Kamis, 07 Juni 2012

Koalisi Gendut Maya


Tiga partai politik besar di Tanjungpinang seperti PKS, PPP dan Golkar sudah dipastikan mengusung anak pertama Suryatati A Manan, Maya Suryanti di pemilukada Tanjungpinang. Kepastian itu diperoleh pada Rabu (6/6/2012), setelah DPP Golkar menetapkan Maya calon yang akan diusung melalui rapat DPP Golkar di Jakarta yang dipimpinWakil Ketua Umum Partai Golkar, Sharif Cicip Sutardjo . Di atas kertas, bergabungnya tiga partai ini menjadikan partai pendukung Maya memiliki kursi terbanyak dibandingkan dengan calon lain.



Gabungan PPP dengan dua kursi, PKS tiga kursi dan Golkar tiga kursi ditambah PKNU satu kursi sehingga total sembilan kursi yang dimiliki Maya di atas kertas koalisi ini paling gendut. Kandidat lainnya seperti PDIP yang mengusung Wakil Ketua DPRD Kepri Lis Darmansyah berpasangan dengan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Tanjungpinang, Syahrul baru mendapatkan tujuh kursi kalau PDIP bergabung dengan PAN. Jika tidak ada halangan, beberapa partai non kursi juga akan bergabung dengan PDIP.

Info yang diperoleh penulis, Partai Demokrat juga diprediksi bergabung ke Maya. Karena sudah ada pertemuan dengan jajaran elit Demokrat di Jakarta untuk mendukung Maya. Tawarannya, bisa saja, Ketua DPC Demokrat Tanjungpinang Husnizar Hood mendampingi Maya? Namun, wacana ini belum terbukti kebenarannya karena dalam tahap negosiasi kedua belah pihak. Maya akan dihadapkan pada pilihan, memilih Husnizar atau Ade Angga, ketua DPD Golkar Tanjungpinang.

 Tapi, jikapun Angga tidak terpilih, Golkar sudah memutuskan tetap ke Maya. Artinya, Maya akan lebih selektif. Agar tidak ada kecemburuan, pendamping dari birokrat lebih aman dibandingkan dengan memilih politisi. Strategi ini pernah dipakai Suryatati pada pemilukada 2007 dengan memilih Edward Mushalli, anak buahnya sendiri dari birokrat. Langkah politik Maya mungkin akan mengulang kisah sukses orang tuanya.

Partai yang berlum bersikap di pemilukada Tanjungpinang tinggal Hanura dengan satu kursi, PPIB, PDK, dan Demokrat. Artinya bisa saja, PDK, PIB dan  Hanura mengusung salah satu calon. Sedangkan Demokrat harus berkoalisi dengan parpol lain untuk mengusung calon.

Yang jadi pertanyaan, apakah dengan besarnya dukungan parpol akan calon yang diusung bisa menang? Tentu jawaban pertanyaan ini akan ditunggu pada Oktober mendatang ketika sudah selesai dilakukan pencoblosan.

Namun dari pelbagai kasus, tak selamanya partai denga dukungan mayoritas bisa menang pilkada. Mesin politik partai besar tidak dapat memberikan garansi jika kandidat yang disokongnya dapat keluar sebagai pemenang. Gabungan banyak partai yang menyokong suatu kandidat bukanlah merepresentasikan banyaknya suara yang nanti akan terkumpul dalam pilkada, bahkan cendrung hanya kumpul – kumpul elite tanpa basis konstituen.

Mengapa gabungan partai besar belum 100 persen menjadi pemenang, setidaknya ada tiga  faktor yang menyebabkan mengapa gabungan partai – partai besar tak mampu memberikan hasil yang optimal. (Oedaaja Soetjitra, Kompasiana)

Pertama, bisa saja disebabkan, gabungan partai – partai besar sifatnya hanya elitis tanpa didasari kejelasan basis masa.  Dari tiga partai PKS,PPP dan Golkar, yang memiliki basis masa yang kuat adalah PKS. Sedangkan PPP dan Golkar masih belum tentu menjatuhkan pilihan sesuai dengan arahan partai.

Kedua, disebabkan, buruknya kinerja mesin partai. Bukan hal yang aneh, dalam pemilukada Kepri beberapa tahun lalu, mesin Golkar dan PPP teryata tak maksimal memenangkan Aida Ismeth Abdullah. Aida berpasangan dengan Eddy Wijaya didukung oleh Partai Golkar, PPP, PKB, Pelopor, dan 14 partai lainnya dengan jumlah perolehan suara di parlemen sekitar 35,19 persen. Padahal pasangan ini mendapat dukungan partai yang paling besar dibandingkan dengan pasangan lain. Nyatanya yang menang pilkada Kepri adalah pasangan Muhamad Sani dan Soerya Respationo yang didukung oleh PDI Perjuangan, Hanura, PPIB dan PKNU. Jumlah kursi di parlemen masih kalah dibandingkan dengan koalisi Golkar.

Ketiga, kepercayaan publik terhadap partai politik semakin melemah sehingga kecendrungan publik lebih mengarah pada siapa aktor bukan siapa partai yang berada di belakang aktor.

Dan akhirnya, figur lah yang akan menentukan siapa yang bisa memenangi kursi Tanjungpinang satu. 157 ribu pemilih Tanjungpinang tentu sudah mengenal calon yang muncul saat ini antara Lis Darmansyah, Maya Suryanti, maupun Husnizar Hood. Mulai dari latar belakang pendidikan, kesuksesan membina keluarga, karir politik, apa yang sudah dilakukan untuk Tanjungpinang, sepak terjang selama berpolitik harusnya jadi pertimbangan dalam menentukan pilihan. Dan akhirnya, kita harus memilih pemimpin yang memiliki visi yang jauh ke depan dan tentunya mampu.***

Terbit di Koran Peduli 7/6/2012



Tidak ada komentar: