Minggu, 03 Januari 2010

Coremap Bintan yang Gagal

Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir
jadi Angan


Bukan hanya di Desa Kawal, Coremap (Coral Reef Rehabilitation and Management Program), atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang yang mengalami kegagalan. Di Kecamatan Tambelan, berada 210 mil dari Pulau Bintan yang dijadikan kawasan Coremap juga nyaris gagal !


Razali Muhammad, Ketua Lembaga Pengelola Terumbu Karang (LPTK) Desa Hilir, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan terus melakukan kontrol terhadap kinerja bengkel dan budidaya ikan kerapu yang diberikan modal oleh Coremap tahun lalu. 2008, Desa Hilir mendapatkan tiga program bantuan Coremap yakni program budidaya ikan kerapu, pemeliharaan penyu, dan usaha perbengkelan.

Setiap program dikelola oleh satu kelompok dengan jumlah 10 orang. Minimal 30 orang sudah terlibat aktif dalam program itu. Besar dana yang dianggarkan mencapai Rp90 juta untuk per program. Sebagai ketua LPTK, dia optimis program itu berhasil. Hanya saja ada masalah pokok yang mengganjalnya, hasil budidaya ikan terbentur pemasaran.

Kelompok masyarakat Desa Hilir mendapatkan bantuan seribu lebih bibit ikan kerapu untuk dibudidayakan. Sampai November 2009 bibit kerapu itu berkurang menjadi 800 ekor dengan umur sekitar 8 bulan. Penyebab matinya bibit bermacam-macam. Berat ikan kerapu ini pun pelbagai ukuran. Ada 8- 9 ons. “Kita belum mau menjual karena harga masih murah. Nanti kalau beratnya 1 kilogram dan harga ikan tinggi baru kita jual. Sehingga modal tersebut bisa digulirkan ke kelompok lain,” katanya. Di desa lain, malah sudah menjual, walaupun rugi.

Kalau dijual saat ini, dipastikan rugi. Pasalnya biaya operasional sehari hari sangat besar. Tidak seimbang dengan modal yang diberikan pemerintah.
Razali mengakui, program Coremap jika dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan perekonomian warga pesisir. Sayangnya, gairah masyarakat untuk mengikuti program ini tak banyak. Bahkan, ada beberapa kampung anggotanya kelompok tinggal 10 orang. Yang tersisa koordinatornya saja. Kejadian ini terjadi di Desa Batulepuk, Tambelan.

“Diperlukan program tepat sasaran agar warga betah bergabung. Kalau program Coremap ini ditekuni, bukan tidak mungkin, nelayan Tambelan sejahtera. Tapi kalau sekarang ini saya melihat belum optimal karena ikan banyak yang mati.”

Di Tambelan, baru program pemberdayaan masyarakat yang berjalan. Sedangkan program pemeliharaan terumbu karang belum optimal. Menurut dia, setiap kampung sudah ditetapkan kawasan terumbu karang yang dilindungi. Sehingga Nelayan Tambelan yang jumlahnya 65 persen dari jumlah penduduk Tambelan tak diperkenankan mencari ikan di kawasan konservasi.

Khusus Desa Hilir ditetapkan kawasan konservasi di Pulau Wie. Harapannya, dalam masa konservasi, ikan berkembang biak. Ekosistem laut bertambah.
Efeknya ribuan nelayan tak perlu jauh meninggalkan darat untuk mecari ikan karena populasi ikan bertambah.

Yang jadi persoalan, katanya, siapa yang menjaga kawasan konservasi. Inilah jadi kendala suksesnya program. Sebenarnya, masyarakat Tambelan sudah sadar tak menggunakan bahan peledak dan obat bius untuk mengkap ikan setelah program Coremap masuk ke Tambelan. ”Sayang konservasi belum dijaga. Kesannya tak efektif. Masih ada nelayan yang nekad mencari ikan di kawasan yang dilindungi itu,” katanya.

Razali mengharapkan program Coremap bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tambelan. Tapi, hingga kini belum menunjukan efek positif. “Kita berusaha agar program ini tak ditutup tahun 2010. Tetapi jika dalam penilaian tim di Tambelan dianggap gagal, maka bisa saja Coremap di Tambelan dihentikan. Tapi kita bekerja keras supaya amanah ini berhasil dan kelompok yang lain mendapatkan dana bergulir,” katanya.

Pesan Razali, agar program ini berhasil, pemerintah mencarikan tempat pemasaran produk yang dihasilkan dari Tambelan seperti kerupuk, rumput laut, dan ikan kerapu. Alasannya, untuk apa masyarakat melakukan usaha budidaya rumput laut, tapi tak ada yang menampung hasilnya. Akhirnya mereka meninggalkan budidaya rumput laut dan kembali menjadi nelayan tradisional yang menangkap ikan berdasarkan naluri.

Di Tanjungpinang, harga rumput laut per kilo mencapai Rp 20 ribu. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Lamidi mengatakan usaha rumput laut berpotensi dikembangkan. Salah satu lokasi yang tepat di Tambelan. DKP Kepri memberikan bantuan Rp3 juta per nelayan untuk mengembangkan usaha itu, awal November lalu.


Razali, sudah lama mengusulkan pemerintah mencarikan tempat pemasaran. Tapi belum ada respon. Selama ini, ikan tangkapan nelayan dijual ke tauke yang menampung di Tambelan. Lalu ikan itu dibawa ke Tanjungpinang dan diekspor ke Singapura. Masyarakat banyak terjebak oleh tauke. Apalagi tauke membeli ikan jauh dari harga harapan nelayan.

“Andai di Tambelan ada pabrik pengolahan ikan, maka nelayan pasti sejahtera, Apalagi, di sini dibangun tempat pelelangan ikan.”
Dia menyebutkan, banyak nelayan di Tambelan yang terbelit hutang dengan tengkulak itu. Sehingga berapapun harga yang ditetapkan, nelayan tidak memiliki nilai tawar. Ikan yang mereka cari dengan susah payah terpaksa dijual dengan murah. “Ikan dibeli murah karena tauke monopoli. Masalah Ini yang harusnya dipecahkan pemerintah, baru nelayan sejahtera,” katanya.

Sejak Coremap II diluncurkan di Kecamatan Tambelan setahun lalu, program tersebut sebenarnya mendapatkan tanggapan positif dari warga Tambelan yang berjumlah 5.000 jiwa. Wan Topan, tokoh pemuda Desa Batulepuk mengakui Coremap memberikan manfaat terhadap peningkatan perekonomian masyarakat Tambelan yang kebanyakan nelayan.

Cuma belum ada indikator yang jelas, ukuran keberhasilan program yang sedang mendapatkan perhatian dunia itu. Menurut Wan Topan, program Coremap yang memberikan nilai tambah perekonomian masyarakat Tambelan yakni program budi daya. Sedangkan program konservasi terumbu karang tak maksimal dilaksanakan. Padahal, keberhasilan
Coremap pada program konservasi terumbu karang.

"Ada aggapan bantuan yang diberikan pemerintah masih dianggap pemberian sehingga tak perlu dikembalikan. Bantuan tersebut belum dianggap sebagai sarana untuk perbaikan perekonomian. Hal ini yang menyebabkan program tersebut jalan di tempat," kata Wan Topan yang sering mengikuti pelatihan Coremap utusan Tambelan di Tanjungpinang.

Bupati Bintan Ansar Ahmad mengingatkan agar program ini berhasil, maka kelompok kerja masyarakat yang sudah diberikan bantuan oleh pemerintah bekerja maksimal.
Sedangkan menurut Ketua Kelompok Pengawasan Masyarakat, Desa Hilir, Syamsudin, Coremap sempat tersendat beberapa tahun. Banyak aset Coremap di Tambelan kurang bermanfaat. Kebangkitan Coremap di Tambelan, ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang diberikan bantuan dari Pemda Bintan untuk memulai usaha setahun yang lalu. Di Desa Hilir misalnya, saat ini program tersebut belum bisa sukses. Karena masih dalam proses.

“Pola pikir nelayan sekarang sedikit berubah tak lagi menangkap ikan dengan bahan peledak.

Pada akhirnya program Coremap yang diharapkan ini berakhir dengan tercipta masyarakat pesisir mencapai keseimbangan antara lingkungan hidup dan kesejahteraan mereka tampaknya belum terwujud. Perkerjaan rumah Coremap masih panjang agar masyarakat Tambelan pesisir tak lagi terasing dari pembangunan terumbu karang, dan ekosistem terkait dapat dilestarikan. ***

Tidak ada komentar: