Kamis, 23 Mei 2019

Pilihan Itu pun Sudah Dijatuhkan



Komisi Pemilihan Umum akan akan menentukan siapa presiden terpilih, dan wakil rakyat terbaik dari yang berkompetisi saat ini. Inilah pemilu kelima pasca reformasi yang seharusnya kita lebih dewasa berdemokrasi. Bukan malah sebaliknya.

Banyak contoh di belahan dunia lainnya, hasil pemilu menyebabkan negara tersebut menjadi konflik tanpa berkesudahan. Venezuela misalnya sampai saat ini masih dilanda konflik. Begitu juga di Afganistan, dan beberapa negara di Timur Tengah.
Mereka yang kalah tidak siap menerima kekalahan dan yang menang pun terlalu eforia dengan kemenangan sehingga lupa tugas berat mensejahterakan rakyat menjadi abai.


Ingat kata Sun Yat Sen, nasionalisme tanpa demokrasi adalah omong kosong. Demokrasi tanpa kemakmuran rakyat adalah kebohongan. Kemakmuran rakyat tanpa nasionalisme adalah tirani.
Demokrasi yang kita bangun 20 tahun lalu dengan menumbangkan pemerintahan otoriter 32 tahun rezim Soeharto dibayar dengan hilangnya nyawa dan kerusuhan di beberapa kota harus dijaga sebaik baiknya agar demokrasi yang dianggap baik saat ini bisa melahirkan kemakmuran. Dan saat ini kita masih menuju jalan itu. Walau secara berlahan mulai meraihnya.

Indonesia tercatat sebagai 20 negara terkuat ekonominya di dunia. Kemiskinan yang berkurang menjadi 1 digit. Keamanan dalam negeri dan iklim investasi yang masih menarik. Bahkan diprediksi menjadi negara terkuat nomor 7 ekonominya, di 2045 ketika Indonesia merayakan 100 tahun merdeka oleh lembaga survei kredibel seperti McKinsey dari AS.

KPU RI sudah mengundang lebih dari 30 negara asing untuk memantau pemilu di Indonesia yang dikatakan banyak pihak pemilu terbesar setelah India, dan Amerika. Dan paling rumit di dunia karena menggabungkan pemilu legislatif dan presiden dalam satu kegiatan. Inilah yang membuat negara lain akan belajar dan takjup jika kita berhasil melakukan pemilu dengan baik.

Alhamdulillah selama pemilu sebelumnya, lembaga internasional memberikan apresiasi positif hasil demokrasi Indonesia. Pemilu kita dipuji karena transparan dan demokratis. Walaupun tidak ada gading yang tak retak. Semua pihak yang tidak puas dipersilakan menempuh gugatan di lembaga yang dipersiapkan melakukan penyelesaian yakni Mahkamah Konstitusi. Bukan dengan menggerakkan kekuatan massa( people power) untuk mendelegitimasi hasil pemilu.

Dunia internasional sudah memuji empat kali pemilu yang kita buat pasca reformasi berlangsung amanah damai dan terbuka.Tapi, pemilu 2019, bukan saja bising secara verbal, juga bilang di dunia maya. Fitnah, hoak, berita falsu menyerbu dan menyerang tanpa henti- hentinya.
Mereka yang tingkat pendidikan tergolong baik  pun terkadang terkecoh dengan informasi hoaks. Atau bahkan sekaligus menyebarkan hoaks. Apalagi yang tidak paham soal mana informasi sampah dan informasi yang benar benar melalui proses yang berjenjang. 

Atau dapat dipertanggungjawabkan secara metode maupun proses mendapatkan informasi.
Negara secanggih Amerika di pemilu 2016 saja, harus berhadapan dengan serangan siber dari negara lain sehingga pemilihnya banyak yang menjadi korban berita hoaks.
Inggris pun tak kalah babak belur ketika ketika keputusan untuk keluar dari Uni Eropa harus melalui proses yang panjang. Dan hasil pemilihan rakyat Inggris memerintahkan mereka harus keluar.Tapi, risiko terburuknya, Inggris akan ditinggal oleh tetangga mereka sesama negara maju di Eropa. Dan itu menyebabkan perekonomian di negara itu akan bermasalah. Akibat hoak maupun fakenews menyebabkan warga negara Inggris terpengaruh dan memenangkan pilihan Brexit.

Di zaman banjir informasi saat ini, warga negara yang melek teknologi harus betul- betul memanfaatkan kecerdasan handphone maupun media komunikasi lainnya dengan sebaik baiknya.
Inilah zaman di mana tangan menjadi bencana karena memposting informasi hoak ataupun menyebarkan informasi yang kebenarannya masih diragukan ataupun mengandung ujaran kebencian.
Inilah pemilu yang menguras energi. Polarisasi mayarakat yang terbelah menjadi dua kubu.

 Bahkan anak- anak SD pun sampai harus saling bully karena tidak sama pilihan dengan kawan kawan mereka. Inilah pemilu presiden berakibat kuburan pun harus dibongkar karena beda pilihan capres. Pemilu yang harus memisahkan hubungan pertemanan karena beda pilihan. 

Dan banyak kasus keluar group WA karena beda pilihan dan dukungan.
Jika selama ini tokoh agama, ulama, begitu dihormati karena mereka dianggap pewaris ilmu para Nabi, coba lihat di zaman pemilu sekarang, ulama yang ilmu diakui jutaan pengikut itupun di-bully oleh mereka yang tidak paham soal ilmu agama. Bahkan setetes pun tak mampu menandingi ketinggian ilmu ulama yang di bully itu.
Yang berbahaya di era banjirnya informasi adalah banyaknya informasi sampah.
Bagi publik, kuantitas informasi ternyata lebih mengena ketimbang kualitas, dan informasi yang diulang-ulang ternyata lebih dihargai daripada kebenaran. Inilah kampanye era (post true). 

Padahal kebenaran itu yang harus dijaga dari banyaknya informasi yang menyerang.
Masih banyak di kalangan kita yang sulit membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang sengaja dibuat buat untuk menjadi benar. Dan akhirnya kita pun berenang dalam kolam informasi sampah. Menyelam dan berenang di dalamnya dan mengambil keputusan berdasarkan informasi bohong.
Betul kata ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, masih amat tipis lapisan akademisi dan cerdik cendekia yang lantang bersuara melawan kebohongan dan penyesatan yang disengaja, yang menerangi relung-relung demokrasi kala meredup.

Dan kita telah menentukan pemimpin Indonesia lima tahun ke depan. Serta memilih wakil-wakil rakyat terbaik.Tentu pilihan yang sedikit sekali mudaratnya. Kalaupun kita tidak menemukan politisi hebat, ideal untuk menjadi juru bicara kita, maka kita masih menemukan setidaknya politisi yang punya harapan dan janji politik yang tulus menjadi wakil rakyat terbaik.
"Kebenaran yang tak terorganisasi dengan baik,
maka niscaya ia akan tergilas oleh kebatilan/kezaliman yang terorganisasi dengan baik."
Inilah kutipan menarik dari Serial Game of Thrones. Tentu dengan Bismillah kita pilih mereka yang kita anggap terbaik. Agar mereka menghasilkan produk yang baik ketika mereka menjadi anggota dewan terhormat.Dan ingat ratusan nyawa pahlawan demokrasi hilang untuk pemilu kali ini. Semoga menjadi amal ibadah mereka. Aamiin. ***

Robby Patria

Tidak ada komentar: