Rabu, 12 September 2012

Berhala Sayang, Berhala Melayang


Lepasnya Pulau Berhala dari wilayah Kepri dianggap masalah yang bisa menurunkan wibawa Pemerintah Kepri.

Penetapan Berhala masuk Jambi berdasarkan Permendagri Nomor 44 Tahun 2011, seperti menampar wajah Kepri. Keputusan itu mengaggetkan banyak kalangan. Namun, ada juga yang biasa menganggap masalah tersebut dengan landasan berpikir, selagi masih Indonesia, tidak masalah Pulau Berhala di bawah pemerintahan Jambi. Asalkan penduduk Berhala bisa sejahtera. Toh. Jambi bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Siapa tahu, masuk ke Jambi rakyat Berhala kian sejahtera.


Sedangkan pihak yang kecewa dengan keputusan Menteri Dalam Negeri menganggap, Pulau Berhala wajib dipertahankan karena pulau itu memiliki hubungan historis dengan Kepri. Bahkan penjajah Belanda pun mengakui itu. Dan mempertahankan Pulau Berhala merupakan harga mati sebagai wibawa pemerintahan Sani-Soerya.

Konflik Berhala yang melibatkan Kepri dan Jambi mulai kentara ketika Pembentukan Provinsi Kepri tahun 2002, di mana dalam Undang-Undang 25 Tahun 2002, Berhala tak dimasukkan  ke dalam Provinsi Kepulauan Riau. UU Pembentukan Kepri itu disambut gegap gempita oleh ribuan masyarakat Kepri ketika itu. Sayangnya, 9 tahun setelah UU dilahirkan, baru dirasakan UU tersebut belum lengkap karena menghilangkan salah satu pulau dari 1.700-an pulau di Kepri yang diakui pemerintah pusat. Bukan berjumlah 2.407 pulau yang selama ini digembor-gemborkan pejabat Kepri.

Ibarat pepatah, nasi sudah jadi bubur. Sengketa Berhala yang berumur 25 tahun dianggap sampai ke titik puncak. Ya, Mendagri mengakhiri sengketa perbatasan itu dengan keputusan memasukkan Berhala bagian Jambi. Keputusan sepihak itu melukai hati orang Kepri yang menginginkan Berhala bagian yang tak terpisahkan dari Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri.

Gerakan protes berupa unjuk rasa pun terjadi di mana-mana. Mulai dari depan kantor Gubernur Kepri hingga gedung Kemendagri. Hanya saja Mendagri punya alasan kuat dari
aspek yuridis. Mereka berdalih, Pulau Berhala ke Jambi bukan kebijakan mendagri, tapi semata penegasan dari UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang pembentukan Provinsi Kepri.

Dalam Bab penjelasan pasal 3 UU itu disebutkan, "Kabupaten Kepri dalam UU ini tidak termasuk Pulau Berhala, karena Pulau Berhala masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Jambi."

Bahkan Mendagri mempersilakan Pemprov Kepri mengajukan gugatan judicial review terhadap Permendagri 44 itu. Yang jadi pertanyaan besar, mengapa Kepri yang memiliki sejarah panjang dengan Berhala kalah dalam sengketa Berhala? Pentingkah mempertankan Berhala untuk masuk Kepri? Dua pertanyaan yang terkadang juga tidak penting untuk dibahas. Karena masih banyak pulau lain di Kepri yang harusnya mendapat perhatian pembangunan. Bukan hanya terfokus pada kawasan padat penduduk. Sebagai anak Kepri saya juga khawatir banyak daerah Kepri yang sedang diincar negeri lain. Mulai dari Natuna yang kaya, Tambelan yang beberapa jam dari Pulau Borneo, sampai Pekajang di Bangkabelitung.Moga kasus ini meningkatkan wawasan kebangsaan kita bahwasanya kita semua bersaudara.

Okt 2011/kp

Tidak ada komentar: