Jumat, 30 Maret 2012

Air mata Andi Anhar

Air mata telah jatuh membasahi bumi
Takkan sanggup menghapus gelisah
Penyesalan yg kini ada
Jadi tak berarti
Karna waktu yg bengis terus pergi


Lirik yang diciptakan Ahmad Dani, pentolan Dewa ini seolah menjadi sebuah simbol suasana sedih. Terkadang juga air mata mewakili perasaan bahagia.

Salah satu fungsi air mata, dapat melegakan perasaan. Setelah menangis, perasaan yang semua emosi atau sedih kembali normal. Setelah menangis, sistem limbik, otak dan jantung akan menjadi lancar, dan hal itu membuat seseorang merasa lebih baik dan lega. Keluarkanlah masalah di pikiranmu lewat menangis

Mungkin itulah yang dialami mantan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Riau, kini jadi Provinsi Kepri, Andi Anhar. Sosok yang masih gagah perkasa itu tiba-tiba saja tak sanggup berkata-kata di depan Gubernur Muhammad Sani.

Andi salah satu tokoh dari Forum Kepri Bangkit (FKB) yang diterima Sani di lantai 1 kantor Gubernur. Selain Andi, di dalam ruangan tersebut terlihat tokoh Melayu lain di Tanjungpinang seperti Raja Mansyur, Raja Imram, Efendi Hartadinata, Said Robert.Kepri Bangkit merupakan forum yang dibuat khusus untuk menegakkan marwah di Kepri.

Andi semula diam kemudian mengambil mikropon di depannya. Dengan nada tegas, mantan anggota DPRD Kepri ini menjelaskan permasalahan. Tapi, ketika masuk menjelaskan mengenai kondisi di Tanjungpinang yang dianggapnya sudah 'panas' karena ada dua kubu yang beda tujuan, Andi berhenti bicara. Kemudian air matanya jatuh.

Suasana hening. Sani yang berada di depan Andi pun tak bisa berbuat banyak. Ketika diwawancara mengenai masalah mengapa ia sampai menangis, Andi mengatakan, ia pada saat itu sedang menahan emosi karena khawatir berkata kasar di depan forum.

Jarang terjadi seorang Andi Anhar yang dikenal sebagai sosok yang tegas selama menjadi ketua DPRD meneteskan air mata di depan forum resmi. Ketika memimpin sidang, Andi sulit dibantah. Mungkin, hanya ingin menegakkan marwah anak daerah, Andi yang semula diam dan pensiun dari DPRD selama dua tahun ini turun gunung. Ya, ia tak tahan melihat suasana yang memaksa dia untuk bergerak bersama dengan putra Melayu lainnya.

Dan akhirnya, suasana mencair ketika Wakil Gubernur, Soerya Respationo masuk ke ruangan pertemuan. Andi dan Soerya akhirnya menyentuhkan pipi mereka. Tanda bahwa tidak ada lagi perbedaan. Menghargai masyarakat Melayu jadi tuan di negeri sendiri.(terbit di KP 30/3/2012)














Tidak ada komentar: