Rabu, 13 Januari 2016

Tambelan, Negeri Timbalan Riau yang Terputus

Menyesakkan dada. Ketika Provinsi Kepulauan Riau, suatu negeri yang memiliki 2.408 pulau dengan luas wilayah laut luas di Indonesia, belum mampu menyediakan tol laut yang mumpuni. Ratusan warga Tambelan baik pelajar, guru dan masyarakat yang berangkat dari Tambelan sejak Desember 2015 hingga pertengahan Januari 2016 tak bisa kembali ke kampung halamannya karena  kapal yang melayari rute Pulau Bintan-Tambelan sedang dalam proses lelang dan menanti jadwal tak kunjung disahkan.



Kasus terputusnya jalur transportasi ke Tambelan bukan sekali ini saja. Hampir setiap tahun permasalahan yang sama selalu terjadi. Bahkan bukan hanya Tambelan, kapal Sabuk Nusantara 30 dan 39 yang  mengelilingi Pulau Tujuh terdiri empat kabupaten dan dua provinsi yakni Kabupaten Bintan, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Anambas dan Natuna serta Sentete (Kalimatan Barat) selalu mengalami masalah yang sama. 

Pemerintah yang memiliki system perencanaan yang baik dalam melaksanakan pembangunan tentu punya kamampuan untuk mengatasi masalah transportasi. Di musim utara sekarang ini adalah musim yang "pahit" bagi warga Tambelan, karena transportasi ke daerah itu terputus dengan alasan lelang kapal baru dimulai.

Seharusnya Pemda Bintan yang memiliki cukup anggaran bisa menyelesaikan permasalahan tersebut. Misalnya dengan memberikan subsidi yang lebih. Selama ini Pemkab Bintan hanya memberikan subsisidi kapal laut feri Rp500 juta yang digunakan untuk menggunakan feri angkutan Lebaran Indul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan di periode yang rawan tidak adanya kapal seperti sekarang masih diabaikan. Andaikan Pemkab Bintan menambah menjadi Rp1,5 miliar, maka Tambelan tidak akan terputus. Anggota DPRD Bintan yang berasal dari daerah pemilihan (Dapil) 3 harus bisa meyakinkan kawan-kawannya di Dewan untuk menambah subsidi kapal. Karena itulah sesungguhnya anggaran public yang dipakai melayani kepentingan masyarakat banyak. 

Dalam kondisi yang mendesak sekarang, Pemda Bintan harusnya cepat bergerak dengan mencarikan solusi misalnya dengan memberdayakan Kapal Navigasi khusus untuk mengantar masyarakat Tambelan. Berdasarkan pengalaman, kapal tersebut beberapa kali mengantar masyarakat Tambelan yang mengalami masalah kendala kapal laut.

Kejadian yang memilukan ketika warga memberanikan diri untuk mengikuti kapal ikan. Malangnya kapal tersebut mengalami rusak mesin, sehingga penumpang harus menikmati lamanya perjalanan hingga puluhan jam untuk sampai di Tambalan. Biasanya hanya 23 jam.

Ketika pejabat di Kepri atau di Bintan jika berpergian menggunakan pesawat terbang,  bagi warga Tambelan dan Pulau Tujuh lain itu suatu yang mewah. Mereka hanya ingin kapal dan kapal laut bermain-main dengan gelombang untuk mereka bisa menikmati perjalanan. Supaya tak terlantar di kota orang. Apalagi persedian keuangan mereka mulai habis karena keberadaan di Tanjungpinang luar perencanaan.

Andaikan Bupati Bintan atau Gubernur Kepri itu tahu ada di antara mereka anak anak SD dan SMP bahkan guru guru yang harus bertugas mengajar menjelang Ujian Nasional. Namun mereka alpa menjalankan tugas karena belum ada sarana kapal ke Tambelan baik dari Tanjungpinang, Bintan dan maupun Kalimantan Barat. 

Ketika rombongan beberapa warga Tambelan datang ke DPRD Provinsi Kepri, tak ada pihak yang berkepentingan menerima. Mereka sibuk mengurus keuangan di Jakarta. Untunglah ada anggota DPRD Hanafi Ekra yang menerima rombongan warga Tambelan dalam menyampaikan aspirasi tersebut. Sedangkan pimpinan DPRD tidak ada di tempat.

Permasalahan warga Tambelan dan Pulau Tujuh lainnya harus dicarikan jalan keluar secepatnya sambil menunggu keputusan jadwal keberangkatan kapal Sabuk Nusantara yang dikelola oleh Pelni. Atau Pemerintah lebih suka masyarakat pulau yang bergelar Negeri Timbalan Riau menanti tanpa berkesudahan.***

Tidak ada komentar: