Kamis, 22 September 2011

Rindu pemimpin sederhana

Suatu hari Khalifah Umar Abdul Aziz berpidato di hadapan kaum muslimin. Sebagaimana biasa, pidato beliau sangat menarik dan memikat para pendengar. Akan tetapi pada kali ini, selain daripada kandungan pidatonya, gerak-geri Khalifah pula turut menjadi perhatian.

 Khalifah sering memegang dan mengibas-ngibaskan bajunya ketika berpidato, sesekali sebelah kanan dan sesekali di sebelah kiri. Dengan demikian orang ramai menyadari bahwa gerakan tangan Khalifah tidak ada kena mengena dengan kandungan pidato. Setelah Khalifah turun daripada tempat berpidato, mereka bertanya sesama sendiri dan akhirnya diketahui rahasianya. Dikatakan bahawa baju yang dipakai Khalifah baru saja dibasuh dan belum kering. Kerana ketiadaan baju lagi, maka baju itu dipakainya juga. Oleh itu beliau selalu mengerak-gerakkan bajunya ketika berpidato agar cepat kering.



 Ketika Khalifah Umar sakit, pakaian yang dipakainya telah kotor. Muslimah Abdul Aziz kakak Fatimah Abul Malik datang menemui adiknya dan melihat Khalifah yang sedang sakit. “Fatimah, basuhlah pakaian Khalifah itu. Sekejap lagi orang ramai akan masuk menemuinya”, tegur Muslimah. “Demi Allah, beliau tidak punya pakaian lagi kecuali yang dipakai itu,” jawab Fatimah Seorang perempuan Mesir telah datang ke Damsyik kerana ingin bertemu dengan Amirul Mukminin Khalifah Umar Abdul Aziz. Dia bertanya-tanya di mana istana Khalifah? Dan orang ramai menunjukkannya. Sampai saja di rumah yang dimaksudkan, perempuan Mesir itu bertemu dengan seorang perempuan yang memakai pakaian yang sudah lusuh dan buruk dan seorang lelaki sedang bergelimang dengan tanah kerana memperbaiki rumahnya. Tamu tadi terkejut luar biasa.

 Kerena mana ada seorang permaisuri raja yang berkuasa memakai baju buruk seperti itu. Dia merasa takut dan kagum. Akan tetapi Fatimah pandai melayan, sehingga tetamu itu berasa suka dan tenang hatinya. Sepenggal kisah Umar Abdul Aziz ini begitu indah jika diteladani oleh pemimpin di negeri ini. Pemimpin seperti Umar menjadi impian semua rakyat. Sayangnya keinginan untuk mendapatkan pemimpin seperti itu masih jauh dari kenyataan. Mirip seperti pepatah, jauh panggang dari api. Kisah Umar yang sederhana hanya menjadi bahan bacaan saja oleh para pemimpin di negeri ini. Atau mereka belum mau mencontoh kisah Umar yang agung itu.

Memang sulit menemukan kisah-kisah tauladan yang sudah diberikan Umar kepada rakyatnya dapat dipraktikkan di Kepri maupun di Indonesia. Misalnya kita lihat contoh masalah mobil dinas gubernur sampai wali kota. Untuk di Kepri, Gubernur Kepri menggunakan sedan mewah Toyota Camry seri 3.5 yang harganya ratusan juta. Wali Kota Tanjungpinang juga disediakan dengan mobil Toyota Camry dengan seri 2.4 yang nilainya di atas Rp300 juta . Pimpinan DPRD Kepri, kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan pun tidak mau kalah. Mereka disediakan mobil Camry pabrikan Jepang tersebut supaya terkesan elit. Memang tak seimbang memperbandingkan kesederhaan Umar dengan pemimpin yang ada di Tanah Melayu saat ini.

Mereka bergelimang dengan fasilitas yang mewah sebagai kepala daerah. DPRD sebagai wakil rakyat menilai fasilitas yang diberikan masih dalam batas kewajaran sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, sehingga mereka menyetujui anggaran untuk bermewah-mewah dengan uang keringat rakyat. Jika kita bandingkan dengan Malaysia, kendaraan dinas di Malaysia hanya menggunakan Proton yang merupakan buatan Malaysia. Mereka bangga kendaraan dinas menggunakan produk Malaysia. Tentulah harga Proton jauh di bawah Camry yang tergolong mobil mewah. Jika pejabat Malaysia sekelas menteri masih menggunakan mobil yang sederhana, tentunya jika pemimpin di negeri ini ada memiliki keinginan, maka pemakaian mobil mewah untuk pejabat bisa diganti misalnya dengan menggunakan Toyota Avanza. Tentu bukan hal yang aneh jika gubernur atau wali kota menggunakan Avanza sebagai kendaraan dinas. Semua itu hanya masalah niat baik saja untuk melakukannya. Kita memang dahaga dengan pemimpin yang sederhana. 

*Terbit di Koran Peduli 22 September 2011

Tidak ada komentar: