Kamis, 24 November 2016

Tambelan yang Terlupakan


Saudara ku asal Tambelan.Kita harus berbangga, sejak 1955 Bupati Kepulauan Riau, sekarang Provinsi Kepulauan Riau, Adnan Kasim itu adalah orang Tambelan.Datuk nenek kita sudah berbakti kepada bangsa ini sejak jaman sebelum merdeka.
Jika 2016 Tambelan masih teraniaya dari segi infrastruktur, baik transportasi, pelayanan kesehatan, janganlah kalian risau.Biarkan mereka mereka itu malu dengan sendirinya jika mereka memiliki rasa malu. Dua bulan cukuplah kita kehilangan transportasi yang memadai.
Kita sebagai warga Tambelan sudah memberikan kontribusi besar baik dari segi sumber daya manusia yang sudah berpuluh tahun menjadi guru, mencerdaskan anak bangsa yang tersebar mulai dari Kalimantan Barat, hingga seluruh Kepri.



Sumber daya Tambelan juga pernah melahirkan tiga guru besar sebelum daerah lain di Kepri ini punya guru besar. Ada Prof Dr Azwar Abdullah,(UNTAN) Prof Saad (UNRI) dan Profesor Maswardi M Amin (Utan). Prof Saad membidani lahirnya Provinsi Kepri. Dan Prof Azwar Abdullah membidani lahirnya UMRAH.
Mereka inilah yang pemikirannya melahirkan Provinsi Kepri dan UMRAH. Tambelan juga pernah menempatkan dokter kesehatan pertama dari Kepri, Rosmawi Rifin yang menantunya pernah Menteri Perumahan Rakyat.
Siapa yang tidak tahu, Direktur Pendidikan di Kementerian Pendidikan Djauzak Achmad.Gempur Adnan pernah menjadi Direktur di Kementerian Lingkungan Hidup jauh sebelum Prof Eko Prasojo jadi Wakil Menteri. Dr.Bachtiar Murad, mantan Direktur Pemberantasan Penyakit di Kementerian Pertanian juga marga Tambelan. Orang kita juga pernah menjadi petinggi di Polda Riau yang menaungi Kabupaten Kepri ketika  yakni Kombes Pol Azwan Adnan. Kalau mereka tahu Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calsoem Bachri, dia juga warga kite.

Jika sekarang mereka-mereka itu mengabaikan Tambelan, harus mereka melihat sejarah, bagaimana Datuk Datuk Tambelan dengan gagah perkasa membantu menenggelamkan kapal VOC di Tanjung pinang.  Kalian juga harus tahu, bahwa tulisan Controleur A.W.L Vogelesang "Gegeven Betreffende den Tambelan en den Watas Archives" dalam Adat Recht Bundels no. 26, halaman 12,  bahwa yg merebut meriam dan tentu juga menenggelamkan kapal perang Maka`s Walvarent 6 Januari 1874 itu adalah Datuk Timbalan Riau Sri Maharaja Lela, (lela itu artinya meriam). Sehingga Sultan Mahmud Syah memberikan gelar itu kepada Datuk Tambelan. Dan tanggal tersebut dijadikan HUT Kota Tanjungpinang. Itulah sekelumit kisah yang  menyebabkan Tambelan menjadi istimewa oleh Sultan Riau Lingga diberi Gelar Kehormatan Negeri Timbalan Riau alias sekelas Wakil Sultan.
Sejarah juga mencatat, Tambelan pernah menjadi tempat meninggal dan bertahtanya Sultan Muayat Shah, yang pernah menjadi Sultan Johor dalam pelarian.Dan oleh Belanda juga diberikan otonomi Khusus mengelola keuangan sendiri.
Adik-adik dan saudara ku sekampung, jika hari ini Tambelan di "anak Tirikan", maka mereka mereka itu tidak pernah membaca dengan nurani, melihat bagaimana besarnya sumbangsih pendahulu kita sebagai anak Tambelan untuk Kepri dan Indonesia.

Kita harus bangga dengan sejarah Tambelan yang manis. Anda bayangkan tidak ada di Kepulauan Riau ini memiliki rumah adat yang berada di pusat kekuasaan di samping Gedung Daerah. Dan itu menjadi saksi sejarah bagaimana pendahulu kita sudah pernah menguasai struktur pemerintahan dan menelorkan, mendidik generasi generasi yang mereka berkuasa saat ini.Jika sekarang mereka alumni Fisip UNRI, alumni Universitas Riau, maka mereka harus tahu mereka pernah diajarkan M Saad yang juga pernah menjadi Wakil Rektor UNRI. Berapa banyak di Kepri ini mantan alumni UNRI.Tentu mereka tahu kiprah Prof Saad.

Kata Sukarno, jas merah.Jangan pernah sesekali melupakan sejarah. Bangsa yang besar, adalah bangsa yang tidak lupa dengan sejarah.Semoga pemimpin provinsi ini tidak melupakan sejarah manis pendahulu kita.
Kite tidak minta yang muluk-muluk. Karena memang kite dilahirkan di daerah penuh dengan desingan ombak ganas nya laut China Selatan. Sudah biasa bagi warga Tambelan berlayar 24 jam bahkan 32 jam menyeberang laut dan bermandikan gelombang. Kita anggap itu permainan yang mengasikkan. Dari zaman Sultan Johor Riau Lingga yang lari ke Tambelan, zaman Jepon masuk ke Tambelan hingga merdeka kita sudah terbiasa siang hari tanpa listrik, pun hingga  2016. Mungkin bisa sampai kiamat. Kita tak terlalu berharap listrik hidup siang malam karena kita lebih menikmati suasana pecahan ombak dan buaiayan angin saat memanjat cengkih dan kelapa.
Kita daerah agraris sekaligus maritim. Dan kekayaan laut kita jika tidak dicuri kapal asing bisa membangun negeri yang hebat. Namun pemerintah belum mampu bagaimana menjadikan itu potensi yang utama.Kita masih secara tradisional memancing ikan dengan pancing dan bubu.

Ketahuilah ya penguasa, apakah masyarakat kami tidak boleh menerima layanan transportasi yang manusiawi. Kami tidak berharap layanan maksimum seperti kereta cepat. Yang kami perlu kan adalah kapal cepat. Karena sejak Datuk nenek kami ratusan tahun sudah naik kapal laut puluham jam. Bahkan mereka langsung berlayar ke Singapura, Mekkah untuk naik haji.
Kami berterimakasih dibangunnya Bandara Tambelan yang didanai APBN.Semoga selesainya pembangunan bandara tersebut dapat menyadarkan kami bahwa kite memang sudah menikmati kue kue pembangunan.Bukan lagi di anak tirikan..Salam.

Mahasiswa Program Doktor Pendidikan di UTHM, Malaysia. Patria Hidaat, lahir SD,SMP, di Tambelan.

Tidak ada komentar: