Sabtu, 01 Oktober 2011

Masjid dan Halal bi halal politik


Selama Syawal, banyak gedung-gedung pertemuan laris manis disewa untuk kegiatan halal bi halal. Acara tersebut dimanfaatkan oleh calon peserta pemilukada Tanjungpinang untuk memperkenalkan diri saat acara silaturahim itu berlangsung. Terkadang ketika mereka berjumpa, masing-masing mengeluarkan senyuman palsu. 



Bahkan, pejabat yang tidak ada hubungannya dengan pihak penyelenggara halal bi halal tetap menampakkan muka untuk mencuri simpati. Bahkan dalam sebuah rapat panitia halal bi halal, munculnya kandidat peserta pemilukada di kegiatan sosial seperti itu jadi masalah tersendiri. Hal itu lambat laun bisa menyebabkan terjadinya perpecahan kelompok sosial. Mengapa hal itu bisa terjadi. Karena dalam satu kelompok besar, baik itu berasal dari daerah yang sama sekalipun tidak semua sepakat mendukung si A. Tentu masing-masing memiliki jagoan tersendiri.

 Ketika masalah ini dibawa ke dalam ranah organisasi, maka bukan tidak mungkin itu akan menjadi masalah baru dalam organisasi sosial. Banyak pihak yang mengkhawatirkan acara halal bi halal yang seharusnya menjadi ajang membina hubungan baik dengan sesama manusia, malah berubah menjadi kegiatan tebar pesona. Bukan hanya kegiatan halal bi halal di gedung sebagai sarana tebar pesona, di dalam masjid pun digunakan untuk tebar pesona. Dulu, memang masjid bagi Nabi bukan hanya sekedar tempat sholat saja tapi merupakan pusat semua kegiatan dakwah rasul termasuk sebagai pusat pemerintahan, pusat komando jihad bahkan termasuk tempat klinik darurat setelah perang.

 Namun politik masa kini tidak seperti politik zaman Rasul. Masa kini banyak menggunakan cara-cara yang kotor sehingga sangat berisiko jika harus dibawa ke dalam rumah ibadah. Selain itu, pemerintah melarang masjid atau rumah ibadah digunakan sarana kampanye. Dan itu tertuang dalam UU No 12/2003 tentang Pemilu Pasal 74 huruf g bahwa dalam kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintahan, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Kegiatan kampanye di tempat ibadah dapat melanggar fungsi dan konteks tempat ibadah itu sendiri. Syawal 1432 H pun masih sehari, kegiatan silaturahim dimanfaatkan calon wali kota dengan maksimal. Mendatangi kegiatan halal bi halal guna memperkenalkan diri di depan pelbagai suku dengan tujuan, supaya dikenal.

 *Terbit di Koran Peduli 30/09/2011

Tidak ada komentar: