Senin, 25 Agustus 2008

Di Balik Ibu Kota Bintan yang Menelan Korban

Penangkapan anggota DPR RI Al Amin Nasution dan Sekda Bintan Azirwan oleh KPK, seperti petir yang menggelegar di siang bolong. Tak ada yang mengira jika Azirwan nekad diduga menyuap Al Amin untuk meloloskan 8.000 hektar lahan. Provinsi Kepri gempar.

Sosok Azirwan yang dikenal selama ini pintar dan perancang pembangunan Kabupaten Bintan berubah 180 derajat dengan kejadian tersebut. Masyarakat yang ada Kepri, dan Saya sebagai salah satu masyarakat Kabupaten Bintan menyayangkan kejadian itu. Timbul ketidakpercayaan rakyat terhadap pemimpin yang mereka pilih. Azirwan terlihat berada dalam titik nadir dalam tatanan moral. Azirwan menjadi Sekda pertama di Indonesia yang terlibat dugaan kasus suap, disaat pemerintah SBY-JK komit memberantas korupsi. Ya, atau tidak Ia menyuap, tentunya Pengadilan yang akan memutuskan. Tetapi, apakah bisa dengan secepat, nama baiknya pulih? Butuh waktu lama untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Jika dicermati perjalan sampai dijadikan Bintan Buyu sebagai kawasan ibu kota tidak melalui tranparansi. Masyarakat tak banyak dilibatkan dalam setiap proses. Siapa yang tahu jika pusat bisnis yang ada di Sri Bentan nantinya berbentuk terpadu dimana semua serba lengkap dengan barbagai fasilitas. Eksekutif pun tidak menyebutkan 8.000 hektar itu digunakan investor mana, sampai kapan pembangunannya, jumlah dana yang diserap. Kemana kayu yang berada di lahan seluas itu dibuang? Pertanyaan seperti itu belum terjawab.

Ingatlah pesan Nabi Muhammad SAW," Jika suatu hal yang diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran''. Namun kita tak jangan berpikir negatif dulu terhadap kepemimpinan Ansar- Mastur.

Di lihat dari sejarah awalnya, Bintan Buyu, ibu kota yang dipaksakan dengan banyak kepentingan politis. Padahal, hasil penelitian dari UGM menempatkan Malang Rapat sebagai pusat pemerintahan dengan skor tertinggi. Sedangkan Bintan Buyu alternatif paling bawah. Anehnya, dalam voting DPRD Kepri waktu itu yang diketuai Andi Anchar Chalid, memutar fakta. Bintan Buyu yang berada di tengah-tengah hutan ditetapkan jadi ibu kota.

Pada awalnya, lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan ibu kota hanya 300 hektare untuk pembangunan kantor bupati, dan perkantoran pemerintah lainnya. Entah siapa yang memulai ide untuk menambah luas areal menjadi 8.000 hektar. Andai saja tetap bertahan dengan 300 hektar, tentunya Azirwan tak perlu repot harus melobi DPR-RI dan menjadi bulan-bulan media massa setelah KPK berhasil mencium aksinya.

Dari keterangan anggota DPRD Bintan Horas Tobing, pemerintah mengusulkan menambah menjadi 8.000 meter per segi mengingat lahan di Kabupaten Bintan saat ini sudah berkurang untuk lahan pembangunan. Sehingga Pemkab Bintan yang disetujui DPRD Bintan meminta lahan hutan lindung dibebaskan untuk kawasan pemerintahan dan bisnis. Namun DPRD tak tahu sama sekali jika, ada dana lobi dari pemerintah untuk meloloskan lahan tersebut.



Penetapan yang aneh



Atas keinginan Pemkab Bintan, kawasan hutan lindung untuk catchment area melalui SK Menhut No 955/Kpts-II/1992 tentang perubahan fungsi hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konsversi menjadi kawasan hutan lindung direstui Komisi IV DPR-RI untuk dibebaskan dari kawasan hutan lindung.
Dari awal sampai dikembalikan lagi menjadi lahan untuk pembangunan memang terlihat ganjil.

Memang dari awalnya penetapan catchment area waktu itu pun tidak ada keganjilan. Padang ilalang pun masuk dalam hutan lindung. Pembebasan lahan perkebunan masyarakat juga tak dilakukan. Padahal, puluhan ribu hektar yang ditetapkan sebagai kawaan lindung itu merupakan area perkebunan tradisional milik masyarakat sejak puluhan tahun sebelumnya, secara turun termurun. Bukan cuma kebun, di dalamnya juga banyak rumah warga.

Pemkab Bintan yang saat ini tidak punya kantor dan ingin membuat ibukota baru di Teluk Bintan tetap memohon ke Menhut melalui surat Bupati No 31/Pem/2005 tanggal 21 Januari 2005. Surat ini didukung Gubkepri melalui surat No 522.12/DPP-Hut/0217 tanggal 23 Februari 2005. Agar, status kawasan hutan lindung itu ditinjau kembali.

Walau masyarakat dalam kesulitan soal status lahannya, namun di awal masa reformasi kawasan ini hampir saja berubah menjadi kebun penambangan bauksit. Minimal sekitar sembilan perusahaan penambangan bauksit sempat mengajukan izin untuk mengeksploitasi bauksit yang ada di dalamnya. Belakangan, sebelum persoalan ini mencuat lebih besar, izin yang sudah terlanjur diberikan itu dicabut kembali oleh Pemkab Bintan. Karena, izin-izin yang diberikan itu berada di kawasan hutan lindung.

Dalam konferensi pers di Bappeda Bintan, Bupati Bintan Ansar Ahmad menegaskan kembali soal pencabutan izin Kuasa Penambangan (KP) tersebut. Pencabutan dilakukan karena ternyata lokasi yang akan ditambang bauksitnya itu, berada di dalam kawasan cacthment area yang sekitar 90 persen dari luasnya sekitar 37 ribu hektar itu merupakan kebun masyarakat, (Batam Pos,12/4).

Ansar juga memastikan, di kawasan yang akan dikembangkan menjadi pusat pemerintahan dan central bisnis development (CBD) ini, nantinya tidak akan ada lokasi untuk penambangan bauksit. Untuk pengembangan inilah yang izin-izinnya sedang dilakukan sekarang ke Menhut. Menhut juga sudah menindaklanjuti dengan membentuk tim terpadu yang diketuai Ir Igna Hadi Suparyanto. Tim ini keanggotaannya terdiri dari IPB, Kementerian Lingkungan Hidup, Yayasan Mangrove, Jawatan Hidro Oseonografi TNI AL, dan dari kementerian kehutanan.

Dari hasil penelitian tim terpadu ini, Menhut mengajukan surat No S.20/Menhut-VII/2008 tanggal 15 Januari 2008 ke Ketua Komisi IV DPR RI. Isinya tentang permohonan pelepasan kawasan hutan lindung di Kab Bintan, sebagai pertimbangan DPR RI untuk dasar penetapan kebijakan lebih lanjut. Selanjutnya, antara Komisi IV DPR RI dengan Menhut melaksanakan rapat kerja, Selasa (8/4). Dan hasilnya, DPR menyetujui permohonan pelepasan kawasan hutan lindung. Selasa (8/4) malam inilah atau Rabu (9/4) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB, Sekda Bintan, Azirwan ditangkap KPK bersama anggota Komisi IV, Al Amin Nasution.

Nasi telah menjadi bubur. Azirwan yang bertugas melobi DPR sedang dilanda persoalan serius. Pengguna kawasan hutan lindung untuk pusat pemerintahan dan CBD sudah disetujui Menhut dan Komisi IV DPR RI. Dengan optimistis, Ansar Ahmad yakin pembangunan itu tetap berjalan sesuai yang dijadwalkan.



Mastur yang Ditinggal


Wakil Bupati Bintan Mastur Taher berada dalam posisi luar lingkaran di saat lingkaran bola panas berputar tacam.

Sebagai Wakil Bupati, seharusnya dia tahu setiap kebijakan strategis yang diambil Bupati dan Sekda. Aneh bin ajaib jika wakil Bupati tak mengetahui. Sungguh telah terjadi miskomunikasi antar Mastur dan Ansar. Apa mungkin keduanya sudah pecah kongsi seperti yang diduga? Karena dalam pelbagai kebijakan, Mastur berjalan sendiri-sendiri.


Jika pun benar, Mastur dalam posisi aman. Tak ditapikkan, Mastur seolah-olah dijadikan ban serap dalam pemerintahan bisa jadi membawa angin surga di suatu saat. Karen Mastur lepas dari permainan panas.

Dari penjelasannya kepada media massa, Mastur yang dikenal bersih sejak menjadi anggota DPRD Bintan di tahun 1999-2004 dan DPRD Kepri menegaskan, penyuapan yang diduga dilakukan Azirwan kepada Al Amin di Hotel Ritz Carlton, Jakarta tidak melalui koordinasi atau rapat-rapat tertentu di tingkat pemerintahan. Karena itu peristiwa penangkapan Azirwan dan lainnya mengejutkannya.

Sosok Mastur, memang pemain cadangan. Bagaimana tidak, dia, secara langsung tak dilibatkan dalam pengalih fungsian hutan lindung menjadi hutan tanaman industri. Bisa saja, Mastur yang saat ini menjadi pemain cadangan berubah fungsi jadi pemain utama. Atau ujung tombak dalam menghabiskan masa kepemimpinan di Kabupaten Bintan.

Sejauh ini, Dia juga tak mengetahui, investor yang akan mengelola CBD. Dengan lugu dan polos, dikatakannya, bisa saja dana dugaan suap untuk komisi IV berasal dari sumbangan investor yang akan mengelola Central Bisnis Distrik (CBD) di Bintan Buyu.


Tiga Hal Setelah Dibebaskan


Luas hutan lindung yang akan dibebaskan tentunya memberikan nilai ekonomis yang cukup besar. Berapa banyak jumlah kayu yang akan tebang untuk pemerataan lahan? Tuntunya bisa dijadikan pendapatan besar bagi investor yang akan membangun kawasan tersebut. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pembebasan lahan pertama, pemanfaatan kayu.

Kedua, setelah kayu ditebang, lahan di Bintan Buyu banyak mengandung bouksit. Pengusaha bisa mengeruk bouksit. Saat ini, izin sewa tanah untuk bouksit per meter mencapai Rp2.000. Jika dikalikan 8.000 hektar, sudah berapa nilainya. Yang jelas sudah miliaran rupiah.

Manfaat ketiga, nilai tanah di 8.000 hektar itu bisa menjadi pendapatan khusus. Karena pemerintah tak perlu melakukan ganti rugi kepada masyarakat. Karena tanah tersebut dari hutan lindung.
Bahkan, disinyalir, banyak tanah pejabat berada di Bintan Buyu. Dengan dijadikan kawasan bisnis, maka mereka akan mendapatkan pemasukan dari tanah.

Sehingga sangat beralasan jika dana dugaan suap dari investor yang disebut-sebut berasal dari Singapura mau memberikan bonus kepada anggota DPR-RI. Nilai kawasam hutan lindung yang akan dibebaskan Pemkab Bintan melebihi nilai uang yang mereka berikan. Karena jika hutan lindung itu dibebaskan, maka mutiara yang terpendam itu segera memberikan pendapatan yang luar biasa banyak bagi investor. Dalam teori investasi yang disampaikan dosen sewaktu kuliah, semakin besar resiko, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh.

Artinya, resiko bermain dengan penegak hukum sudah tak dapat dielakkan. Jika sudah begini, laikkah, Hutan Lindung itu dibebaskan seluar 8.000 hektar atau hanya untuk kebutuhan pembangunan ibu kota saja seluas 300 hektar? Semoga Tuhan memberikan kita pemimpin yang amanah. Amin. robby patria















1 komentar:

tambelan mengatakan...

ketidak bajaksanaan atas keputusan yang di ambil oleh ansar terhadap

kawasan yang akan dijadikn hutan lindung di tambelan'''
'pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang dapat mensejahterakan masyarakat,,,,mata yang bersih dengan hati yang tulus'''
negeri kita kalau di landasi dengan hasil suap,,,,maka tidak akan makmur kehidupan masayarkat sampai hari kiamat,,,,