Jumat, 05 Desember 2008

Belajar dari Obama


Bill Kovach by concernedjournalists.org

Pers dalam Demokrasi

Pemilu legislatif tinggal empat bulan. Sosialisasi peserta pemilu mulai mendekati pemilih dengan pelbagai cara. Pers sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif dituntut adil memberi ruang yang sama bagi peserta pemilu 2009.

Pers selama pemilu memainkan peran yang strategis. Sekedar contoh, presiden terpilih Amerika Serikat Barack Hussein Obama, yang menoreh sejarah dengan meraup jumlah pemilih terbanyak selama sejarah pemilu di negara Paman Sam tidak terlepas dari peran pers. Pers di AS memberikan porsi yang lebih untuk Obama dibandingkan dengan lawannya John Mc Cain. Berita utama yang terbit di koran berpengaruh di AS banyak memuat berita tentang Obama. Bukan hanya di AS yang demam Obama, media di Asia, Afrika, Eropa sampai Indonesia, bahkan Batam sekalipun menjadikan Obama laporan utama mereka.

Laporan di media memang banyak menempatkan statemen utama Obama jadi laporan utama media. Sadar atau tidak, pers memberikan andil terhadap kemengan presiden AS pertama yang pernah mengenyam pendidikan di Indonesia itu.

Obama tahu betul apa yang dibutuhkan media. Statemen Obama memuaskan wartawan dibandingkan dengan statemen dari lawan politiknya. Gaya pidato yang mengalir, puitis, bergemuruh seperti gelombang bisa membius orang yang mendengarnya.

Bahasa tubuhnya yang simpatik selalu tertangkap kamera. Semuanya termasuk kelebihan Obama mencuri perhatian media dalam kampanyenya. Obama pernah jadi pemimpin redaksi jurnal hukum di Harvard University. Sehingga dia tak lagi asing dengan media.

Obama sadar betul pers memberikan pengaruh yang besar dalam menciptakan opini publik. Obama sumber inspirasi bagai mata air tak pernah habis. Chris Matthews, wartawan kawakan AS, disorot publik karena memihak Obama. Namun Matthews membela diri. Ia bilang, wartawan wajib memberitakan yang didengar dan dilihat. Ia terinspirasi pidato Obama tentang ras, (Kompas).

Bahkan, John McCain mengeluh porsi pemberitaan Obama berlebihan. Ia menuding Obama dan media terlibat love affair.

Pers juga berperan menjatuhkan lawan politik. Peranan media juga mempengaruhi sikap dan perilaku orang/public. McDevitt (1996: 270) mengatakan, “Media cukup efektif dalam membangun kesadaran warga mengenai suatu masalah (isu).”

Sedangkan Lindsey (1994: 163) berpendapat, “Media memiliki peran sentral dalam menyaring informasi dan membentuk opini masyarakat.” Sedangkan para pemikir sosial seperti Louis Wirth dan Talcott Parsons menekankan pentingnya media massa sebagai alat kontrol sosial.

Obama bukan tipe figur yang pelit dimintai komentar oleh wartawan. Dia juga tidak susah ditemui wartawan. Bandingkan dengam pejabat di daerah ini.

Ketemu kepala daerah susahnya bukan main. Harus nunggu antre dan melewati proses birokrasi. Padahal pers mencari informasi untuk kepentingan umum. Kita masih bisa menyaksikan kalangan birokrat, legislatif tidak banyak memahami substansi masalah yang diinginkan wartawan.

Sehingga jawaban yang diperolehpun jawaban sampah yang tak laik dikutip. Wartawan sebagai manusia juga memiliki tanggung jawab moral bukan hanya kepada perusahaan tempat dia bekerja.

Tetapi tanggung jawab terbesar wartawan, kata Bill Kovach, tokoh jurnalis dunia yang dikenal sebagai ''Nurani Pers" Amerika adalah kepada warga. Bukankah tujuan jurnalisme itu melayani warga agar masyarakat bisa mengambil sikap dalam menjaga kemerdekaan serta mengatur diri mereka sendiri.

Tugas wartawan untuk menulis berita untuk kepentingan publik. Wartawan juga memberikan pencerahan dalam demokrasi. Pemerintahan tidak akan berarti tanpa pers. Pers jauh lebih berarti tanpa pemerintah. “Were it left to me to decide whether we should a government without newspaper or newspapers without a government, I should not hesitate a moment to refer the letter”. Itulah kalimat yang diucapkan Presiden Amerika Thomas Jefferson mengingat peran penting pers dalam negara demokrasi dalam buku The Four Estate, 1971.

Jeremy Bentham, ahli filsafat hukum abad 18, menyatakan, tanpa publisitas pers tentang seluruh kegiatan pemerintah di sebuah negara demokrasi maka keburukan akan menjadi permanen; tetapi jika ada pengawasan publisitas-pers maka pikiran jahat tak akan terjadi terus menerus di pemerintahan. Tak mungkin ada kinerja pemerintah yang baik tanpa bantuan publisitas pers. Karena rakyat atau publik tak dapat menilai jalannya pemerintahan tanpa informasi yang lengkap dari pers.

Seorang pendekar hukum Belanda, Kirk Donker Curtius (1883) memberikan julukkan untuk pers dengan “Ratu Bumi” (de koningin der aarde) karena pers lebih mampu menerangi akal, pikiran, dan hati manusia daripada pemerintah. Istilah populer saat ini adalah mencerdaskan bangsa.

Bahkan panglima perang Prancis zaman revolusi Napoleon Bonaparte lebih takut satu wartawan dibadingkan dengan seribu serdadu. Begitulah pengaruh pers dalam demokrasi.

"Ketika kau memiliki kekuasaan, kau menggunakan informasi untuk membuat orang mengikuti kau punya kepemimpinan. Namun kalau kau seorang wartawan, kau menggunakan informasi untuk orang mengambil sikap masing masing," kata Presiden AS Jimmy Carter, kepada Bill Kovach.

Dalam sejarah, pers di AS berhasil menjatuhkan Presiden Richard Nixon degan skandal watergate yang dutulis Bob Woodward dan Carl Bernstein di Washington Post. Di Indonesia, bagaimana pers mengungkap skandal pejabat DPR dan kasus korupsi lainnya. Sehingga pejabat tersebut harus mengundurkan diri dari jabatan bergengsi. Terkadang juga masuk bui.

Opini yang terbit di media massa mendorong keinginan orang megatur dirinya sendiri. Mengutip Bill Kovach, "jurnalisme dan demokrasi lahir secara bersama-sama. Jurnalisme dan demokrasi juga akan mati bersama." Yang paling penting pers di dunia ketika, yakni wartawan harus independen dari semua pihak yang mereka liput. Ini penting, karena selama ini media masih belum bebas dari sensor dan pengaruh pemerintah.

Wartawan bisa melayani warga dengan sebaiknya-baiknya apabila mereka bersikap independen terhadap pihak yang diliput baik itu institusi politik, bisnis, sosial,agama, media, budaya dan lain -lain.

Andaikan pers berperan memberitahu warga kalau ada penyalagunaan kekuasaan, warga akan tahu tentang caleg yang akan mereka pilih nanti. Dengan demikian, pemilih bisa mengambil sikap dengan informasi yang disampaikan media kepada publik. Apa jadinya jika pers memberitakan caleg tertentu hanya karena wartawan dibayar. Sehingga berita yang dikonsumsi publik sudah tidak sesuai dengan realita yang ada.

Masyarakat akan diracuni dengan informasi sampah. Jangan sampai pers meracuni pemilih dengan berita yang salah. Untuk itu, masyarakat harus mengerti peran pers dalam demokrasi ini. Untuk caleg, kalangan penguasa, pengusaha, aparat keamanan, cintailah pers. Karena dengan saling kerjasama akan tercipta keterbukaan. Pemerintah bisa dikontrol demi menciptakan tatanan masyarakat yang demokratis.***

Tidak ada komentar: