Minggu, 24 Agustus 2008

Juara, Anugrah, Kado, Tatkala Susah


Suara Noname Cafe, Hotel Harmoni Batam, Rabu (6/8) malam menggelora. Ruangan yang dihiasi cahaya sendu, dan diselimuti pendingin ruangan jadi saksi pengumuman Award Press Telkomsel dalam rangka HUT Telkomsel yang ke-13.

Lebih dari 150 jurnalis dari Riau, Sumatera Barat, dan Kepualauan Riau hadir menyaksikan malam pengumuman penghargaan kepada jurnalis yang mengikuti lomba Telkomsel.

Ya, setidaknya ada 99 naskah yang diterima dewan perlombaan. Yang bertindak sebagai juri GM Service and Sales Telkomsel Sumbagteng GH Widodo, Suryo Hadinoto dari Telkomsel Jakarta dan wartawan seniur Edo Resianto dari Investor Daily, koran yang terbit di Jakarta.

Acara yang dimulai pukul 20.00 itu memang seru. Maklum saja, untuk mengangkat image sebagai operator seluler terbesar di Indonesia dengan 52 juta pelanggan Telkomsel menyiapkan acara tersebut dengan serius. Pemenang akan dibawa ke Bogor untuk mengikuti press gatring Telkomsel se Sumatera. Agenda rutin yang diberikan kepada insan pers.

Hanny Hairanny,adalah yang menyiapkan acara ini. Maklum jabatannya di Telkomsel Sumbagteng tak main-main. Dia mengurusi komunikasi Telkomsel. Tak heran, tiga hari jelang pengumuman, ibu dua anak itu tiga kali mengirimkan SMS ke saya.

Yang pertama, selamat ya, jadi pengantin baru.
Kemudian, ada lagi SMS, jangan lupa, datang malam pengumuman pemenang lomba Telkomsel.

Saat membalas SMS, saya hanya bilang," Saya akan datang mbak".


Waktu silih berganti. Akhirnya malam yang dinantikan tersebut akhirnya tiba.

Sengaja pada malam Kamis itu, saya mengetik lebih cepat agar bisa menyaksikan siapa jurnalis terbaik yang menjadi juara. Kemungkinan, dari penilaian saya, tulisan Trisno Aji Putra masuk nominasi. Ternyata ramalan saya salah.


Acara pengumuman pemenang dimulai dari menyebutkan juara harapan yang
dipilih lima orang.

Saya memang tak banyak berharap juara. Masuk nominasi juga sudah mantap lah. Karena dapat hadiah lima juta rupiah.

Saat MC membacakan pemenang, saya sempat deg-degkan. Maklum, yang masuk lima besar juara harapan tak menyebutkan nama saya. Dari Batam Pos, hanya Herri sembiring yang juga redaktur di Batam Pos. Kemudian pemenang lainnya dari Padang Expres, Riau Pos, Singgalang.

Harapan Saya hanya tinggal lomba foto. Maklum foto saya lumayan bagus. Judulnya F1. Foto yang diambil di Singapura, saat mengikuti CommunicAsia 2008.

Logo Telkomsel saat itu jelas terpampang jadi sponsor F1 yang digelar di Singapura September mendatang.

Mungkin dengan Telkomsel menembus kawasan regional Asia Pasific, foto tersebut bisa menarik hati juri. Ternyata, setelah pengumuman harapan foto, foto tersebut tak juga disebutkan.
Isteri saya Maryani, hanya tersenyum saja ketika tak ada nama Robby Patria yang disebutkan oleh MC.

Foto yang masuk dalam nominasi sesuai dengan yang saya prediksi. Hasil karya Sarih dari Tribun Batam, dengan menonjolkan tukang becak menggunakan Telkomsel masuk juara harapan. Kemudian, hasil karya teman saya Cipi C Kandina Delevery Service juga masuk. Memang hasil jepretan wartawan Batam memang mendominasi loma foto tersebut yang pertama kali diadakan oleh Telkomsel.

Karena takut tak membawa hadiah pulang ke rumah, akhirnya saya pun memberanikan diri untuk mengikuti kuis. Akhirnya dengan terbata-bata saya menjawab kuis. travel bag pun saya bawa pulang untuk kenang-kenangan dari Telkomsel.


Kemudian, jarum jam menunjukkan pukul 21.30. Saat inilah yang ditunggu-tunggu.
Chairul Saleh yang menjadi MC mulai menyebutkan pemenang juara tiga lomba penulisan.

Nama sahabat Saya Sri Murni dari Tribun Batam disebutkan keluar sebagai juara tiga.
Karya Menix, nama kerennya mengambil tema daerah terpencil yang terpisahkan laut.

Tema tersebut memang hampir mirip dengan tulisan saya. Anehnya, tulisan Herri Sembiring dari Batam Pos, juga tak jauh berbeda dengan tema yang sama. Kemudian nama wartawan Pekanbaru Pos disebutkan jadi juara kedua.

Mungkin juri lagi tertarik dengan tulisan yang mengarahkan liputannya ke laut dan daerah terpencil. Kenyataan itu tak terbatah. Memang banyak tulisan yang mengambil tema tersebut jadi juara.

Dan yang mengejutkan dari ucapan MC, "Juara satu lomba penulisan Telkomsel diraih oleh tulisan yang berjudul Bak Panglima Perang Taklukkan Nusantara, karya Robby Patria dari Batam Pos ".

Saya yang duduk paling belakang bersama isteri sepeti tak percaya. Dengan mencium tangan isteri ketika itu, saya langsung menuju ke panggung untuk menerima hadiah dari GM Pak Dodo.
Kilauan cahaya kamera pun mengabadikan moment itu bersejarah untuk saya.


Ya, itulah sejarah pertama saya jadi juara tingkat Sumatera. Ternyata tulisan saya terpilih jadi yang terbaik dalam Press Award kali ini.

Sungguh di luar perkiraan tulisan tersebut juara. Karena sebelumnya, saya memang sempat bingung mencari tema yang menarik.

Saat di ranjang di kamar kos yang berukuran 3x4 meter, tema tersebut terlitas di pikiran.
Akhirnya, ide itu saya tulis di ponsel Nokia supaya tak lupa. Maklum, tulisan kawan-kawan yang sudah terbit banyak yang bagus. Tapi temanya kurang menyentuh daerah pedalaman yang berhasil dijangkau Telkomsel.

Saya sempat tak percaya untuk ikut lomba. Apalagi ide Pulau Laut yang jadi isi tulisan, sempat ditulis rekan di Batam Pos, yang juga masuk juara harapan.

Bak Panglima Perang Taklukkan Nusantara, mengibaratkan Telkomsel seperti panglima yang berhasil menaklukan Nusantara. Dengan gagah perkasa, Telkomsel sudah menaklukkan Nusantara selama kurun waktu terbilang singkat. 13 Tahun adalah umur anak yang baru lepas pendidikan SD. Tapi Telkomsel menjelma jadi raksasa di kawasan Asia Tenggara dengan 52 juta pelanggan. Wilayah Nusantara tak luk seketika itu.

Pulau Laut, di Kabupaten Natuna, yang merupakan pulau terjauh dari Pulau Sumatera menjadi tema yang menarik untuk didalami. Sehingga dengan data yang ada, saya yakin mengambil teras berita Pulau Laut.

Telkomsel harus banyak bekorban untuk menembus Pulau Laut. Untung di awang-awang, rugi sudah jelas. Tapi Telkomsel tetap menolong 5.000 masyarakat di Pulau tersebut untuk bisa menggunakan ponsel.

Saya pikir, ini cukup menarik untuk dilakukan liputan yang mendalam. Dengan menggunakan sumber lebih dari 10 orang, Pulau Laut jadi isi tulisan.

Juara, setelah menjalani menjadi pengantin baru terasa istimewa. Ini anugrah dari Tuhan yang ba ru saja menyempurnakan iman sebagai seorang muslim. Walaupun untuk menyempurnakan iman, saya harus menghadapi resiko yang berat. Ancaman berhenti dari pekerjaan mengancam di depan mata. Saya tak boleh nikah karena dalam masa kontrak.

Artinya, jika manajemen perusahaan bersikap seperti itu, saya harus menerima dengan lapang dada. Mencari pekerjaan lain adalah jawabannya. Isteri saya juga sudah paham dan menguatkan saya untuk tetap bersabar dan menerima kenyataan pahit atapun awal yang manis. Bair sang waktu yang menjawab. Rizki,ajal dan jodoh kita tak bisa memprediksi. Saya juga tak mengira isteri saya sekarang ini menjadi orang yang mendapingi saya dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Karena saya sempat tak kenal dengannya sewaktu di angkot. Tapi kini dia sudah jadi isteri ku.


Ada teman se kantor yang menikah dalam masa kontrak. Tapi saat ini masih juga bekerja. Ada juga yang melanggar etika jurnalistik. Saat ini juga masih bekerja. Artinya, saya bukan lah melanggar hal yang paling mendasar dalam menjalankan profesi jurnalis.Saya sudah mengharumkan nama Batam Pos diajang perlombaan jurnalis se Sumbagteng.


Dari kualitas, saya pikir tak jelek-jelek amat dibandingkan rekan lainnya. Tapi keputusan manajemen di luar kekuasaaan saya.

Dalam masa yang tak jelas, moga ada jalan lurus untuk terus memberikan seberkas cahaya di bumi melayu. Wartawan adalah cahaya dari kegelapan yang selalu menerangi masyarakat. Hal ini yang membuat saya akan terus menjalani profesi ini. Walaupun idealisme jurnalis sudah sedikit luntur dengan kepentingan industrialisasi media. Walaupun pendapatan pas-pasan. Tapi saya masih cinta dengan profesi jurnalis. (Robby Patria)

















Tidak ada komentar: