Kamis, 15 Agustus 2019

Revolusi 4.0, Siapkah Kita dengan Masa Itu



2025 menurut survei yang dibahas khusus World Economic Forum, dunia akan melahirkan titik kritis misalnya bisa jadi mesin dengan kecerdasan buatan pertama yang menjabat sebagai direktur perusahaan, 10 persen pakaian manusia di dunia terkoneksi dengan internet, 10 persen mobil yang lalu lalang di Amerika tanpa supir. Dan 30 persen hasil audit perusahaan dengan menggunakan kecerdasan buatan. Dan apoteker robot pertama dimulai di Amerika.


Jika benar capaian di 2025, maka kuliah di akuntansi, kemudian farmasi, lalu akan bersaing dengan mesin buatan yang canggih itu dan tak pandai merajuk.
Dan tentu sebagai pengguna kacamata, akan diciptakan kacamata yang terhubung dengan internet. Kalau beli itu, maka tak perlu pakai ponsel untuk terhubung ke dunia maya. Cukup melalui kacamata. Dan yang sangat mengerikan, adalah sistem rekayasa biologis. Hanya etika moral yang diperlukan untuk menjaga agar manusia memang memiliki keterbatasan. Setelah Homo Sapiens yang terbatas, kini kata Yuval Noah Harari, kita akan memasuki Humo Deus atau mahluk cerdas.

Dan itu akan kita lihat sebentar lagi ketika Indonesia sedang ramainya membicarakan soal pemilu presiden dan legislatif di 2024. Sementara di belahan dunia sana, perubahan begitu cepat dan cepat. Hanya negara dengan SDM yang handal dapat mengikuti dan menjadi kreator atas perubahan tersebut. Amerika, China dan Rusia akan menjadi tiga negara kuat mencari siapa yang paling berkuasa atas teknologi sejagat.

Siapa mengira China bisa menaklukkan Silicon Valley, kawasan teknologi informasi besar dunia?Dan kini China melalui SDM yang kuat bisa menaklukkan dengan mendapatkan miliaran dolar dari kerjasama dengan Apple dan Microsoft. Dan Trump pun tak berani melanjutkan embargo terhadap Huawei.

Pekerjaaan yang akan diganti mesin itu misalnya kasir kasir di supermarket, mall, maupun di restoran. Pramusaji, akunting akunting, wartawan, buruh-buruh pabrik yang berkurang diganti mesin, dan profesi yang tidak mengandalkan pengetahuan. Reuters misalnya mulai menggunakan artificial intelligence (AI) dengan mesin alogaritma menulis berita di lapangan.
Sementara pekerjaan yang masih diperlukan di era revolusi industri 4.0, misalnya manajer untuk menyelesaikan masalah sulit, dokter, apoteker, pilot. Mereka yang sekolah tinggi dan mengandalkan pengetahuan masih diperlukan untuk melayani 7 miliar lebih penduduk di bumi.

Yang diperlukan masa yang akan datang, menurut Yuval Noah Harari yang menulis buku Homo Deus yang terkenal itu adalah kekayaaan pengetahuan. Gandum, emas, minyak yang dimiliki suatu negara tidak dapat diolah menjadi bermanfaat tanpa pengetahuan yang memadai.Hanya dengan  pengetahuan kekayaan alam dalam bentuk material itu bisa bernilai lebih.

Ke depan, persoalan perekonomian pengentasan kemiskinan suatu negara akan berjalan lambat atau cepat tergantung bagaimana kesiapan sumber daya manusia di negara itu.Singapura menjadi negara maju dengan income perkapita lebih dari 56.000 dolar AS tidak memiliki sumber daya alam seperti Indonesia. Negara kita sampai sejauh ini tembus 5000 dolar AS per kapita.Walaupun PDB Indonesia termasuk ke dalam 20 negara terkuat ekonominya di dunia.

Finlandia juga negara yang penuh dengan bebatuan, tandus, namun memiliki income perkapita yang tinggi di dunia bersama dengan negara Skandinavia lainnya. Apa yang membuat negara negara ini memiliki sistem pendidikan terbaik, tingkat korupsi minim, kemakmuran tinggi untuk rakyatnya, lalu kebahagian warga negara tertinggi dibandingkan dengan 200 negara lainnya, dan kenyamanan warga hidup tentunya.

Yang membuat negara kecil yang bahagia dan makmur itu tak lain adalah bagusnya pendidikan yang terwujud di negara itu. Berkualitasnya  pendidikan melahirkan tenaga kerja terampil, infrastruktur publik yang baik, berkontribusi terhadap kemajuan dan kemakmuran, dan tentunya kebahagiaan rakyat  suatu negara.
Secara infrastruktur maupun SDM, negara ini siap menerima revolusi industri 4.0 yang dimulai di negara negara maju karena sudah siap secara infrastruktur.Namun, tidak untuk negara negara dunia ketiga seperti Indonesia yang masih berjuang merayakan kualitas pendidikan dan menyiapkan SDM. Hanya sedikit dari jumlah penduduk Indonesia yang mampu bersaing di dunia kerja yakni mereka yang memiliki keahlian dan pengetahuan tentunya. Dan jumlahnya tidak banyak.

Lihat saja dari kesiapan tenaga kerja Indonesia mayoritas lulusan SD ke bawah 41 persen, lulusan SMP 18  persen lulusan SMK 11 persen, D1-3 3 persen, lulusan S1 hanya 10 persen.  Itulah peta tenaga kerja aktif yang berjumlah 129 juta  seperti dilansir Katadata.com.

Untuk menyesuaikan revolusi industri 4.0, maka diperlukan tenaga kerja berpengetahuan tinggi minimal lulusan perguruan tinggi yang ahli di bidang teknologi. Jika lulusan SD dan SMP, bagaimana caranya bisa mengikuti pekerjaan yang memerlukan keahlian maha hebat itu.Dan kita akan menghadapi masa masa tersebut ke depannya.

Akhirnya, negara- negara yang tidak siap dengan revolusi industri 4.0,akan tersisihkan dari permainan dan mereka yang tersisih menjadi gejolak sosial yang berbahaya bagi kedamaian negara dan dunia.Pemerataan pembangunan dan kekayaan hanya akan dinikmati oleh mereka yang sudah siap secara infrastruktur fisik maupun sumber daya manusia.

Dan mereka yang tidak siap akan menjadi penonton setiap tanpa terlibat dalam permainan era super robot itu nantinya.***

*Terbit di www.angkaberita.id

Tidak ada komentar: