Suatu hari Khalifah Umar Abdul Aziz berpidato di hadapan kaum
muslimin. Sebagaimana biasa, pidato beliau sangat menarik dan
memikat para pendengar. Akan tetapi pada kali ini, selain daripada
kandungan pidatonya, gerak-geri Khalifah pula turut menjadi
perhatian.
Khalifah sering memegang dan mengibas-ngibaskan bajunya
ketika berpidato, sesekali sebelah kanan dan sesekali di sebelah
kiri. Dengan demikian orang ramai menyadari bahwa gerakan tangan
Khalifah tidak ada kena mengena dengan kandungan pidato.
Setelah Khalifah turun daripada tempat berpidato, mereka bertanya
sesama sendiri dan akhirnya diketahui rahasianya. Dikatakan bahawa
baju yang dipakai Khalifah baru saja dibasuh dan belum kering.
Kerana ketiadaan baju lagi, maka baju itu dipakainya juga. Oleh itu
beliau selalu mengerak-gerakkan bajunya ketika berpidato agar cepat
kering.
Ketika Khalifah Umar sakit, pakaian yang dipakainya telah kotor.
Muslimah Abdul Aziz kakak Fatimah Abul Malik datang menemui adiknya
dan melihat Khalifah yang sedang sakit. “Fatimah, basuhlah pakaian
Khalifah itu. Sekejap lagi orang ramai akan masuk menemuinya”,
tegur Muslimah. “Demi Allah, beliau tidak punya pakaian lagi
kecuali yang dipakai itu,” jawab Fatimah
Seorang perempuan Mesir telah datang ke Damsyik kerana ingin
bertemu dengan Amirul Mukminin Khalifah Umar Abdul Aziz. Dia
bertanya-tanya di mana istana Khalifah? Dan orang ramai
menunjukkannya. Sampai saja di rumah yang dimaksudkan, perempuan
Mesir itu bertemu dengan seorang perempuan yang memakai pakaian
yang sudah lusuh dan buruk dan seorang lelaki sedang bergelimang
dengan tanah kerana memperbaiki rumahnya.
Tamu tadi terkejut luar biasa.
Kerena mana ada seorang permaisuri
raja yang berkuasa memakai baju buruk seperti itu. Dia merasa takut
dan kagum. Akan tetapi Fatimah pandai melayan, sehingga tetamu itu
berasa suka dan tenang hatinya.
Sepenggal kisah Umar Abdul Aziz ini begitu indah jika diteladani
oleh pemimpin di negeri ini. Pemimpin seperti Umar menjadi impian
semua rakyat. Sayangnya keinginan untuk mendapatkan pemimpin
seperti itu masih jauh dari kenyataan. Mirip seperti pepatah, jauh
panggang dari api.
Kisah Umar yang sederhana hanya menjadi bahan bacaan saja oleh para
pemimpin di negeri ini. Atau mereka belum mau mencontoh kisah Umar
yang agung itu.
Memang sulit menemukan kisah-kisah tauladan yang
sudah diberikan Umar kepada rakyatnya dapat dipraktikkan di Kepri
maupun di Indonesia.
Misalnya kita lihat contoh masalah mobil dinas gubernur sampai wali
kota. Untuk di Kepri, Gubernur Kepri menggunakan sedan mewah Toyota
Camry seri 3.5 yang harganya ratusan juta. Wali Kota Tanjungpinang
juga disediakan dengan mobil Toyota Camry dengan seri 2.4 yang
nilainya di atas Rp300 juta . Pimpinan DPRD Kepri, kota
Tanjungpinang, Kabupaten Bintan pun tidak mau kalah. Mereka
disediakan mobil Camry pabrikan Jepang tersebut supaya terkesan
elit.
Memang tak seimbang memperbandingkan kesederhaan Umar dengan
pemimpin yang ada di Tanah Melayu saat ini.
Mereka bergelimang
dengan fasilitas yang mewah sebagai kepala daerah. DPRD sebagai
wakil rakyat menilai fasilitas yang diberikan masih dalam batas
kewajaran sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, sehingga mereka
menyetujui anggaran untuk bermewah-mewah dengan uang keringat
rakyat.
Jika kita bandingkan dengan Malaysia, kendaraan dinas di Malaysia
hanya menggunakan Proton yang merupakan buatan Malaysia. Mereka
bangga kendaraan dinas menggunakan produk Malaysia. Tentulah harga
Proton jauh di bawah Camry yang tergolong mobil mewah.
Jika pejabat Malaysia sekelas menteri masih menggunakan mobil yang
sederhana, tentunya jika pemimpin di negeri ini ada memiliki
keinginan, maka pemakaian mobil mewah untuk pejabat bisa diganti
misalnya dengan menggunakan Toyota Avanza. Tentu bukan hal yang
aneh jika gubernur atau wali kota menggunakan Avanza sebagai
kendaraan dinas. Semua itu hanya masalah niat baik saja untuk
melakukannya. Kita memang dahaga dengan pemimpin yang sederhana.
*Terbit di Koran Peduli 22 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar