Senin, 06 Januari 2014

Memilih Pemimpin Bukan Seperti Memilih Mie Instan

Lazimnya pemimpin di manapun di belahan bumi ini kenyang pengalaman politik yang nantinya membuat ia mapan. Ia bukan seperti mie instan dalam waktu beberapa menit bisa dinikmati. Biasanya seorang pemimpin titiannya dimulai menjadi Ketua LSM, anggota DPRD, ulama, akademisi, aktivis, pejabat pemerintahan, bahkan organisasi nonprofit tengah masyarakat. Dari pengalaman organisasi calon pemimpin menampakkan jiwa kepemimpinannya. Bahkan ketika menjadi mahasiswa, kepemimpinan sudah terasa menonjol ketika memimpin organisasi mahasiswa baik internal kampus maupun eksternal.  

Rasulullah SAW adalah seorang pemimpin di muka bumi dimana jiwa kepemimpinan sudah ada sejak kecil. Nabi dikenal dengan pribadi yang jujur. Kemudian menjadi pemimpin terbesar umat manusia di muka bumi. Nabi Muhammad adalah pemimpin besar yang sudah disiapkan Allah untuk umat manusia di bumi.


Begitu juga dengan Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali yang menjadi khalifah sepeninggalakan Nabi. Umar dikenal dan disegani musuh karena Umar memang sudah teruji kemampuannya di medan perang. Sosok paling ditakuti. Bukan hanya manusia, bahkan Iblis pun lari terbirit-birit ketika melihat bayangan Umar.

Di zaman modern, pemimpin besar seperti Napoloen di Prancis, Hitler di Jerman, Abraham Lincon, Barack obama di Amerika hingga Soekarno di Indonesia sudah melalui pelbagai proses untuk menjadi pemimpin. Betapa beratnya hidup bapak Bangsa Indonesia Soekarno keluar masuk penjara karena memperjuangkan kebebasan Indonesia dari penjajahan Belanda. Sama halnya Hitler. Seorang berpangkat kopral yang kemudian dipenjara dan akhirnya di dalam penjara melahirkan buku yang dikenal  Mein Kampf yang kemudian jadi pemimpin Jerman yang keras sepanjang zaman. Obama pun sebelum menjadi Presiden AS pertama dari kulit hitam pertama di Amerika terlebih dahulu sudah berkiprah. 

Kecerdasannya sudah diakui ketika menjadi mahasiswa hukum di Harvard. Dan ia terus populer ketika menjadi senator dengan program-program yang ia usulkan. Semuanya lagi-lagi melalui proses hidup yang nantinya melahirkan pengalaman hidup. Dari proses pembelajaran itulah menjadi pegangan yang berharga dalam menjalankan roda pemerintahan.

Memang ada pepatah yang menyebutkan pemimpin dilahirkan. Sehingga calon pemimpin memiliki bakat kepemimpinan. Namun, pemimpin yang disiapkan untuk menjadi pemimpinlah biasanya lebih baik. Tentu mereka melalui proses pembelajaran di tengah tengah masyarakat.

Negeri komunis China pun mempersiapkan pemimpin mereka jauh-jauh hari. Setelah memimpin selama sepuluh tahun, Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao serta sejumlah petinggi lainnya akan pensiun di akhir tahun ini. Mereka akan diganti dengan generasi baru, yang diwakili oleh Xi Jinping dan Li Keqiang, yang kemungkinan besar disiapkan sebagai pemimpin.

Pun di Korea Utara. Sepeninggalan Kim Jong-il, maka yang dipersiapkan melanjutkan politik dinasti negara komunis itu anaknya Kim Jong Un. Selama bertahun-tahun, Kim Jong Un mendampingi mendiang ayahnya dan membantu mengambil keputusan-keputusan penting dalam soal militer dan ekonomi.

Kim Jong Il secara terbuka memperkenalkan putra bungsunya sebagai putra mahkota pada September 2010. Tak lama setelah diperkenalkan ke publik, Kim muda langsung berpangkat jenderal bintang empat dan menduduki posisi wakil ketua Komite Pusat Militer di Partai Pekerja Korea, partai yang berkuasa di Korut.

Jung Un membantu ayahnya dalam banyak aspek, tidak hanya dalam urusan militer, tetapi juga ekonomi dan area-area lain. Kendati demikian, Jong Il pun mendapatkan serangan dari saudara tuanya Kim Kong Nam. Kong Nam mengatakan, "Orang yang berpikir normal tidak akan mungkin mau menerima pewarisan kekuasaan sampai tiga generasi," katanya dalam surat elektronik yang disebut Komi bertanggal 3 Januari 2012. "Pertanyaan saya, bagaimana ahli waris yang hanya dua tahun belajar bisa mewarisi sebuah kekuasaan absolut," kata lelaki yang diyakini berusia sekitar 40 tahun.(Kompas (18/1/2012)

Seorang Kim Jong Nam pun masih ragu dengan adiknya walaupun Jong Il sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. Lantas bagaimana dengan suksesi kepemimpinan di Indonesia, bahkan Kepri mendatang. Empat bulan lagi Indonesia juga akan mencari pemimpin baru yang nantinya duduk di parlemen sebagai wakil rakyat. Setelah itu, Juli 2014 kita memilih pemimpin atau presiden yang membuat pondasi Indonesia menuju negara maju yang diprediksi terealisasi 2030-2045, ketika Indonesia masuk usia emas atau 100 tahun merdeka.

Jika di tahun 2045 Indonesia tidak mampu menjadi negara maju dengan income per kapita mencapai $7500, maka kita akan terperangkap terlalu lama di negara menengah dengan income per kapita hanya 3700-4000 dolar US. Kita sulit ke luar karena banyak persoalan internal yang harus diselesaikan. Dan pemimpin  Indonesia saat ini merupakan awal untuk membentuk generasi emas di mana Indonesia akan merasakan kejayaan sesuai dengan prediksi banyak lembaga internasional seperti McKinsey Global Institute. 

Untuk menjadi pemimpin masyarakat di negara sebesar Indonesia, terlebih dahulu harus memiliki jejak rekam yang baik, melalui proses yang panjang, baik itu melalui birokrasi hingga karir di partai politik. Jika sudah teruji dan diakui oleh masyarakat, barulah ia tampil di depan untuk menjadi pemimpin yang nantinya dimintai pertanggungjawaban dunia dan di akherat oleh Allah Azza Wajalla. 

Rasulullah pun sudah mewanti-wanti, "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (Bukhari- 6015).***

Tidak ada komentar: