Selasa, 11 September 2012

Rumitnya Pergantian Pimpinan DPRD Kepri


Pergantian Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau yang berasal dari Partai Demokrat kembali menemui sandungan. Hampir Separuh anggota dewan yang berasal dari pelbagai parpol menolak hadir dalam agenda khusus paripurna pemberhentian itu. Apa masalahnya sehingga mereka tidak bersedia hadir?

Padahal, pergantian pimpinan Dewan bukan suatu yang luar biasa. Tatacara pelantikan pun sudah diatur pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 16/2010 yang mengatur soal penggantian pimpinan DPRD.

Kita bisa membaca pada 42 ayat 1 menyebutkan, bahwa masa jabatan pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan DPRD. Kedua, pasal 42 ayat 2 huruf d menyebutkan bahwa pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena diberhentikan sebagai pimpinan DPRD.


Dan ketiga, pasal 42 ayat 3 huruf b menyebutkan bahwa pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d apabila yang bersangkutan diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam kasus pergantian pimpinan kader Demokrat Edy Siswoyo ke Hotman Hutapea, Ketua DPD bahkan DPP Demokrat sudah mengusulkan berdasarkan pasal 42 ayat 3. Karena sudah jelas wewenang partai untuk mengganti anggota parpol yang duduk di DPRD.

Yang jadi masalah, kini kasus tersebut masuk ke ranah politik yang kental tarik menarik di Gedung Gurindam Jiwa. Yang jadi pertanyaan, mengapa anggota Dewan yang lain tidak mau menghadiri paripurna? Padahal, dalam tatatertip DPRD, batas anggota Dewan yang tidak menghadiri paripurna hanya boleh enam kali tanpa pemberitahuan berturut-turut.
Anggota Dewan yang alpa paripurna bisa diberikan sanksi berupa teguran lisan tulisan hingga yang paling berat pencopotan sebagai anggota.

Sebenarnya paling mudah dihitung saja berapa anggota Dewan yang tidak hadir dalam paripurna. Jika pimpinan Dewan setuju, maka dalam satu bulan bisa diagendakan paripurna jadwal pergantian pimpinan selama tiga kali. Seandainya dalam tiga kali selama sebulan tidak hadir, maka partai yang bersangkutan bahkan Badan Kehormatan (BK) DPRD Kepri bisa memberikan sanksi.

Lagi-lagi kembali kepada anggota Dewan, apakah mereka memang berniat untuk melaksanakan paripurna tersebut atau hanya sengaja membiarkan persoalan di internal Demokrat terus terjadi.

Menariknya,  Edy Siswoyo, sebagai kader partai menyerahkan sepenuhnya kepada 45 anggota Dewan itu untuk mengganti dirinya. Bahkan Sekretaris Fraksi Demokrat Surya Makmur memaklumi kurangnya lobi partai terhadap anggota dewan yang lain sehingga perlu dilakukan lobi ke tahap berikutnya agar jumlah paripurna bisa kuorum untuk melaksanakan paripurna.

Jika diihat dari mekanisme, semua proses pergantian pimpinan itu sudah dilalui. Hanya menunggu niat anggota Dewan yang pro terhadap Hotman dan pro dengan Edy untuk menemukan jalan tengah. Jika kelompok pro yang mendukung Hotman bisa ditambah, maka proses pergantian pimpinan Dewan akan berjalan secepatnya. Apalagi saat ini, sejak Wakil Ketua DPRD Kepri Lis Darmansyah mengajukan cuti mengikuti pemilukada, maka pimpinan DPRD Kepri sedikit timpang. Yang efektif saat ini menjalankan tugas tinggal Ketua DPRD Nur Syafriadi dan Wakil Ketua III Iskandarsyah.

Sedangkan Edy dipastikan kurang efektif karena masih menyelesaikan masalah dirinya yang sedang dalam proses pergantian. Padahal, ke depan tugas empat komisi di DPRD Kepri memerlukan tanggungjawab dari pimpinan sebagai koordinator masing-masing komisi. Apalagi saat ini DPRD akan melakukan pembahasan anggaran perubahan APBD Kepri nilainya silisih penggunaan anggaran tahun sebelumnya salah hitung.

Dikhawatirkan, makian berlarut-larutnya pergantian pimpinan tersebut menyebabkan kinerja lembaga legislatif itu pincang sehingga sejumlah pekerjaan Dewan dalam hal pengawasan dan penganggaran jadi terhambat.

7 Agustus 2012/KP

Tidak ada komentar: