
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq :1-5).
Negara disebut
maju dan berkembang kalau penduduknya atau masyarakatnya mempunyai minat baca
yang tinggi dengan dibuktikan dari jumlah buku yang diterbitkan dan jumlah
perpustakaan yang ada di negeri tersebut.
Di Indonesia, sebagai masyarakat
negara kepulauan dengan 17 ribu pulau menghadapi masalah untuk pemerataan
pembangunan sumber daya manusia. Hal inilah menyebabkan minat baca masyarakat terbilang
rendah. Banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan minat baca
masyarakat, hanya saja minat baca masyarakat masih tetap berjalan di tempat.
Usaha membangkitkan
minat baca masyarakat sudah dilakukan. Guru,
pustakawan, penulis,
media masa pun tak ketinggalan membuat gerakan seperti Gerakan 1000 Buku yang
dilakukan salah satu media massa
di Kepri. Bahkan politisi yang duduk di DPRD Kepri, seperti Iskandarsyah
bersama dengan elemen cendikiawan muda yang ada di Kepri pada Juni ini akan mendeklarasikan
Gerakan Kepri Sadar Membaca. Salah satu upaya menumbuhkembangkan budaya
membaca. Hadir Duta Baca Indonesia Kick Andi saat gerakan tersebut diresmikan.
Alasan mendasar
mengapa perlu dibangun gerakan sosial seperti itu karena, mereka menyadari
minat membaca masyarakat Kepri terbilang rendah. Dan itu juga menyebabkan
sampai saat ini raksasa toko buku seperti Gramedia belum membuka cabang di
Tanjungpinang. Padahal daerah ini pusat pemerintahan Kepri. Gerakan Kepri
membaca diharapkan bisa terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat pesisir
memberikan ilmu kepada warga dan siswa di sana .
Tentu kita harus
mengurut dada, di Harian Kompas
(29/2/2012), bukan hanya minat baca
masyarakat Kepri yang rendah, Indonesia
secara menyeluruh pun masih rendah. Kondisi saat ini tercatat satu buku dibaca
sekitar 80.000 penduduk Indonesia .
Karena angka produksi buku di Indonesia
sampai saat ini masih belum membanggakan. Masih setara dengan Malaysia dan Vietnam ,
padahal jumlah penduduk Indonesia
240 juta jiwa.
Misalnya 2011, tercatat produksi buku di Indonesia
sekitar 20.000 judul. Dari sisi oplah, Indonesia
memang lebih tinggi jika dibandingkan Malaysia . Untuk penerbit besar,
umumnya satu buku dicetak sebanyak 3.000 eksemplar. Adapun di Malaysia sekitar
1.500 eksemplar per buku, atau hampir sama dengan penerbit kecil di Indonesia .
Yang lebih
memprihantinkan, berdasarkan studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy
Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD),
hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel
penelitian. 'Posisi Indonesia
lebih baik dari Qatar , Kuwait ,
Maroko, dan Afrika Selatan (Republika,
8/7/2010). Bahkan, penelitian Human
Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002 menempatkan Indonesia pada posisi
110 dari 173 negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di
2009.
Lebih
menyedihkan lagi, berdasarkan data Center for Social Marketing (CSM),
perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara, termasuk
Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul
buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada
13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan
Indonesia 0 buku.
Jika kita lihat
minat baca masyarakat Kepri terhadap koran, juga terbilang rendah. Dengan
penduduk mencapai hamper 1,7 juta jiwa, media harian yang terbit di Kepri hanya
6 enam media harian: Batam Pos, Tribun Batam, Posmetro, Haluan Kepri, Koran
Peduli dan Tanjungpinang Pos. Oplah dari enam harian tersebut masih di bawah 80
ribu per hari. Tanjungpinang Pos misalnya, setiap hari hanya terbit dengan
tiras 3.000 eksemplar. Koran Peduli di bawah 3.000. Batam Pos pernah terbit di
angka 21.000 eksemplar ketika ada kasus kematian Presiden Soeharto. Sedangkan
Tribun Batam masih di bawah Batam Pos pada saat 2009. Di Jakarta satu media
dibaca 12 orang. Sedangkan di Kepri, satu media maksimal dibaca tak sampai 8
orang. Artinya minat masyarakat terhadap media masih kurang. Bahkan media
harian jarang rutin setiap hari dibaca di Anambas, Natuna, Lingga maupun di
Bintan.
Tentu yang
membaca media massa
itu masyarakat perkotaan. Mereka yang tinggal di pesisir Kepri nyaris alpa membaca
media massa . Masih ditemukan, mereka hidup di daerah
pesisir, sering kali tidak berjalan seimbang. Mayoritas masyarakat pesisir
dalam kondisi yang memprihatinkan, dan minim kesejahteraan dalam kehidupan ekonominya
sehingga jauh dari upaya peningkatan kemampuan sumber daya manusia dengan cara
membaca.
Efek dari
minimnya minat baca salah satu faktor meyebabkan Indek Pembangunan Manusia
(IPM) di Indonesia yang masih rendah. Walaupu IPM dinilai dari lama siswa
sekolah. IPM Indonesia menurut United
Nations Development Program, tahun 2011 di urutan 124 dari 187 negara yang
disurvei, dengan skor 0,617. Peringkat ini turun dari peringkat 108 pada tahun
2010.
Di kawasan
ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Vietnam yang memiliki nilai IPM 0,593, Laos
dengan nilai IPM 0,524, Kamboja dengan nilai IPM 0,523, dan Myanmar dengan
nilai IPM 0,483, katanya. Di ASEAN, peringkat pertama dalam hal kualits manusia
adalah Singapura dengan nilai 0,866. Kemudian disusul Brunei dengan nilai IPM 0,838, disusul Malaysia (0,761), Thailand (0,682,) dan Filipina
(0,644).
IPM Kepri tahun
2010 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berada di 75,07. Jauh dibandingkan
dengan Singapura yang sudah mencapai rata rata di atas 86. Tak kalah penting
jika kita mengamati, kunjungan masyarakat ke Pustaka Daerah Kepri, kelompok
pelajar yang mengunjungi perpustakaan pada Januari 2011 misalnya, sebanyak
1.085 orang. Sementara kelompok masyarakat umum 346 orang pada Maret. Mahasiswa
pada Januari 1.462 orang. Padahal, di Pustaka Daerah Kepri tersedia 13.499 buku
dan 53.148 eksemplar didata dari 2007 – 2010. Jumlah penduduk Tanjungpinang dan
Bintan mencapai 300 ribu jiwa. Tentu angka di atas bukan angka yang
mengembirakan untuk melihat indikator minat membaca masyarakat. Pemerintah memang dituntut berusaha keras
menarik minat baca masyarakat baik di kota
maupun di daerah pesisir di Kepri.
Dengan Membaca
Menguasai Dunia
Dunia pun
mencatatat dengan tinta emas sejarah kejayaan perkembangan Islam yang menguasai
dunia pada saat zaman kekhalifahan Islam. Ilmuwan Islam dalam berbagai bidang
pengetahuan, baik itu ilmu kedokteran, ilmu matematika dan sebagainya. Sebagai
contoh, Al Khawarizmy melalui karyanya yang monumental, “Aljabar”.
Kegemilangan
Islam di masa dahulu diperoleh dengan adanya kegemaran membaca dan mempelajari
ilmu dan pengetahuan yang ada di alam semesta sebagai ciptaan Allah. Namun
kegemaran membaca pada saat sekarang ini malah dimiliki oleh orang-orang non
muslim seperti bangsa Jepang. Hingga tidak heran jika Allah telah meninggikan
beberapa derajat bangsa Jepang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mereka miliki. Padahal, andai kita menyadari, dengan membaca, sebagai
perwujudan pelaksanaan perintah Allah, kaum muslimin dapat meningkatkan ilmu
pengetahuan sehingga dengannya Allah akan meninggikannya beberapa derajat.
Allah juga telah memerintahkan manusia untuk memperhatikan ciptaan Allah dan
mempelajarinya hingga bermanfaat bagi kehidupan di dunia.
Selandia baru negara
yang kecil, namun Index Pembangunan Manusia tahun 2009 yang salah satu
ukurannya melek huruf, Selandia Baru menduduki peringkat 20 dari 182 negara,
sedangkan Indonesia berada di peringkat
111 jauh di belakang Malaysia yang berada di peringkat 66 dan Thailand
87. Hal itu disebabkan, masyarakat Indonesia belum banyak yang sadar
pentingnya membaca. Terutama mereka yang
tinggal di pesisir jauh dari fasilitas.
Salah hasil
kajian Dr. Farrukh Saleem, Direktur Lembaga Eksekutif Pusat Penyelidikan dan
Pengkajian Keselamatan (CRSS) Pakistan, Ia menemukan orang-orang Yahudi yang
jumlahnya sedikit itu, tetapi ternyata telah memberikan pengaruh yang luar
biasa pada dunia dan perkembangannya selama ini.
Jumlah Yahudi di
dunia saat ini hanya berkisar 14 juta orang. Tujuh juta di antaranya hidup di
Amerika, lima juta di Asia ,
dua juta di Eropa, dan 100.000 di Afrika. Jika kita bandingkan jumlah Yahudi
dengan umat Muslim di dunia, maka bagi setiap orang Yahudi ada 100 orang Muslim
(1:100). Anehnya, walau jumlah mereka sedikit, tapi menguasai dunia.
Banyak sekali
orang-orang yang berpengaruh di dunia ternyata kebanyakan adalah orang-orang
Yahudi. Beberapa di antara mereka adalah: 1. Albert Einstein, ilmuwan zaman
modern paling terkemuka dan disebut oleh majalah Time sebagai ‘Manusia Abad
ini’ ialah seorang Yahudi. 2. Sigmund Freud - melalui teori Id, Ego dan
Super-Ego ialah Bapak psikoanalisis, juga seorang Yahudi. 3. Karl Marx
(Penggagas Paham Komunis) ialah seorang keturunan Yahudi dari ibunya yang
merupakan Yahudi asal Hongaria.
Dan sekarang
coba lihat sederetan nama-nama orang Yahudi yang memiliki pengaruh kuat dalam
sistem pemerintahan: Richard Levin, Presiden salah satu universitas tersohor di
Amerika, Yale University ialah seorang Yahudi. Maxim
Litvinov (mantan Menteri Luar Negeri Uni Soviet), David Marshal (mantan Perdana Menteri pertama
Singapura), Yevgeny Primkov (mantan
Perdana Menteri Rusia dan mantan Kepala KGB), Jorge Sampaio (mantan Presiden Portugal ),
Pierre Mendes (Perdana Menteri ke-143 Perancis) dan Bruno Kreisky
(mantan Kanselir Austria ).
Orang
Yahudi juga menguasai media massa terbaik dunia. Mereka
antara lain: Wolf Blitzer (CNN),
Barbara Walters (ABC News), Eugene
Meyer (Washington Post), Henry
Grunwald (Ketua Editor Time), Katherine Graham (penerbit The Washington Post), Joseph Lelyyeld (Editor Eksekutif, The New York Times). Dan Max Frankel (The New York Times). (mujahidsamurai.multiply.com)
Jadi, mengapa
mereka itu begitu berkuasa? Bayangkan! Sejak 105 tahun terakhir, dari 14 juta
orang Yahudi, sudah ada 180 orang Yahudi yang memenangkan hadiah nobel.
Misalnya: 1.Benjamin Rubin, dia adalah orang memperkenalkan pemakaian jarum
suntik. 2. Johas Salk, merupakan penemu vaksin polio yang pertama. 3. Gertrude
Elion menemukan obat yang pertama untuk mengobati penyakit leukemia. 4. Baruch
Blumberg menemukan vaksin Hepatitis B.5. Paul Ehrlich menemukan metode
perawatan yang modern untuk penyakit sifilis. 6. Elie Metchnikoff memenangkan
hadiah Nobel untuk penyakit berjangkit. 7. Bernard Katz memenangkan Hadiah
Nobel karena kajian mengenai transmisi neuromuskular. 8. Andrew Schally
merupakan penerima Nobel dalam kajian endokrinologi (berkaitan dengan sistem
endokrin dan kencing manis). 9. Aaron Beck menemukan terapi kognitif (perawatan mental dan fobia).10. Gregory
Pincus membuat pil KB yang pertama.11. George Wald memenang Nobel bagi
penelitian mengenai mata manusia. 12. Standley Cohen dianugerahi hadiah Nobel
dalam penelitian di bidang embriologi (janin dan perkembangannya).13. Willem
Kolff menemukan mesin dialisis ginjal (pencuci darah).14. Stanley Mezor
menemukan mikrochip pertama.
15. Leo Szilards
membangun reaktor nuklir pertama. 16. Peter Schultz penemu kabel serat optik
untuk jaringan internet.17. Benno Strauss penemu besi tahan karat - stainless
steel.18. Emile Berliner penemu mikrofon untuk telefon dan 19. Charles Ginsburg
penemu alat pita perekam suara. Apa
sebenarnya yang membuat mereka begitu menguasai dunia saat ini? Jawabannya
ternyata ada pada tiga hal yaitu:
Pendidikan, Pelajaran dan Ilmu.
AS mempunyai
5.758 universitas dan India
punya 8.407. Pada 2004, Shanghai Jiao Tong University membuat penelitian
tentang ‘Ranking Akademik Universitas-Universitas Dunia’ - dan menakjubkan -
tidak ada satu pun universitas yang berasal dari negara Islam yang berada di
urutan 500 besar sekalipun.
Data yang
dikumpulkan dari UNDP, tingkat melek huruf (bisa membaca) di negara maju ialah
hampir 90 persendan di antara negar-negara itu ada 15 negara yang memiliki
tingkat melek huruf 100 persen. Lalu bandingkan dengan negara-negara yang berkembang
lainnya, penduduknya beragama, rata-rata tingkat melek hurup sekitar 40 persen.
Dan tidak ada satu pun negara yang
mempunyai tingkat 100 persen persen melek huruf.
Sekitar 98 persen
penduduk di negara maju menamatkan pendidikan mereka sekurang-kurangnya sampai
tingkat sekolah dasar, sementara hanya 50 persen di negara dunia ketiga
termasuk Indonesia .
Sekitar 40 persen penduduk di negara maju belajar hingga tingkat perguruan
tinggi, sementara hanya 2 persen di Negara berkembang.
Negara-negara berkembang
mempunyai 230 ilmuwan bagi setiap (per) sejuta penduduk. Di AS ada 4.000
ilmuwan per sejuta orang, Jepang ada 5.000 per sejuta. Di seluruh negara Arab,
jumlah ilmuwan sepanjang sejarah hanya mencapai 35.000 ilmuwan, dan hanya ada
50 tenaga ahli per sejuta (bandingkan dengan di negara maju yang punya 1.000
tenaga ahli per sejuta). Negara Islam membelanjakan 0,2 % dari APBN-nya untuk
penelitian dan pengembangan (R&D). Sebaliknya, di negara maju membelanjakan
5 % dari APBN-nya.
Perhatikan lagi
jumlah tingkat minat baca penduduk di negara Muslim dengan di negara Barat. Di
Pakistan, hanya ada 23 koran per 1.000 rakyat Pakistan , sementara perkiraan di
Singapura ialah 360. Di Inggris, jumlah judul buku per juta orang ialah 2.000,
sementara di Mesir hanya 20.
Jadi, tak ada
cara lain untuk menguasai dunia atau minimal melihat dunia dengan cara membaca.
Pengarang terkemuka asal Timur Tengah, Al-Qarni, dalam bukunya Laa Tahzan mengungkapkan banyaknya manfaat membaca di
antaranya sebagai berikut :
Membaca
menghilangkan kecemasan dan kegundahan. Ketika sibuk membaca, seseorang
terhalang masuk kebodohan. Kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa
berhubungan orang-orang malas dan tidak mau bekerja. Membaca membantu
mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berfikir.
Dengan sering
membaca, orang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata .
Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan
pemahaman. Dengan membaca orang mengambil manfaat dari pengalaman orang lain, kearifan
orang bijaksana dan pemahaman para sarjana.
Zaman modern
sekarang ini, hampir tak seorang pun yang meragukan kemampuan membaca dalam
meraih manfaat dan kemajuan dalam kehidupan seseorang sekelompok masyarakat
atau suatu bangsa. Kaum Muslimin sering menyandarkan hujjah (argumentasi)
tentangpentingnya membaca pada perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1 yang
mengandung filosofi tentang latar belakang perintah Iqraa
sebagai isyarat
tentang pentingnya membaca bagi umat manusia untuk menunaikan peranannya
sebagai Khalifah Allah di muka bumi.
Demikian para
pakar dewasa ini menekankan pentingnya membaca sebagai salah satu persyaratan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan melancarkan ide-ide pembangunan lebih luas.
Dasar pemikirannya,kemampuan membaca merupakan syarat minimal bagi suatu warga bangsa
untuk bisa menerima ilmu dan pesan-pesan pembangunan melalui media komunikasi
tercetak maupun media elektronik yang perkembangannya semakin hari kian pesat. Dan Kepri sebagai provinsi kepulauan dengan
jumlah pulau 2.406 harus fokus menumbuhkembangkan minat baca di tengah-tengah masyarakat
pesisir yang jumlahnya mencapai puluhan
ribu orang.
Malas Membaca
Dekat dengan Kemiskinan
Kita selaku
warga Kepri justru harus sadar bahwa membaca adalah hal yang mudah, akan
tetapi rumit untuk dijadikan sebuah
kebiasaan. Dengan mengubah pola pikir dan sadar akan membaca, justru membuat
negeri kita ini jauh dari keterpurukan. Ini seperti ungkapan
yang sudah sering kita dengar, “Orang yang malas membaca paling dekat
dengan kebodohan. Kebodohan paling dekat dengan kemiskinan.” Penegasan
kalimat tersebut menunjukkan betapa bodoh dan meruginya orang-orang yang malas membaca. Bahkan Allah
ribuan tahun lalu sudah mengingatkan pentingnya membaca. Bahkan Allah
mengangkat derajat orang yang berilmu satu tingkat. Begitulah pentingnya
membaca untuk terhindar dari kebodohan yang meluas.
Orang yang tidak
bisa membaca bisa dikategorikan akan hidup sulit karena tidak bisa mengikuti
perkembangan zaman. Pemerintah melalui Undang-Undang Pendidikan Nasional sampai
mengamanatkan 20 persen dana APBN harus dialokasikan untuk pendidikan.
Harapannya,240 juta penduduk Indonesia
bebas buta hurup.
Menurut Badan
Pusat Statistik Kepri tahun 2011, Angka Melek Huruf (AMH) penduduk usia 15
tahun ke atas sebesar 97,31 persen. AMH penduduk usia 15 tahun ke atas
perempuan (96,49 persen) lebih rendah dibandingkan laki-laki (98,09 persen).
AMH penduduk usia 15 tahun ke atas di daerah perdesaan (91,12 persen) lebih
rendah dibandingkan daerah perkotaan (98,55 persen).
Rendahnya AMH
penduduk usia 15 tahun ke atas disebabkan oleh rendahnya AMH penduduk usia 45
tahun ke atas. AMH penduduk usia 45 tahun ke atas sebesar 90,74 persen. AMH
penduduk usia 45 tahun ke atas perempuan (86,51 persen) lebih rendah
dibandingkan laki-laki (94,44 persen) Angka melek hurup di Kepri berdasarkan
data di Kementerian Bappenas 95,81.
Padahal, salah satu indikator pencapaian kesetaraan
gender menurut MDGs adalah angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun.
Kelompok penduduk usia sekolah ini adalah kelompok penduduk usia produktif,
sebagai sumber daya pembangunan yang seharusnya memiliki pendidikan yang
memadai dan keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Untuk itulah,
pemerintah mewajibkan pendidikan 9 tahun bagi anak bangsa.
Mengutip
pernyataan Direktur Eksekutif UNICEF
Ann M. Veneman pada peringatan Hari Penghapusan Kemiskinan Sedunia (17 October
2009), hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa investasi sebesar $1 untuk
pendidikan bagi anak perempuan akan menghasilkan peningkatan 10 kali lipat
produktivitas lebih banyak dibandingkan dengan investasi pada anak laki-laki.
Dengan demikian, mempercepat kesetaraan laki-laki dan perempuan yang melek
huruf akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan produktivitas yang tinggi.
Orang yang tidak bisa membaca dipastikan tak bias berkerja di sector forma. Hal
inilah menyebabkan mereka yang buta hurup selalu berada dalam garis kemiskinan.
Di Kepri jumlah
penduduk miskin menembus 128 ribu jiwa yang paling banyak berada di Batam,
Karimun, Natuna, Anambas, dan Lingga. Di
lihat dari profil penduduk, mereka yang miskin itu bermukim di pedesaan dengan
sebagian besar nelayan, petani dan buruh
bangunan. Kehidupan mereka jauh dari kebiasaan membaca. Pola hidup masyarakat
pesisir jauh dari budaya membaca. Mereka lebih mementingkan mencari nafkah ke
laut dibandingkan membeli buku dan menikmati bacaan.
Orang yang
relatif tak mampu mencukupi kebutuhan hidup dasarnya dikatakan sebagai orang
miskin. Untuk mengatakan bahwa orang itu bisa disebut sebagai orang miskin,
banyak indikator digunakan. Namun, ada satu indikator yang terlupakan untuk
menyebut orang miskin. Indikator itu adalah orang yang malas belajar.
Itulah yang
dikatakan Aidh al-Qarni dalam bukunya berjudul ‘Isy Kariman (2006). Ulama dari Timur Tengah itu berujar bahwa
orang yang tidak mau belajar adalah orang miskin. Orang miskin adalah orang
yang tidak mau membaca kitab-kitab, tak ada hal baru yang dimiliki dan tak ada
keajaiban dalam hidupnya, banyak lalai dan banyak lupa. Mengapa? Karena dia
tidak membaca satu ayat pun yang mengguncangnya atau satu hadits pun yang akan
membangunkannya atau satu kisah pun yang akan menakjubkannya atau satu bait
syair pun yang akan menggoyangkannya atau satu pemisalan pun yang akan
memberinya manfaat.
Aidh al-Qarni
mengibaratkan hidup seorang penuntut ilmu seperti taman yang di dalamnya ada
pepohonan-pepohonan, bunga-bunga, sungai-sungai, dan buah-buahan. Lalu, hidup
seorang yang malas belajar ibaratnya seperti apa? Seperti padang pasir yang gersang, gundul, kering,
dan lengang, kata Aidh al-Qarni.
Solusi
Maka dari itu,
kalau masyarakat Kepri ini ingin lepas landas dari kemiskinan, maka harus
ditingkatkan minat baca masyarakat. Yang harus dilakukan pemerintah guna
membudayakan membaca di tengah dengan mengeksplorasi local content, yang
mengandung keragaman budaya, bahasa, musik, alat permainan, hingga dongeng.
Pemerintah perlu
dibantu dengan melakukan gerakan terpadu menuju terwujudnya masyarakat yang
gemar membaca. Kita kembalikan karakter daerah bangsa yang positif melalui
buku-buku bacaan yang kita hadirkan kepada anak-anak penerus bangsa. Terutama
mereka yang berada di daerah pesisir. Kepri pernah menghasilkan ilmuan
terkemuka seperti Raja Ali Haji, dengan
karya Gubahan Gurindam 12, di mana karya ini sudah mendunia. Kepri juga berhasil menjadikan
Bahasa Melayu menjadi Bahasa Idonesia atau bahasa persatuan.
Ya, berdasarkan
pengalaman lebih dari 100 tahun lalu, di Kepri ini sudah ada kebudayaan membaca
dan menulis yang menomental. Anak pesisir bisa engukir prestasi di jagad
sastra Indonesa. Harusnya kebudayaan membaca masa lalu it terus tumbuh di
kalangan generasi muda perkotaan maupun di daerah pesisir Kepri yang selama ini
belum banyak terjamah.
Sebagai
regulator, pemerintah berkewajiban dalam mengevaluasi kondisi yang ada. Kalau
ingin mengembangkan minat baca anak, lanjut dia, isi bacaan, motivasi,
fasilitas, dan kebiasaan membaca harus diperhatikan karena menyangkut pembaca itu
sendiri. Selama ini di daerah terpencil, fasilitas untuk membaca itu memang
tidak ada. Sehingga tak salah mereka yang tinggal di pesisir tak tertarik untuk
membudayakan membaca.
Contoh daerah pesisir di Kepri yang tidak ada
pustaka misalnya di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, berada 210 mil dari
Pulau Bintan, di sana tidak ada pustaka. Hanya Taman Bacaan milik rakyat
tersedia. Itupun cuma ada tak sampai 100 judul buku. Minimnya stok buku
menyebabkan, Taman Bacaan itu sepi pengunjung.
Menurut Lamb dan
Arnold (1976) minat baca di manapun baik itu
di masyarakat perkotaan dan pesisir di pengaruhi empat factor seperti: Faktor
fisiologis, intelektual, lingkungan dan faktor
psikologis. Jika factor lingkungan di masyarakat sudah terbentuk budaya
membaca, maka akan mempengaruhi minat masyarakat untuk terus membaca.
Peneliti Ehansky
(1963) dan Muehl dan Forrel (1973) yang dikutip oleh Harris dan Sipay (1980)
menunjukkan, secara umum ada hubungan positif (tetapi rendah) antara kecerdasan
yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata peningkatan remedial membaca.
Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rubin (1993) bahwa banyak
hasil
penelitian
memperlihatkan tidak siswa semua yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi
untuk menjadi pembaca yang baik. Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya
mempengaruhi berhasil tidaknya anak dalam membaca permulan.
Pemerintah tak
bisa sendirian dalam menggerakkan minat baca di masyarakat. Pemerintah harus
dibantu oleh kalangan dunia pendidikan, media masa, gerakan masyarakat cinta
buku untuk bersama-sama merangkul pihak-pihak swasta yang mempunyai
kepentingan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Di Kepri saat ini, peran
swasta mulai nampak. Misalnya dengan melahirkan gerakan gerakan social yang
mengajak untuk masyarakat pesisir cinta membaca.
Misalnya mereka bahu
membahu, mensponsori pendirian perpustakaan-perpustakaan kecil di lingkungan
masyarakat seperti desa/kampung dengan bantuan berupa sarana dan prasarana dan
koleksi perpustakaan yang pengelolaannya diserahkan kepada Ibu-Ibu PKK atau Karang
Taruna. Untuk menumbuhkan pustaka di kampong-lampung, pemerintah
harus berani menggelontorkan dana guna menunjang kegiatan itu.
Tak ketinggalan,
peranan kepala sekolah sangat penting sebagai ujung tombak terhadap
pendirian
perpustakan dan fungsi guru dan pustakawan sebagai pengembangan perpustakaan
harus selalu mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah daerah.
Karena banyak
sekolah dasar sampai menengah belum memiliki perpustakaan dan kalaupun ada
sifatnya stagnasi dan tidakberkembang karena kesulitan dana. Dan
itu benar-benar terjadi di daerah pesisir di Kepri.
Trobosan Pemprov
Kepri yang membangun Pustaka di tiap kabupaten merupakan langkah yang
tepat dan perlu diacungi jempol. Hadirnya Perpustakaan Keliling yang sudah ada
sekarang ini perlu ditingkatnya dan diperluas jangkauannya termasuk ke
daerah pulau. Nyatanya saat ini pustaka keliling hanya dinikmati masyarakat kota . Mereka yang di
pulau-pulau belum mendapatkan fasilitas pemerintah itu. Ini harus mendapat
perhatian serius dari kita semua kalau menginginkan bangsa kita
cerdas dan pandai sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang sudah maju.
Sir Arthur
Quiller-Couch (1863-1944), adalah tokoh pendidikan terkemuka dari Inggris yang
memasyarakatkan seni membaca melalui bukunya yang berjudul (antara lain) "The Art of Reading ". Ia memasyarakatkan misinya
ini ketika aktif memimpin Pusat Bahasa dan Kegiatan Membaca di Universitas Cambridge . Dasar
pemikirannya, bila masyarakat malas membaca, maka proses pembodohan akan terus
berlangsung hingga ke titik yang amat menyedihkan, di mana masyarakat menjadi
mandul -- tidak melahirkan generasi yang brilian.
Hanya dengan
kegiatan membaca, otak seseorang menjadi lebih brilian dibandingkan dengan
mereka yang tidak suka membaca. Mereka yang suka membaca, batinnya menjadi kaya
-- membentuknya menjadi matang, dewasa, rasional/logis, sehingga mampu menjadi
pemikir yang memiliki ide-ide cemerlang dan juga mampu mengatasi
masalah-masalah pelik yang timbul di dalam masyarakat, seperti iptek,
sosial-ekonomi, hingga budaya.
Agar seseorang
suka membaca, harus ada pertimbangkan
bahwa membaca itu untuk tiga kegiatan, yaitu yang bersifat
"apprehension" (sekadar untuk tahu), "comprehension" (untuk
memahami), dan hobi (hiburan).
Bagi
masyarakat pesisir, agar semua orang
suka, kemudian gemar membaca. Yang perlu dilakukan, antara lain: (1) pilih
bacaan yang sesuai dengan keperluan masing-masing;. Pemerintah harus
memperbanyak menyediakan buku, maalah dan media lain yang berhubungan dengan
kehidupan masyarakat pesisi. (2) Menyediakan ruang yang menyenangkan untuk
membaca; (3) Memberikan pemahaman kepada mereka, bahwa membaca itu merupakan
makanan otak dan batin; bisa dibayangkan bila otak dan batin kita kelaparan; (4)
perlu menyediakan anggaran untuk membeli buku, seperti halnya kita
menganggarkan uang kita untuk membeli makanan.
Perpustakaan
umum Kepri juga harus mengambil peran penting. Karena merupakan institunsi
pembinaan minat baca bagi seluruh masyarakat tanpa membedakan status. Tua,
muda, miskin atau kaya dapat memanfaatkan koleksi perpustakaan untuk memenuhi
kebutuhan sarana bacanya. Perpustakaan umum berperan sebagai institusi penyedia
saran baca bagi masyarakat. Minat baca tidak akan pernah terwujud tanpa
ketersediaan sarana baca.
Eksistensi
sebuah perpustakaan terletak pada pengguna perpustakaan dalam hal ini
masyarakat umum. Atau mungkin resiko terburuk adalah pengguna akan meninggalkan
perpustakaan dan menggunakan media lain untuk mencari informasi yang
dibutuhkan. Indikasi ini sudah terlihat dari menjamurnya warung internet yang
tak pernah sepi dengan pengunjung dan ini bertolak belakang belakang dengan
minat kunjungan masyarakat ke perpustakaan. Kondisi di mana hubungan antara
perpustakaan dan masyarakat berjalan kurang harmonis sehingga dapat berpengaruh
terhadap motivasi masyarakat mengakses perpustakaa tentu sangat ironis.
Salah satu
solusi yang dapat diambil untuk memecahkan masalah ini adalah dengan menerapkan
prinsip hubungan masyarakat baik dalam kegiatan pengelolaan perpustakaan.
Hubungan masyarakat (humas) merupakan fungsi manajemen untuk mengevaluasi opini
publik, dari kebijakan yang diterapkan oleh perpustakaan dengan tujuan agar
kebijakan yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi publik perpustakaan
sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan saling mendukung di antara
keduanya.
Dan akhirnya,
untuk menguasai dunia dengan ilmu, untuk hidup selamat di dunia dan akherat
juga harus dengan ilmu. Ilmu diperoleh hanya dengan membaca. ”Allah SWT akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” [QS. Mujadilah : 11]
2 komentar:
salam tuan
bagaimana menghubungi tuan ? saya ingin sekali bertanya tentang Tambelan. Hubungilah saya secepat mungkin. Email saya tokpakehtemenggong@gmail.com atau tokpakehtemenggong.blogspot.com
terima kasih tuan.
robbyepatria@yahoo.com.tks
Posting Komentar