Senin, 08 Desember 2008

Batam Mengukir Prestasi di Era Otonomi

foto by yusuf hidayat/ Batam Pos


Refleksi 25 Tahun Pemko Batam


Pemerintah Kota Batam memasuki umur 25 tahun Desember ini. Otorita Batam pun berganti baju menjadi Badan Pengusaan Kawasan (BPK) yang akan melanjutkan peranan menarik investasi di Batam. Bagaimana peran Pemko ke depan, setelah seper empat abat diberikan wewenang otonomi daerah mengelola daerah ini. Apakah masih berebut kekuasaan ataupun BPK dan Pemko Batam menjadi dua mesin turbo yang menjalankan satu perahu hingga sampai tujuan akhir memakmurkan masyarakat?

Wartawan Batam Pos, Robby Patria, mewawancarai Asisten Ekonomi dan Pembangunan Syamsul Bahrum mengenai peranan Pemko selama 25 tahun di ruang kerjanya, Kamis (4/12).

Bagaimana sejarah awal perkembangan Batam hingga menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi di Indonesia seperti sekarang ini?

Skenario awal pembangunan Pulau Batam di tahun 1969 adalah sebagai basis logistik dan operasional untuk industri yang berkaitan dengan eksploitasi dan gas bumi lepas pantai. Melalui Keppres No 65/1970 tanggal 19 Desember 1970 ditetapkan Proyek Pengembangan Pulau Batam yang dengan Keppres No 74/1971 , Pulau Batam ditetapkan sebagai Daerah Industri Pulau Batam.

Status sebagai Kawasan Berikat (bonded warehouse) ditetapkan melalui Kepres 41/1973 (22 November 1973). Selanjutnya dengan Keppres No 56/1984 tentang Penetapan Pulau Janda Berias, Moi-moi, Kasem, Tanjung Sauh dan Ngenang sebagai “bonded warehouses”.

Di era pra tahun 1984 sebelum terbentuknya Kota Madya Administratif Batam dengan PP No 34 Tahun 1983, maka status Pulau Batam adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Belakang Padang, Kabupaten Kepulauan Riau.
Cakupan wilayah Kota Batam mencakup 247 di gugusan Pulau Rempang dan Galang sejalan dengan perluasan wilayah kerja Otorita Batam (Keppres 28/1992) yang meliputi Pulau Batam, Rempang, Galang, dan pulau-pulau sekitarnya.

Di saat itu, fokus pembangunan lebih ke sektoral dibandingkan dengan isu lokal yakni menjadikan daerah ini sebagai basis logistik, kawasan industri, sentra perdagangan, pusat alih kapal, dan destinasi pariwisata. Aspek pemerintahan pada saat itu memainkan peran sekunder dan marginal, bahkan kelembagaan OPDIPB (Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam) memiliki peranan sangat kuat (super body) menyatukan model otonomi penuh dan otoritas tanpa batas.

Bahkan sebelum tahun 1999, tupoksi OPDIPB bagaikan institusi super-otonom di kawasan khusus. Bagaikan desentralisasi atas sentralisasi fungsi pusat. Peranan ini semakin berkurang sejalan dengan semangat reformasi yang melahirkan daerah otonom. Kita patut syukuri, akan peranan OPDIPB dalam membangun Pulau Batam.


Saat ini penduduk Batam 845.616 jiwa. Sejak kapan terjadi lonjakan penduduk di Batam?

Penduduk Batam pada tahun 1973 tercatat sekitar 6.500 jiwa, dan di tahun 1978 berjumlah 31.400 jiwa. Namun pada saat terbentuknya Kotamadya Administratif Batam tumbuh menjadi 43.800 jiwa. Di tahun 1993, Pulau Batam telah dihuni oleh 146.214 jiwa. Dan pada tahun 2003 jumlahnya telah menembus angka 562.661 jiwa. Sampai dengan Oktober 2008, penduduk Batam mencapai 845.616 jiwa. Rata-rata pertumbuhan penduduk Batam selama kurun waktu 1973-2003 (30 tahun) mencapai 11.32 persen per tahun.
Salah satu upaya menekan laju pertumbuhan penduduk karena faktor migrasi penduduk maka diterbitlah Perda No 2/2001 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran dan Pengendalian Penduduk dalam Daerah Kota Batam.


Sekarang eranya otonomi daerah. Bagaimana peran Pemko sebagai penguasa daerah sesuai dengan UU Otonomi Daerah? Dukungan sumber daya manusia untuk melayani masyarakat apakah sudah maksimal?


Dari perspektif pemerintahan, kelahiran Kota Batam sebagai intitusi dan zonasi kepemerintahan didasarkan atas PP No 34 Tahun 1983, dan pelantikan Walikotamadya (Administratif) pertama Usman Draman, 24 Desember 1983.
Sedangkan status Kota Otonom mengacu UU No 53/1999 yang mengatur tentang Pembentukan Kota Batam dan Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Riau. Tahun 1983 berdasarkan PP No 34/1983 terdapat tiga Kecamatan Batam Barat, Batam Timur dan Belakang Padang.

Tahun 1999 (UU No 53/1999), Batam bertambah delapan yakni Kecamatan Batu ampar, Lubuk Baja, Nongsa, Sei Beduk, Sekupang, Belakang Padang, Galang, dan Bulang Lintang. Kemudian melalui Perda No 12 Tahun 2005, maka terbentuklah 12 diantaranya Kecamatan Batu Ampar, Nongsa, Sei Beduk, Lubuk Baja, Batu Aji, Bengkong, Batam Kota, Sei Beduk, Sagulung, Belakang Padang, Galang dan Bulang.

Berdasarkan PP No 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, PP No 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Permendagri No 57/2007 tentang Juknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah, maka Struktur kepemerintahan (STOK) Kota Batam telah tersusun yakni dengan Perda No.3/2003 Sekda, tiga Asisten, lima Staf Ahli, 14 Bagian plus Sekwan, dan tiga Bagian Setwan, Perda No 11/2007 tujuh Badan dan tiga Kantor, termasuk 14 Dinas Perda No 12/2007 tentang Dinas Daerah.

Total jabatan terdapat 785 yakni, eselon II/a 1 jabatan, eselon II/b 32 jabatan, eselon III/a dengan 57 Jabatan, eselon III/b sebanyak 108 jabatan, eselon IV/a dengan 493 jabatan. Dan eselon IV/b, diisi 94 jabatan. Sedangkan total PNS dan tenaga honorer adalah 4.542 pegawai.

Golongan I berjumlah 140 orang, golongan II sebanyak 1.557 orang, golongan III 2.163 orang, dan golongan IV berjumlah 506 orang. Peranan Pemko Batam semakin besar khususnya di era reformasi regulasi dan sejalan dengan kebijakan nasional revitalisasi institusi birokrasi dalam kebijakan publik dan pelayanan umum. Bahkan kebijakan makro ekonomi nasional di Batam melalui pembentukan FTZ-Free Port harus berada dalam kerangka penguatan otonomi daerah. Pelayanan publik, saya kira sudah baik. Walaupun masih ada pelayanan yang harus ditingkatkan.

Menurut Anda bagaimana posisi Pemko dalam pelaksanaan FTZ di Batam. Apakah sejajar dengan BPK?

UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 9 secara tegas mengatur bagaimana kawasan khusus di daerah otonom dibentuk dan dijalankan. Hal yang sama juga pada konsideran dan isi Perpu No.1/2000, UU.No.36/2000, dan direvisi dengan Perppu No.1/2007 dan UU.No.44/2007 yang melahirkan PP.No.46, 47 dan 48/2007 berkaitan dengan penenetapan FTZ-BBK.

Dalam pelaksanaan FTZ idealnya melahirkan “otonomi plus” bukan “otonomi minus” seperti di Bintan, Tanjung Pinang dan Karimun”. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan FTZ oleh BPK di Kota Batam harus memperkuat posisi Pemko Batam bukan sebaliknya apalagi Walikota Batam juga secara “ex officio” sebagai Wakil Ketua Dewan Kawasan FTZ Batam.

Oleh karena itu, tidak ada satu kebijakan di Dewan Kawasan (DK-FTZ) yang dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan Kawasan (BPK-FTZ) yang memperkecil fungsi-fungsi Pemko Batam dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kedudukan Pemko dalam pelaksanaan pembangunan dan tugas-tugas otonomi daerah yang telah dilimpahkan di bidang kemasyarakatan.

Hal ini esensial karena Walikota adalah “city manager” karena pertama, Ia dipilih langsung oleh rakyat, dan pengemban otoritas demokrasi tertinggi bersama DPRD. Kedua, terdapat program-program yang telah disusun dalam jangka pendek APBD dan menengah yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan rencana skenario prospektif jangka panjang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Batam.

Ketiga, telah terbit 73 perda yang memuat aspek pengaturan dan pengurusan di bidang tata ruang, pajak dan retribusi daerah, lingkungan hidup, kelembagaan pemerintahan, ketertiban sosial, penguatan ekonomi kerakyatan, keprotokolan dan kerjasama antar kelembagaan, persampahan, perhubungan.

Keempat, pertanggung-jawaban penyelenggaraan pemerintahan juga wajib dilaporkan oleh Walikota Batam kepada pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri.

Kelima. pelbagai prestasi (governmental, developmental and social awards) di bidang politik pemerintahan, ekonomi pembangunan, dan sosial kebudayaan selalu diberikan kepada Pemko Batam. Pemberian ini merujuk pada suatu kota dalam huruf besar kota yang berarti suatu wilayah pemerintahan (Batam, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Dumai) bukan kota dalam arti fisik seperti Kota Kijang, Tg.Balai Karimun, Daik, Tanjung Uban, Ranai, dan Tarempa.

Legitimasi formal ini menandakan pentingnya pencapaian prestasi suatu kota dari pandangan indikator kota yang didukung oleh seluruh pemangku pembangunan (stake holders) di Batam. Oleh sebab itu, seluruh instansi vertikal pusat dalam semua kedudukan dan fungsi seperti bea dan cukai, perpajakan, keimigrasian, karantina, keamanan dan pertahanan termasuk bidang keagamaan, termasuk Otorita Batam yang dimasa transisi (2008) direformasi menjadi BPK-FTZ yang dibentuk dan bertanggung-jawab kepada DK-FTZ yang di dalamnya terdapat Walikota sebagai Wakil DK-FTZ) bahagian yang tidak terpisahkan dalam mengukir prestasi 25 tahun penyelenggaraan pemerintahan Kota Batam.

Tugas - tugas dekonsentrasi tugas pusat yang dilaksanakan aparatnya di daerah dipadukan dengan fungsi desentralisasi dan otonomi fungsi kepemerintahan yang telah diserahkan ke daerah.


Lalu bagaimana posisi BPK-FTZ di era Otonomi Daerah? Apakah mengkebiri otonomi daerah?


Tetap saja tidak akan mengkebiri posisi Pemko Batam. Tinggal bagaimana membangun mekanisme perpaduan kebijakan publik dan pelayanan sosial. Oleh sebab itu, kenapa Pemko Batam tetap konsisten memanfaatkan kebijakan kesatuan pelayanan dalam satu atap atau under one roof menuju kesatuan pelayanan terpadu atau one stop service seluruh pelayanan perizinan usaha di Gedung Sumatera Promotion Center (SPC).


Sekarangkan sudah FTZ, bagaimana dengan proses perizinan investasi dan perizinan lainnya?

Seluruh perizinan dari pemerintah pusat yang sampai saat ini menurut aturan teknis di masing-masing departemen / kementerian, lembaga pemerintah non-departemen masih berada di pusat. Seharusnya, khususnya untuk kawasan FTZ-BBK, idealnya yang akan dilaksanakan oleh BPK, bukan segala kewenangan dan urusan yang sudah dilimpahkan dan menjadi tugas pokok otonomi daerah.

Jika ini dilaksanakan, maka prinsip KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplifikasi) segala urusan yang menjadi tugas BPK-FTZ dan Pemko Batam akan mudah dilaksanakan.

Tugas DK-FTZ yang dilaksanakan oleh BPK-FTZ adalah “merebut” sebanyak-nbanyaknya urusan yang masih “nyangkut” di pusat bahkan di BKPM. Tidak ada lagi perizikan teknis yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat untuk kawasan FTZ. Izin kapal ikan di Departemen Kelautan dan Perikanan, izin pemanfaatan hutan wisata Departemen Kehutanan, izin mengimpor produk stratejik harus Departemen Perdagangan, dan lain-lain. Jika ini dijalankan maka bentuk ideal pelayanan investasi akan tercapai di Gedung SPC sebagai “Pusat Pelayanan Investasi Terpasu (Integrated Investment Service Canter).


Bagaimana konsep Anda mengenai teknis perizinan di SPC?


Begini. Nanti, di gedung SPC seluruh izin di bawah otoritas Pemko Batam bukan hanya didaftarkan tetapi juga diproses dan ditandatangani. Jadi, tidak ada lagi kepala badan, dinas, kantor termasuk camat yang menandatangani perizinan. Hanya walikota, wakil wali kota dan sekretaris daerah karena “hak prerogatif” politik dan posisi eselonasi tertinggi di kota yang dapat menekan beberapa perizinan stratejik berupa izin prinsip pada bidang tertentu saja.


Jadi seluruh perizinan usaha dari pusat, provinsi dan kota diselesaikan dengan teknologi moderen di tempat dengan cepat (on-site-online service). Suatu bentuk awal pemberian pelayanan yang terbaik dalam bentuk “red carpet” bukan “red tape and tips” bisa tercapai.

Tinggal bagaimana DK-FTZ dan BPK-FTZ, serta Pemko Batam menganggarkan dengan baik untuk pertama, pengembangan fasilitas fisik.

Kedua, peningkatan sistem pelayanan perangkat keras dan lunak yang berbasis ICT (information and Computer Technology). Ketiga, penataan sistem pelayanan yang non birokratis dan tidak “over-procedural” (streamline procedure).

keempat peningkatan kesejahteraan petugas di counter pelayanan dengan memberikan fasilitas khusus, identitas khusus, dan perbaikan pendapatan dengan berbagai tunjangan, pemberian kesempatan pengembangan pendidikan dan pelatihan dan juga pembinaan.
Jika perlu mereka diberi jabatan karir yang bereselon dengan tunjangan khusus pula. Tujuan peningkatan pelayanan publik ini akan sukses dicapai, jika ke-empat faktor tersebut bisa dicapai.

Pemko Batam dan BPK Batam nantinya harus menjadi mesin turbo untuk satu perahu.***

Tidak ada komentar: