Senin, 20 April 2015

Demam Akik, Jangan Lupakan Pilkada

Demam akik bukan hanya melanda wilayah perkotaan, akan tetapi sampai ke wilyah terpencil sekalipun seperti Tambelan, Kabupaten Bintan. Bahkan, perbincangan awal tentang akik bisa mencairkan suasana guna membina hubungan silaturahim di manapun itu.

"Kaki jangan di atas meja dong, yang di atas meja itu jari yang ada cincinya. Jika tidak ada cincin itu kaki letaknya di bawah," ujar salah satu warga yang bercanda dengan sahabatnya tidak menggunakan cincin di jari sambil diiringi canda tawa.

Spontan bahasa seperti ini menjadi trend bagi kalangan yang sudah menggunakan cincin satu bahkan enam di jari. Bahkan salah satu kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Tanjungpinang menggunakan empat cincin di jarinya. "Ini biar terasa pakai cincin," ujarnya memberikan alasan mengapa menggunakan cincin hingga empat.


Banyak daerah pun mulai mengenalkan akik dari daerah masing-masing. Misalnya Bintan mengenalkan batu lepan dan Tambelan. Sedangkan Lingga dengan turmalin yang diyakini mereka hanya ada di Dabo dan Brazil. Sedangkan Batam mulai memberi nama rose barelang. Natuna dengan batu akik Natuna.

Jika kita lihat ke belakang, 1400 tahun yang lalu, Rasulullah sendiri memang menggunakan cincin di jari manis sebelah kanan. Sedangkan batu yang dipakai adalah jenis habasyi. Sebagaimana hadis riwayat Anas bin Malik mengatakan, "Cincin Rasulullah terbuat dari perak dan batunya merupakan batu habasyi, (HR Muslim dan Tirmidzi), hadis ini diderajatkan hasan sahih, dan dishahihkan oleh Al-Albani.

“Dari Anas bin Malik ra ia berkata, bahwa cincin Rasulullah saw itu terbuat dari perak dan mata cincinya itu mata cincin Habasyi." (HR Muslim).

Sehingga bukan hal yang aneh jika sekarang, "demam akik mewabah" hingga ke sendi-sendi kehidupan masyarakat paling bawah sekalipun. Bahkan ada istri yang juga pejabat di daerah ini ketika ke Jakarta biasanya membelikan suaminya kemeja atau kaos, sekarang sejak demam akik, maka oleh-oleh buat suami menjadi cincin. Tak lagi batik ataupun lainnya.

Begitulah kira-kira efek perubahan prilaku masyarakat. Memang efek dari demam akut akik ini memberikan dampak positif bagi usaha kecil menengah. Hal itu tampak dari tingginya permintaan atas batu mulia dan akik.

Kita bisa saksikan di pasar, di kantor kantor, bahkan di kedai kopi, mulai bermunculan bisnis dadakan menjual akik. Dan kita bisa saksikan di setiap jari jemari laki-laki, perempuan bahkan anak anak mulai memakai cincin.

hal inilah, yang menyebabkan, untuk memesan sebuah cincin perak harus menunggu 2 minggu hingga 2 bulan. Karena banyaknya pesanan cincin. Bahkan, untuk mengasah batu diperlukan waktu seminggu jika pengasah batu tersebut terbilang ahli. Sekali mengasah batu, pencinta akik rela mengelurkan ongkos Rp50.000. Sedangkan membuat cincin dari perak harus mengeluarkan biaya Rp350 ribu untuk 10 gram perak.

Jadi selain menjadi gaya hidup yang dianggap mengikuti perkembangan zaman, ledakan akik menjadi bisnis baru yang menjanjikan untuk menunjang kehidupan keluarga. Hanya saja yang perlu diperhatikan, jangan sampai hobi akik mengakibatkan kita tergelincir ke dosa. Karena percaya kepada kekuatan batu akik yang dianggap memberikan pengaruh tertentu kepada pemakainya. Kita harus yakin bahwa, akik adalah hiasan jari semata, tidak ada kekuatan apapun. Akik adalah bagian dari ciptaan Allah Azzawajalla.

Menariknya, harga akik maupun permata bisa menembus hingga miliaran. Di Tanjungpinang sendiri, ada warga yang menjual akik senilai Rp500 juta per biji. Bahkan di kota ini ada batu permata yang nilainya mencapai RP800 juta. Hal tersebut tentu saja menjadi aneh bagi mereka yang tidak suka cincin. Sedangkan bagi yang hobi menggunakan batu akik maupun permata, maka harga bukanlah masalah jika kualitas batu tersebut memang indah. Tentu mereka yang membeli cincin di atas 100 juta adalah warga yang sudah kelebihan banyak modal. Sehingga tidak bermasalah secara keuangan guna memenuhi hobi mengoleksi batu permata atau akik.


 Menuju Pilkada

Tentu sangat menarik, jika di saat demam akik seperti ini, kita tidak lupa untuk mendiskusikan masalah siapa kandidat yang akan bertarung menjadi calon kepala daerah di Kepri. Minus Tanjungpinang, seluruh daerah tingkat II di Kepri bersama dengan pilkada gubernur akan melangsung pemilihan pada Desember mendatang.

Harusnya isu pemilihan kepala daerah menjadi bahan pembicaraan yang tidak boleh kalah dengan isu akik. Karena esensi penting demokrasi kita saat ini yakni memilih kepada daerah yang tentunya diharapkan membawa perubahan besar yakni menuju kesejahteraan melalui program-program kerja yang dibuat oleh gubernur, bupati dan walikota.

Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang mampu dan mau membawa daerahnya masing-masing menuju kesejahteraan bersama. Bukan kepada kesejahteraan golongan, pribadi maupun kelompok. Pilkada inilah saatnya bagi masyarakat memilih pemimpin yang dianggap mampu membawa perubahan besar tersebut.

Jejak rekam calon pemimpin harus diketahui oleh seluruh pemilih yang ada di Kepri. Sehingga menjadi landasan rasional dalam menentukan pilihan. Bukan kepada alasan pragmatisme. Dan itu tanggungjawab kita bersama untuk memilih pemimpin yang memiliki kapabilitas, kualitas, jejak rekam yang baik, moral yang baik, sehingga lahirlah pemimpin yang diidam-idamkan kita bersama untuk mempecepat proses pembangunan.

Isu akik di media massa memang selalu menghiasi media cetak dan elektronik. Kita juga berharap, media massa membedah secara detil dan berimbang baik dari segi kemampuan, kelemahan, kandidat kandidat yang akan bertarung di pilkada. Agar informasi yang sampaikan media bisa menjadi pegangan dan bahan diskusi menarik bagi masyarakat Kepri dalam menentukan pilihan di Desember mendatang. Sehingga tidak melulu diskusi akik.


Tidak ada komentar: