Senin, 29 Oktober 2018
Menulis, Big Data dan Demokrasi
Jika tak ada mesin ketik
Aku menulis dengan tangan
Jika tak ada tinta hitam
Aku akan menulis dengan arang
Jika tak ada kertas
Maka aku akan menulis pada dinding
Jika aku menulis dilarang
Maka aku akan menulis dengan darah
Demikian puisi Wiji yang ditulis 19 Januari 1988. Begitulah semangat berapi-api dari seorang Wiji Thukul yang hilang hingga saat ini belum ditemukan.
Hang Tuah
Hangtuah
Jiwa pemberani melawan penjajah
Jiwa kesatria tunduk dengan perintah
Jiwa pecinta yang tak sempat diungkap
Jiwa berkelana penakluk pembasmi pemberontak yang pongah
Jiwa kesatria tunduk dengan perintah
Jiwa pecinta yang tak sempat diungkap
Jiwa berkelana penakluk pembasmi pemberontak yang pongah
Hang Tuah
Nama mu harum seperti kasturi
Tapi kami bingung kemana mencari
Kubur mu di antara Bintan dan Malaka
Tercatat di antara dua negara yang dulunya satu mahkota
Nama mu harum seperti kasturi
Tapi kami bingung kemana mencari
Kubur mu di antara Bintan dan Malaka
Tercatat di antara dua negara yang dulunya satu mahkota
Hang tuah
Pejuang tanpa pamrih
Melawan penghianat dengan gigih
Tameng Sari pun engkau bisa raih
Walaupun akhirnya tenggelam di laut yang berbuih
Pejuang tanpa pamrih
Melawan penghianat dengan gigih
Tameng Sari pun engkau bisa raih
Walaupun akhirnya tenggelam di laut yang berbuih
Oh hang Tuah
Andai kau tahu negeri ini krisis nilai nilai pejuang tanpa pamrih
Seperti engkau contohkan dengan Sultan walaupun engkau jadi risih
Diusir karena engkau dianggap pembuat risih
Dipanggil karena engkau memang patih sebanarnya patih
Menumpas hang Jebat dengan gagah tertusuk perih
Melawan sahabat yang khianat kan engkau yang pengasih
Ia tersungkur letih dengan mulut penuh buih
Tunduk di bawah jiwa yang angkuh dengan merintih rintih
Andai kau tahu negeri ini krisis nilai nilai pejuang tanpa pamrih
Seperti engkau contohkan dengan Sultan walaupun engkau jadi risih
Diusir karena engkau dianggap pembuat risih
Dipanggil karena engkau memang patih sebanarnya patih
Menumpas hang Jebat dengan gagah tertusuk perih
Melawan sahabat yang khianat kan engkau yang pengasih
Ia tersungkur letih dengan mulut penuh buih
Tunduk di bawah jiwa yang angkuh dengan merintih rintih
Hang Tuah
Mati meninggalkan kan kisah petarung tertembak di dada sehingga murung
Terbaring di usia senja di gunung
Tetap perkasa sampai di penghujung
Tercatat walaupun katanya berita burung
Tertulis Hang Tuah yang pemberani walaupun untuk nama Balairung
Terbaring di usia senja di gunung
Tetap perkasa sampai di penghujung
Tercatat walaupun katanya berita burung
Tertulis Hang Tuah yang pemberani walaupun untuk nama Balairung
Engkau pemberani yang membuat kagum
Hilang dan muncul untuk jadi harum
Sehingga sultan terkagum kagum
Walaupun Tun Teja gagal engkau luyum
Pejuang yang selalu tersenyum
Kesatria yang terus menebar senyum
Penakluk yang hatinya terus ranum
Walau tubuh roboh dimakan meriam
Hilang dan muncul untuk jadi harum
Sehingga sultan terkagum kagum
Walaupun Tun Teja gagal engkau luyum
Pejuang yang selalu tersenyum
Kesatria yang terus menebar senyum
Penakluk yang hatinya terus ranum
Walau tubuh roboh dimakan meriam
Oh Hang Tuah
Siapa engkau sang pejuang
Pemberani yang tak pernah jadi pembangkang
Putra Bentan yang terus menjulang
Pelindung yang sempat terbuang
Lalu mati dan hilang
Siapa engkau sang pejuang
Pemberani yang tak pernah jadi pembangkang
Putra Bentan yang terus menjulang
Pelindung yang sempat terbuang
Lalu mati dan hilang
Tanjungpinang 12/10/2018
Pilkada
Pilkada adalah pesta demokrasi untuk kita semua
Dilalui dengan rasa suka cita
Tanpa tetesan air mata dan angkara murka
Pilkada
bukanlah seperti perang Baratayudha antara Pandawa dan kurawa utk memperebutkan tahta astina pura
Langganan:
Postingan (Atom)