikan produk-produk terbaru dari perusahaan multinasional yang sudah memiliki nama besar seperti Samsung, LG dan perusahaan lainnya.

Kami saat itu diberikan satu tas dari panitia yang berisikan pelbagai kertas produk. Ketika berkunjung ke Samsung, saya dikasi flashdist yang memorinya mencapai 2 giga bait. Di Indonesia kemungkinan besar belum dijual, ha ha ha. Sales Promotion Girls (SPG) yang Samsung yang menggunakan pakaian mini membuat suasana di sana sangat tak bosan-bosanya dilihat. Belum lagi pelbagai produk Samsung seperti ponsel, TV, laptop dipajang. Produk teranyar itu belum dijual untuk pasar Indonesia. Di CommunicAsia saya bisa menyaksikan secara langsung produk itu. Harganya pun masih mahal.


Orchad yang Bebas

Setelah leluasa melihat stand pameran, kami pun harus meninggalkan Singapura Expo. Tujuan kami untuk makan siang. Dengan menu seadanya, kami pun pergi menyantap makanan masakan warga Singapura. Setelah itu, kami ke Orchad Road, markas perbelanjaan ternanama di sana.
Ternyata, banyak orang Indonesia yang belanja. Siapa bilang orang Indonsia miskin. Memang krisis ekonomi dan banyak mendapat Bantuan Langsung Tunai, tetapi banyak juga yang menghamburkan uang di Orchad. Suasana Orchad yang banyak dihiasi gedung tinggi membuat suasana semakin menarik.
Berbagai jenis bangsa bisa dilihat di sana. Mulai dari kulit hitam sampai mata biru ada di sana. Mereka sibuk dengan belanja, ataupun hanya sekedar cuci mata.

Kawan saya sempat kaget. Karena dia melihat sepasang kekasih berciuman dengan penuh nafsu di pelataran mal. '' Saya jadi ingat orang rumah nih," katanya bercerita heran melihat kebebasa di Orchad. Di sana juga ternyata ada pengamen. Bedanya dengan di Indonesia, pengamen di Singapura lebih berkelas. Musik yang dimainkan pun lebih menawan. Dengan menggunakan satu gitar, pengemen tersebut duduk dan memainkan musik dengan penuh pesona. Ya, pengamen pun masih ada di Singapura.

Singapura memang pusat belanja yang menarik. Berapapun uang yang dibawa, bisa dipastikan akan ludes, jika tak kuat menahan nafsu. Barang harga puluhan juta tersedia. Yang jelas, jika ke sana sebaiknya membeli parfum dan barang elektronik. Hanya itu yang membedakan dengan barang Indonesia. elektronik jauh lebih murah dibanding dengan Indonesia. Pasalnya, disana bebas pajak. Sedangkan di Indonesia masih kena pajak yang membuat harga barang jadi lebih mahal.

Selain parfum dan elektronik yang murah, paha wanita juga murah. Dengan mata telanjang, kita bisa menyaksikan pemandangan wanita yang tak menutup aurat. Kendati demikian, ada juga yang menggunakan kerudung. Bule, warga Chines kebanyakan menggunakan pakaian yang minim. Jika ke Orchad, mata kembali segar dengan pemandangan yang luar biasa.

" Saya betah di sini. Tetapi duitnya pulak yang tak cukup," ungkap salah satu teman saya dari Batam.

Negara bekas jajahan Inggris itu tahu betul dengan kondisi sumber daya alam yang terbatas, membuat mereka harus mengandalkan sektor jasa perdagangan, pariwisata, keuangan, industri, perkapalan dan bidang lainnya. Sehingga, negara yang lebih kecil dari Batam itu sangat maju dan modern.
Jika tidak kaya raya, mana mungkin pelaksanaan F1 yang akan digelar September mendatang bisa terlaksana di Singapura. Negara itu mempersiapkan perhelatan akbar itu dengan apik. Sampai saat ini, jumlah hotel di Singapura sudah di-booking. Tak ayal, hotel Batam apun kebagian jatah luberan penonton F1. Siapa yang tak ingin menonton F1 pada malam hari menggunakan track di kawasan Marina Bay. Suara mesin mobil tersebut akan memecah keheningan malam di Singapura. Ribuan pasang mata akan menyaksikan balapan dari atas jalan dan melalui hotel. Pergelaran itu menambah daya tarik Singapura di mata dunia. Pemerintah Singapura sadar betul, karena tak memiliki sumber daya alam, mereka memanfaatkan jalur strategis untuk kemakmuran rakyat yang jumlahnya lebih kecil dari pada penduduk Sumatera Utara.

Singapura memang memiliki kenangan yang indah. Pertama kali ke sana aku merasakan sesuatu yang berbeda. Begitu juta teman wanita ku yang memiliki rupa tak kalah jauh dengan artis Sandra Dewi em, em.

Kami menghabiskan waktu bersama di sana dengan penuh gembira. Kamera digital selalu di tangan. Ada objek yang bagus, langsung diabadikan.

Terkadang dalam pikiran saya berpikir kok baru kali ini ke Singapura. Padahal, kakak saya di sana. Dan sudah mengubah kewarganegaraan Singapura. Dia menikah dengan warga Singapura yang saat ini dikarunia dua anak. Andai saya ada waktu dan dana, tentunya, setiap saat pergi ke sana. Tetapi baru Juni 2008 baru menginjak kan kaki ke Singapura. Dari rombongan kami 40 orang, ternyata Tiara, wanita cantik itu juga belum pernah ke Singapura.

Dalam hati saya berkata," saya ada teman nich."

Saat perimeriksaan imigrasi Singapura, saya grogi. Jika tak bisa masuk abislah. Harus ditahan di Singapura. Ternyata, wajah saya bukan tipe yang mencurigakan. Begitu pula dengan Tiara yang memiliki wajah oriental dan memikili kulit kuning langsat itu.

Akhirnya paspor kami pecah perawan dan perjaka. " Klop,Klop, klop bunyi stempel mengesahkan tanda kunjungan ke Singapura.

"Bagaimana rasanya pecah perawan? Tanya Widodo, petinggi perusahaan telekomunikasi di Indonesia pada Tiara. Dengan tersenyum gadis manis itu menjawab," luar biasa". Waktu itu saya hanya merasakan malu saja dalam pikiran. Masa memasuki umur kepala dua, baru satu kali ke Singapura. Moga ini bukan yang menjadi yang terakhir. Amin. (robby patria)
























Saat Biaya Hidup di Batam Tertinggi di Indonesia

Pulau Batam merupakan surga pencari kerja. Batam Kota Investasi. Batam juga menjadi menjadi kawasan percontohan kawasan Ekonomi khusus di Indonesia.Dibalik semua itu, Batam juga menjadi kota dengan biaya hidup tertinggi setelah Irian Jaya. Hidup di Batam lebih keras dibanding, Jakarta, Medan, Surabaya, apalagi Yogyakarta.

Ribuan pekerja makan indomie pengganti nasi. Hal itu untuk menghemat biaya hidup di Batam. Masihkan Batam menarik untuk dijadikan kota bertahan untuk mengadu nasib?

Secara giografis, Batam yang terletak berdekatan dengan Singapura dan Malaysia memiliki keunggulan kompetitif dibanding dengan daerah lain. Namun, jauhnya jarak dengan provinsi lain di Indonesia membuat barang kebutuhan hidup di kota ini menjadi mahal. Pemerintah daerah pun sulit mengontrol kenaikan harga. Sehingga, harga kebutuhan seperti sembako, makanan dan minuman menjadi mahal setelah sampai di Batam.

Harga barang konsumsi mulai melambung sejak November 2007. Faktor yang mempengaruhi kenaikan harga sembako dan produk pabrikan disebabkan naiknya nilai tukar kurs dollar AS, tingginya harga minyak dunia dan naiknya harga crude palm oil (CPO).Selain itu, terjadi gagal panen di Pulau Jawa. Effeknya juga dirasakan Batam yang kebutuhan barang konsumsi dipasok dari Jawa. Sehingga harga beras, gula, sayur-sayuran langsung melambung naik.

Kenaikan harga ini langsung dirasakan Ibu-ibu rumah tangga. Maiyanti, ibu rumah tangga di Perumahan Greenland, Batam Centre mengaku, kenaikan harga mulai dirasakan sejak November 2007.Akibat kenaikan tersebut, porsi belanja terpaksa harus dikurangi.

Dia menyebutkan dulu harga beras per karung cuma Rp130 ribu, kini sudah menjadi Rp170 ribu."Ada kenaikan sampai 30 persen.Belanja bulanan rutin untuk dapur yang semula hanya Rp450 ribu, kini menjadi Rp600 ribu per bulan," kata Maiyanti kepada Batam Pos, di Batam Centre, Minggu (13/1).

Menurut dia, harga barang konsumsi setiap hari selalu saja berubah. Bahkan tak jarang, ibu-ibu rumah tangga bertengkar dengan penjual yang selalu menaikan harga.

"Jika dulu uang Rp50 ribu sangat berarti saat belanja di warung, kini tak berarti lagi. Bahkan kita harus nombok lagi untuk mencukupi keperluan di dapur," ujar ibu dua anak ini.

Karena pendapatan suami terbatas, Maiyanti harus melakukan penghematan saat belanja di warung maupun belanja bulanan di Pasar Jodoh.

Pengakuan yang sama juga dikatakan Muharani, warga Bengkong Harapan. Menurutnya kehidupan di Batam saat ini memang sulit. Bayangkan, dulu satu kilo ikan benggol Rp5 ribu, kini sudah menjadi Rp16 ribu. Minyak goreng dari Rp6 ribu per kilo, naik menjadi Rp9 ribu.

"Adanya kenaikan itu, selera makan sudah berubah. Dulu sering makan sayur, kini mulai dikurangi," imbuhnya.Menurutnya, situasi Batam ini sangat menyenangkan sekitar tahun 2002 sampai 2003. Harga barang masih murah. Sekarang kondisi sudah berbeda.

Azizah, salah satu pekerja di kawasan Industri Tunas Batam Centre mengaku, besarnya biaya hidup di Batam memaksanya harus makan indomie di akhir bulan. Karena untuk membeli nasi dan sayur, keuangan sudah tak mencukupi. "Pokoknya jika sudah tanggal 15, siap-siap mengencangkan ikat pinggang.Indomie sudah dipersiapkan untuk menunggu gajian," ujarnya sambil tersenyum malu.

Jika sudah akhir bulan, tak jarang meminjam uang kepada teman-teman."Ya, gali lobang tutup lobang saja, mas.Abis gaji sebesar UMK tak mencukupi dengan biaya hidup di Batam," ungkapnya.

Anto dari Aliansi Pekerja Batam menyatakan, idealnya upah di Batam sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL) Rp1.150.000. Dengan Upah Minimum Kota (UMK) Rp960 ribu, maka nasib pekerja masih memprihatinkan. "Pekerja kurang sejahtera. Padahal mereka lah yang menggerakkan pertumbuhan ekonomi di Batam," katanya.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Batam Ahmad Hijazi mengakui tingginya biaya hidup di Batam akibat kenaikan harga.

Kenaikan itu menurutnya bukan hanya terjadi di Batam. Seluruh daerah di Indonesia mengalami hal yang sama. Situasi ini karena pengaruh global seperti naiknya harga minyak dunia, kenaikan CPO, tingginya nilai tukar dollar AS dan terjadi paceklik di Jawa.

Pemerintah dalam hal ini tak bisa berbuat banyak untuk menekan harga. Karena dari daerah penghasil sudah menaikkan harga barang.Sehingga distributor di Batam juga harus menaikkan harga untuk menutupi kerugian.

Pemerintah, jelasnya, hanya bisa melakukan kontrol harga ke distributor dan agen tunggal. "Jangan sampai mereka menaikkan harga di luar batas. Ini yang selalu kita pantau," ungkap Hijazi.

Diprediksikan harga barang sembako ini akan mengalami penurunan sekitar Maret. Dikarenakan daerah penghasil di Jawa dan Sumatera mulai panen.

Ditambah dengan sudah berlakunya perdagangan bebas di Batam. Sehingga harha beras dan gula yang merupakan barang impor tak dikenakan pajak. "Sehingga harga beras bisa kembali ke harga Rp4000-an per kilogram. Sedangkan gula bisa Rp5.000 per kilogram," ujarnya optimis.

Hijazi mengatakan, FTZ tidak sertamerta membuat harga barang konsumsi pabrikan seperti susu, sampho, odol gigi, dan produk lainnya menjadi murah. Hanya produk impor saja yang bisa murah. Pekerja di Batam hanya bisa menikmati murahnya beras dan gula.***




Beli Ikan Tak Lagi per Kilo

Kenaikan harga sembako yang terjadi di Batam cukup menyulitkan ibu rumah tangga (IRT) mengatur keuangan.Apalagi pendapatan suami masih tetap, sedangkan biaya justru bertambah pengeluarannya.Bagaimana cara ibu-ibu menyesuaikan kenaikan barang tersebut?

Yanti, ibu rumah tangga dengan dua anak ini mulanya enggan menceritakan mengenai kondisi keuangan rumah tangganya. Namun, dengan sedikit malu, ibu rumah tangga dengan penghasilan suami per bulan Rp4 juta ini mau juga menjelaskan cara mengatur keuangan.

Menurut Yanti, yang tinggal di salah satu perumahan di Batam Centre, kenaikan harga sembako, sayur, dan barang perlengkapan seperti odol, sabun dan lain-lainnya terasa sejak November 2007.

Akibat kenaikan tersebut, jumlah anggaran untuk belanja rutin dapur pun jadi membengkak. Biasanya dalam satu bulan Yanti mengeluarkan Rp4.000-5.000 untuk kebutuhan mendasar dapur. Di luar membeli sayur-sayuran di sekitar warung dekat rumah.

Kini, sejak kenaikan harga, biaya per bulan yang harus dikeluarkan mencapai Rp500-600 ribu untuk kebutuhan dapur. Belum lagi untuk biaya belanja dua orang anaknya yang kini duduk di bangku SMP dan SMA. Untuk ke dua orang anaknya itu, per bulan harus mengeluarkan biaya tetap Rp850 ribu.Dengan rincian Rp 350 ribu untuk anak yang masih SMP dan Rp500 ribu untuk SMA.

Diceritakan Yanti, sejak kenaikan harga menjelang Idul Adha, Yanti harus memaksa sehemat mungkin untuk menjaga dapur agar tetap ngepul.

Dia mencontohkan, dulu harga ikan bonggol Rp6.000, kini sudah menjadi Rp16.000 ribu per kilo. Harga beras per karung Rp125 ribu, sekarang menjadi Rp165-170 ribu. Harga sayur kangkung dari Rp5.000 per kilogram jadi Rp 7.000. Minyak goreng dari Rp6.000 naik menjadi Rp9.000."Saya hanya membeli ikan seharga Rp 6.000. Berarti sekitar 4 ons, lah.Tujuannya untuk menghemat keuangan. Bukan hanya membeli ikan, membeli sayur pun sudah pakai ons.

Pokoknya, kata Yanti, jika dulu makan ikan dengan lahap, kini jumlahnya sudah berkurang. "Kita juga memilih ikan yang harganya paling murah. Inilah cara untuk menghemat keuangan," ujar Yanti.

Jangan ditanya mengenai beli baju baru sebulan sekali, Yanti menegaskan, dia membelikan baju untuk anaknya hanya dua kali dalam setahun. Apalagi untuk membeli pakaian sendiri dan suami, hampir dikatakan jarang.

Sinta, ibu satu anak tinggal di Tiban Kampung, juga mengeluhkan naiknya harga sembako. Menurut Sinta, situasi sekarang ini lebih parah dibandingkan dengan tahun 2003. Dulu dengan uang Rp50 ribu, sudah bisa makan enak bersama suami.

Dengan penghasilan suami yang pas-pasan, Sinta dituntut untuk mengelola keuangan dengan efiesien.Barang yang dibeli pun, harus untuk kebuhan sehar-hari.

"Pokoknya harus hemat. Jika tidak, bisa ngebon ke warung," katanya.

Dalam satu bulan, Sinta mengeluarkan uang belanja dapur sampai Rp 400 ribu. Belum biaya air, listrik dan susu anak.

Saking mahalnya harga barang, kata Sinta, ibu-ibu yang belanja di warung setiap hari selalu mengeluh. Bahkan presiden pun sampai di salahkan karena tak bisa menjaga harga untuk stabil.

Sedangkan menurut Setyasih Priherlina yang juga anggota DPRD Kota Batam, kenaikan harga saat ini memang memberatkan. Sementara pendapatan masyarakat masih tetap.

Lina, panggilan akrap politisi PAN ini mengatur keuangan secara khusus. "Untuk urusan dapur, saya punya prioritas kebutuhan selama satu bulan ke depan. Dan anggaran tersebut tak diganggu gugat," ujarnya.

Lina mengharapkan pemerintah harus memfungsikan Dinas Perdagangan dan Industri untuk mengendalikan harga. Selama ini, belum ada niat tulus untuk mengendalikan stabilitas harga."Semua masih diserahkan ke mekanisme pasar. Padahal, pendapatan masyarakat sulit untuk mengikuti lajunya perubahan kebutuhan," ujarnya.

Menurutnya, di Batam terjadi sistem liberalisasi ekonomi. Sehingga masyarakat kecil sulit mengikuti perubahan.

Untuk menyesuaikan kenaikan harga ini, lanjut Lina, semua pemakaian dipangkas. Lina yang memiliki dua mobil, yang dulu menggunakan pertamax, kini menggunakan premium.

Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari, Lina menganggarkan Rp600 ribu per bulan. Belum untuk biaya pulsa, air, listrik, sekolah anak-anak dan komunikasi konstetuen. "Jika, doku kurang, saya bisa memangkas sampai separuh," ujar Lina.***



Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Batam Ahmad Hijazi menyatakan, terjadinya kenaikan harga untuk sejumlah komoditi sayur dan makanan bukan hanya terjadi di Batam. Seluruh daerah di Indonesia mengalami hal yang sama.

Kenaikan barang produksi dan konsumsi dikarenakan naiknya harga minyak dunia, kenaikan CPO, tingginya nilai tukar dollar AS dan terjadi paceklik di Jawa.

"Pemerintah dalam hal ini tak bisa berbuat banyak untuk menekan harga. Karena dari daerah penghasil sudah menaikkan harga barang.Sehingga distributor di Batam juga harus menaikkan harga untuk menutupi kerugian," ujar Hijazi.

Disperindag, jelasnya, hanya bisa melakukan kontrol harga ke distributor, agen tunggal, dan mengawasi harga di pasar jangan sampai terlalu tinggi. "Harga di pasar selalu kita pantau.Jangan sampai mereka menaikkan harga di luar batas," ungkap Hijazi.

Dia memprediksikan harga barang sembako ini akan mengalami penurunan sekitar Maret. Dikarenakan daerah penghasil di Jawa dan Sumatera mulai panen.

Ditambah dengan sudah berlakunya perdagangan bebas di Batam. Sehingga harha beras dan gula yang merupakan barang impor tak dikenakan pajak. "Sehingga harga beras bisa kembali ke harga Rp4000-an per kilogram. Sedangkan gula bisa Rp5.000 per kilogram," ujarnya optimis.

Hijazi mengatakan, FTZ tidak sertamerta membuat harga barang konsumsi pabrikan seperti susu, sampho, odol gigi, dan produk lainnya menjadi murah. Hanya produk impor saja yang bisa murah. Pekerja di Batam hanya bisa menikmati murahnya beras dan gula.


Kendati harga mulai naik, pertumbuhan ekonomi di Batam tetap tertinggi di Indonesia. Sayangnya, tingginya pertumbuhan ekonomi tidak memberikan effek yang baik untuk kesejahteraan masyarakat Batam secara menyeluruh.

hal ini terjadi, disebabkan, pertumbuhan ekonomi Batam dipengaruhi oleh industri perkapalan, offshore, dan industri yang merupakan penanaman modal asing.

''Karena industri perkapalan Penanaman Modal Asing (PMA), aliran keuangan di bidang itu banyak mengalir ke luar negeri. Batam kurang menikmati dana tersebut, kecuali hanya orang tertentu," ujarnya.

Lain halnya jika industri yang berasal dari dalam negeri seperti perhotelan, pariwisata, dan perdagangan lainnya. Jika sektor ini membaik, maka akan memberikan efek yang sangat besar bagi kesejahteraan masyarakat Batam. "Sebab, mereka bisa langsung terlibat di dalamnya," jelas Hijazi.

Dari dulu, lanjutnya, Batam diciptakan tempat industri berteknologi tinggi yang berasal dari negara maju.***


Kenaikan UMK Tak Lagi Berarti


Setiap akhir tahun, harga beberapa komodoti kebutuhan hidup dipastikan naik mengikuti kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) yang baru saja naik. Sehingga, kenaikan UMK tak lagi berarti dan tak menolong buruh dari himpitan ekonomi.

Angin malam berhembus ringan menyelimuti malam. Jarum jum dinding menunjukkan pukul 21.30 WIB. Wajah Topan (23) terlihat kusut, rambutnya pun acak-acakan. Bajunya juga tampak kumal.Maklum, dia saat baru saja pulang dari tempat kerja. Topan, sehari-harinya bekerja sebagai karyawan di perusahaan penghasil roti ternama di Batam centre.

Pendapatan Topan per bulan sebagai digaji Rp1.100.000. Walaupun di atas UMK Batam sebesar Rp960 ribu, namun Topan masih merasakan panghasilannya kurang mencukupi kebutuhan biaya hidup di Batam yang tertinggi di Indonesia. Batam berada diurutan ke dua setelah Irian Jaya.

Pengeluaran rutin Topan sebagai anak kos, yang jelas membayar kos per bulan Rp350 ribu. Biaya dua kali makan satu hari Rp600.000. Dan biaya transportasi sebesar Rp 200.000.Berarti gaji Topan yang tersisa cuma Rp 50.000.Belum lagi untuk biaya pulsa dan keperluan dandan agar terlihat tampan.

Tak ayal, gaji yang di dapat masih kurang. Diakhir bulan, Topan sudah mulai memasak indomie untuk menahan lapar.

"Tanggal 21 udah mulai cari pinjaman, Mas. Entar, kalau udah gajian langsung dibayarkan ke teman," aku pemuda lajang yang berbadan kekar tersebut.

Waktu kerja topan pergi pagi hari dan pulang malam hari, membuatnya jarang berada di kos pada siang hari. Karena sering di luar kos, biaya menjadi bertambah. "Memang hidup di Batam membutuhkan biaya besar. Jauh lebih besar dari hidup di Pekanbaru," katanya.

Jangan tanya soal tabungan. Selama dua tahun bekerja di Batam, Topan belum memiliki tabungan. "Bagaimana untuk menabung, makan aja sulit," ujarnya sambil ketawa.

Namun dengan situasi ekonomi yang kian sulit, Topan masih betah berada di Batam. Dengan harapan, suatu saat nanti, biaya hidup di Batam kembali murah seiiring dengan dijadikannya Batam kawasan perdagangan bebas.

"Mudah-mudahan dengan FTZ, Batam kembali jaya," harapnya.


Sedangkan dari pengakuan Azizah yang bekerja di kawasan Tunas Industri, Batam Centre, gaji dari perusahaan masih sebesar UMK tak banyak menolong. Walaupun sudah naik dari Rp860.000 menjadi Rp960.000, karena harga barang naik, maka nilainya tambahan Rp100.000 kurang berarti.

"Kita ke Batam ini hanya untuk bekerja. Kan malu di kampung jadi pengangguran. Walaupun susah di Batam, harus dijalani," ujar Azizah yang sehari-harinya tinggal di Bengkong.

Menurut Azizah, kebutuhan sebagai wanita sangat banyak dibanding pria. Seharusnnya UMK Batam itu sesuai dengan KHL Rp1.150.000. "Jika UMK sama dengan KHL, kita bisa bernafas. UMK sekarang tak cukup membantu, karena di bawah KHL," ujar dara manis asal Sumatera Barat itu.

Walaupun ditambah dengan penghasilan lembur, tetap saja, dari pengakuan Azizah, pekerja wanita yang digaji dengan UMK masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup laik di Batam.

Pemerintah, lanjutnya, mestinya harus menyediakan transportasi massal dan rumah susun murah. Karena biaya transportasi dan sewa kos sudah menguras gaji.
"Kita minta pemerintah berpihak ke buruh dengan membangun rumah susun murah," harapnya.


Sudah menjadi kebiasaan, katanya, diakhir bulan, meminjam dengan teman yang memiliki uang sisa. "Anak PT (buruh pabrik)sudah biasa dengan, pinjam bulan ini, dan diganti bulan depan. Ya, gali lobang tutup lobang aja kerjanya," katanya.

Terkadang, jika sudah tak ada yang meminjamkan uang, terpaksa menghubungi keluarga di Padang untuk ditransfer uang. "Dari pada kelaparan, lebih baik minta sama orang tua," ujarnya manja.


Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri, Abdullah Gosse menyatakan, berapapun upah yang dibayar pengusaha, jika pemerintah tak bisa menekan KHL, maka UMK tak akan ada artinya.

"Pemerintah harus bisa menekan komponen tertinggi KHL seperti sewa kos, dan transportasi.Ini yang harus dijaga jangan sampai mahal," ujar Gosse. Jika setiap tahun terjadi kenaikan upah, lanjutnya, akan memberatkan pengusaha. (robby patria)


































































Rumitnya FTZ di BBK Jika Menunggu DKN

kota Singapura yang sudah menerapkan FTZ. by robby patria.
---------------

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum menetapkan Dewan Kawasan (DK) sebagai lembanga yang mempayungi pelaksanaan Free Trade Zone atau Kawasan Perdagangan Bebas di Batam, Bintan dan Karimun (BBK). Bahkan isu terbaru yang membuat keanehan, DK akan ditetapkan setelah pemerintah membuat dulu Dewan Kawasan Nasional (DKN. Hal ini pernah dikatakan Menteri Sekretaris Kanbinet Hatta Rajasa belum lama ini di Jakarta. Berapa lama lagi masyarakat Kepri harus menunggu keputusan penting untuk mendongkrak perekonomian di BBK?

Meskipun Undang-Undang (UU) Nomor 44 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, telah diundangkan pada 1 November 2007, dan beberapa saat sebelumnya yakni 20 Agustus 2007, telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46, 47 dan 48 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun, namun realisasi dari kebijakan-kebijakan tersebut dalam praktiknya sampai saat ini belumlah efektif. Banyak investor masih melihat dan menunggu keputusan Dewan Kawasan di tetapkan oleh presiden. Karena setelah DK ditetapkan, maka investasi di BBK memberikan sejumlah fasilitas yang begitu wah untuk dunia investasi. BBK akan menjadi surga investasi karena dengan berbagai kemudahan yang diberikan salah satunya bebas bea masuk untuk barang mewah.

Mencermati masalah tersebut, staf ahli Gubernur Kepri Bidang Politik dan Kebijakan Publik yang mengikuti proses FTZ, Agustar menilai permasalahan krusial saat ini adalah belum terbentuknya Dewan Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (DK-BBK) selaku lembaga implementator kebijakan dimaksud. Sehingga dunia investasi di BBK masih stagnan. Bahkan ada juga sudah hengkang duluan sebelum menikmati lezatnya "kue" FTZ.

Malah informasi terakhir yang berkembang, kata Agustar, pembentukan DK-BBK menunggu terbentuknya Dewan Kawasan Nasional (DKN) terlebih dahulu. Menurut Mensesneg Hatta Radjasa, karena Dewan Kawasan Nasional adalah yang akan membawahi Dewan Kawasan di daerah.

Mencermati persoalan di atas, Agustar menilai tentunya banyak pertanyaan yang akan muncul ke permukaan. Secara azas legalitas dari mana sebenarnya sumber hukum DKN, karena tidak diamanatkan dalam UU Nomor 44 Tahun 2007, dan mengapa pembentukan DK kesannya sangat tergantung DKN? Dikarenakan DK ditetapkan oleh Presiden, tidakkah DK bertanggung jawab langsung ke Presiden, bukan kepada DKN? Apabila kelembagaan DKN merupakan amanat UU yang lain, bukankah yang terjadi sebenarnya adalah sebuah UU telah mensubordinasikan UU lain, yang secara azas yuridis normatif seharusnya tidak boleh terjadi?

" Barangkali ada beberapa persepsi tentang keberadaan DKN, karena keberadaannya yang masih misteri sampai saat ini dalam ranah free trade zone (FTZ)," ujarnya kepada Batam Pos, Rabu (7/5) di Batam Centre.

Namun sampai saat ini, lanjutnya, masyarakat Kepri masih menunggu keputusan penting presiden tersebut.
Bisa saja , katanya, persepsi DKN sebagai sebuah instrumen teknis Presiden belaka, katakanlah tidak lebih dari sebagai tim task force semata yang dibentuk oleh Presiden dalam menangani urusan-urusan FTZ. Dalam artian, DKN bukanlah lembaga struktural dalam kebijakan FTZ, sehingga DK tidak bertanggung jawab kepada DKN tetapi tetap ke Presiden kendatipun melalui DKN selaku sebuah instrumen.

Kalau demikian adanya, maka penetapan DK oleh Presiden sebenarnya tidak perlu atau tidak ada kaitannya dengan sudah atau belum terbentuknya DKN. Dalam hal ini penetapan DK tidak harus menunggu keberadaan DKN. Kedua, DKN memang dipersepsikan sebuah lembaga struktural FTZ yang akan dibentuk Presiden dan akan membawahi seluruh DK-DK yang ada di kawasan FTZ Indonesia, sebagaimana sinyalemen Mensesneg Hatta Radjasa di atas. Dengan demikian, setiap DK harus bertanggung jawab ke DKN secara struktural.

Dia menjelaskan, sampai sejauh ini, orang-orang yang duduk di DK belum diketahui. " Kita belum mengetahui sampai sejauh ini siapa saja yang akan disetujui oleh Presiden. Tetapi kita minta masalah itu cepat selesai. Yang penting pengesahan DK tidak menunggu DKN dulu. Karena makin rumit persoalannya," kata mantan Ketua KPUD Kota Batam itu.



Boediono Tak Berwenang Coret Usulan Gubernur

Menjelang penetapan Dewan Kawasan (DK) berbagam macam isu muncul. Mulai dari sejumlah nama di coret oleh Menteri Koordinator Perekonomian Boediono sampai dengan Free Trade Zone (FTZ) di Batam, Bintan dan Karimun terancam gagal. Bagaimana sebenarnya proses tersebu

Jika saja penetapan DK harus menunggu pengsahan Dewan Kawasan Nasional, maka persoalannya, sungguh sangat rancu sebuah lembaga hasil bentukan UU (DK) harus bertanggung jawab kepada lembaga hasil bentukan Presiden (DKN). Bukankah hal ini menyalahi semangat UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana hierarki sebuah Perpres berada di bawah UU? Lagian mekanisme tersebut tidak di atur dalam UU Nomor 44 Tahun 2007 sebagai dasar pijakan implementasi FTZ!


Menurut staf ahli Gubernur bidang Politik dan Kebijakan Publik, Agustar, DKN bisa saja diatur dalam UU tersendiri, sehingga memiliki sumber hukum yang setara dengan UU Nomor 44 Tahun 2007. Tetapi prosenya kemungkinan sedikit lama. Effeknya, jika penetapan DK menunggu DKN, maka waktu yang dibutuhkan semakin lama.


Menurut Agustar, dalam draf RUU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), masalah DKN akan diatur sedemikian rupa. Jika DKN hasil bentukan UU tersendiri ini, kemudian mengatur kelembagaan DK dan mekanisme kerjanya di kawasan FTZ, sehingga ada interdependensi DK terhadap DKN.

Bukankah hal ini berarti UU dimaksud telah mensubordinasikan UU Nomor 44 Tahun 2007 atas UU tersebut. Padahal sebuah UU tidak selayaknya “memerintahkan” UU yang lain, sebab bisa menimbulkan legal dispute (konflik perundang-undangan) dalam praktiknya.
Yang pantas mensubordinasikan sebuah UU, ungkapnya, hanyalah UUD (Undang-Undang Dasar).

" Pertanyaan esensial selanjutnya, haruskah kita menunggu lebih lama lagi untuk ditetapkannya DK-BBK, karena belum dibentuknya lembaga DKN lantaran UU yang mengatur tentang hal itu belum ada," ujar mantan tim sukses Ismet Abdullah ini.

Dia kemudian menjelaskan, persepsi DKN sebagai lembaga struktural FTZ akan mengundang konsekuensi terbangunnya satu level (jenjang) birokrasi di atas DK berskala nasional. Di satu sisi filosofi FTZ adalah manifestasi sistem otonomisasi investasi dan perdagangan di kawasan (daerah) dengan asumsi DK sebagai lembaga struktural tertinggi kawasan, sementara di sisi lain masih ada body regulator (DKN) di tingkat pusat yang membawahi DK.

Jika masih ada hierarkis lembaga struktural di atas DK, bermakna otonomi menjadi berjenjang. Padahal, dari prinsip otonomi dalam konteks apapun namanya,: “tidak ada otonomi yang berjenjang”. Karena begitu ada jenjang dalam sebuah sistem otonomi, maka ketika itu pulalah otonomi tersebut akan kehilangan maknanya.

" FTZ pada praktiknya simplifikasi dan pemberian insentif dalam urusan-urusan investasi dan perdagangan. Untuk itu diperlukan pelimpahan berbagai kewenangan dari pusat ke kawasan (daerah), sehingga seluruh urusan menjadi terintegrasi dan terpusat di kawasan," katanya lagi.



Apabila DKN yang nota bene berkedudukan di pusat, imbuh Agustar, bisa dipersepsikan sebagai lembaga struktural FTZ, maka dikhawatirkan akan mengingkari prinsip-prinsip pelimpahan wewenang itu.

Dengan kata lain, kendatipun pada awalnya terjadi pelimpahan berbagai kewenangan dari pusat ke kawasan, namun kewenangan yang telah dilimpahkan tersebut dalam praktiknya dapat “ditarik kembali” kapan saja ke pusat melalui kewenangan yang dimiliki DKN selaku instrumen pusat.

" Kesan yang muncul, pelimpahan kewenangan yang dilakukan pusat ke kawasan merupakan kebijakan yang bersifat setengah hati. Dengan sendirinya permasalahan ini akan dapat menurunkan daya saing kawasan FTZ di tengah-tengah kawasan sejenis di percaturan global," jelas besan Wali Kota Tanjungpinang Suryatati A Manan ini mantap.


Lebih jauh dikatakan, hal lain yang perlu diingat adalah persoalan FTZ-BBK bukanlah semata-mata menyangkut pembentukan lembaga struktural FTZ belaka. Permasalahan yang sangat penting adalah bagaimana proses pelimpahan kewenangan berbagai format urusan yang telah disederhanakan dilimpahkan dari pusat ke kawasan secepat-cepatnya. Formatnya telah dirumuskan dalam Roadmap Action Plan yang sebagian telah dibahas dalam forum Joint Working Group (JWG) SEZ-BBK.

" Dan tak ada aturan yang membolehkan Boediono mencoret nama-nama usulan Gubernur. Sebab dalam UU yang mengatut FTZ, Boediono hanya memberikan masukan saja. Yang berhak mencoret Presiden. Jadi kita tak bisa berspekulasi yang macam-macam. Semuanya masih abu-abu siapa saja yang duduk di DK nanti. Kita tunggu sajalah," tegasnya. (robby patria)