Senin, 17 November 2008

Perang Sarap Daerah Penghasil Migas



Anambas memang sudah berpisah dari Kabupaten Natuna. Tapi, yang jadi persoalan Anambas belum diakui sebagi daerah penghasil. Sehingga Anambas yang diimpikan memiliki kekayaan migas belum terwujud. Padahal perusahaan migas seperti Conocophilips yang beroperasi saat ini, berkantor di Palmatak, yang masuk dalam kawasan Anambas.

Salah satu sumber dari anggota yang tergabung dalam Badan Perjuangan Pembentukan Kabupaten Kepulauan (B2KA), untuk masalah migas ini biarkan bupati yang bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. "Diakan sekarang jadi bos. Jika tidak mampu, baru kita turuntangan."

Masalah perebutan migas ini bisa jadi 'perang dingin' antardua daerah yang belum menikmati kejayaan pembangunan. Sebelum, pemekaran disahkan, Bupati Natuna Daeng Rusnadi berusaha agar daerah yang dia pimpin tidak terpecah belah. Kini sudah sirna. Harapan itu hilang. Yang diharapkan dari Natuna, Blok D-ALpa tetap masuk dalam Natuna. Karena kekayaan yang terpendam dalam laut itulah yang
bisa mengobati kekecewaan lepasnya Anambas.

Bagai dua sisi pisau yang tak mungkin ketemu. Anambas ingin menjadi daerah penghasil. Dengan status itu, daerah ini bisa melaksanakan pembangunan lebih cepat. Bisa saja, Anambas dan Natuna menjadi daerah penghasil. Tetapi, jumlah DBH juga pasti tergerus. APBD Natuna yang sempat menembus Rp1 triliun harus lenyap. Karena dibagi dengan Anambas.

Jika melihat geografis Anambas yang memiliki banyak pulau, menyebabkan tak mudah untuk melaksanakan pembangunan. Jumlah penduduk lebih kurang 40 ribu, menyebar di ratusan pulau besar dan kecil. Di Tarempa, memang sudah dilengkapi dengan infrastruktur.

Tetapi belum memadai. Jumlah perbankan pun tak sampai 10 bank yang membuka cabang di sana. Jangan ditanya mal. Yang ada minimarket kecil-kecilan. Apalagi hotel. Yang ada hanya kamar-kamar kecil yang langsung menghadap ke laut yang luas.

Jalan raya tidak semulus di Batam. Dengan keterbatasan bangunan dan sarana, pembangunan Anambas membutuhkan dana yang tak sedikit. Sebelah utara wilayah Anambas berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Laut Natuna. Sebelah selatan

berbatasan dengan Kepulauan Tambelan, dan sebelah barat berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Anambas memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Siantan, Jemaja, Palmatak, Jemaja Timur, Siantan Selatan dan Siantan Timur.

Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki luas wilayah keseluruhan ± 590,14 kilometer per segi dengan jumlah penduduk lebih kurang 41.341 jiwa pada tahun 2007.

Belum banyaknya infrastruktur yang dibangun di sana, membuat pejabat bupati Anambas harus berkantor di Kantor Camat Tarempa menempati bekas kantor camat. Tugas berat sudah jelas di depan mata. Apalagi, jika daerah ini belum diakui jadi daerah penghasil. Dari mana lagi sumber pembiayaan untuk pembangunan.

Memang pemerintah Provinsi Kepri akan memberikan bantuan Rp5 miliar per tahun selama tiga tahun. Begitu juga dengan Natuna. Harapan ada di Dana Alokasi Umum. Tahun 2009, Anambas akan mendapatkan alokasi Rp45 miliar. Dengan dana tersebut, pemerintah sementara Anambas harus membagi anggaran untuk masyarakat dan pembangunan infrastruktur. Memang tugas berat menanati. Jangan sampai dana awal itu untuk kemakmuran pejabat saja. Minim pembangunan. Memang beralasan, banyak pegawai di Kepri yang enggan pindah ke Anambas.

"Untuk apa ke Anambas. Mending saye di Tanjungpinang. Tenang hidup. Semue kebutuhan ade," demikianlah kata-kata yang keluar dari salah satu masyarakat Anambas.

Untuk mempercepat pembangunan, Anambas memang mengandalkan migas. Sedangkan menurut Wakil Bupati Kabupaten Natuna Amirullah Anambas bukan daerah penghasil minyak dan gas (migas), sesuai dengan Undang-Undang No 33 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Anambas. Dengan demikian, katanya, dana bagi hasil (DBH) migas Natuna lebih besar dibandingkan daerah lainnya di Kepulauan Riau. Kecuali, ada revisi undang-undang yang menyatakan Anambas sebagai daerah penghasil migas.

Menurut dia, dari peta pembentukan Anambas, titik-titik tempat eksploitasi migas tidak masuk dalam daerah Anambas. Perusahaan migas yang ada saat ini berada di tengah laut masuk dalam wilayah Natuna. di Anambas hanya dijadikan basecamp saja.
Karena Anambas bukan daerah penghasil, maka jatah DBH migas Anambas sama dengan daerah lainnya di Kepri.Memang ada usulan pembagian DBH migas, 40 persen untuk Natuna dan 60 persen untuk Anambas. Tapi itukan tidak sesuai dengan undang-undang. "Kita harus mengacu kepada aturan yang ada," kata Amirullah.

Jika nanti ada aturan yang menyatakan Anambas daerah penghasil, jelasnya, maka daerah itu berhak mendapatkan dana migas lebih besar. Untuk sekarang ini belum bisa. Memang ada upaya untuk menjadikan Anambas sebagai daerah penghasil. "Tapi, kita lihat dulu lah," imbuhnya.

Wakil Ketua DPRD Natuna dari daerah pemilihan Anambas Wan Zuhendra tidak sependapat dengan Amirullah. Dua daerah Anambas dan Natuna, katanya, harus berbagi sama rata untuk hasil migas. Kekayaan alam di Laut China Selatan seperti migas harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat dua kabupaten.

"Tujuan pemekaran Anambas itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jangan dana migas ini untuk satu daerah saja. Anambas juga bagian dari Natuna," ujar Wan.

Dia mengharapkan sebaiknya pemerintah Anambas dan Natuna berunding mencari jalan keluar agar sama-sama menikmati DBH. "Dengan adanya pembahasan kedua belah pihak biar fear. Kedua pemimpin daerah harus mengutamakan masyarakatnya," kata Wan.

Menurut Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR-RI Harry Azhar Azis saat ini memang terjadi pembahasan apakah Anambas sebagai daerah penghasil atau tidak. Jika mengacu undang-undang pembentukan Anambas disebutkan bukan daerah penghasi migas, maka jatah DBH
Anambas sama dengan daerah lain di Kepri.

"Daerah penghasil migas akan mendapatan jatah yang lebih dibandingkan daerah bukan penghasil. Itu saja bedanya," kata politisi Golkar asal daerah pemilihan Kepri itu.

Untuk 2009, pemerintah pusat mengalokasikan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Anambas sebesar Rp 33 miliar. Dana tersebut belum termasuk tanpa dana bagi hasil minyak dan gas. Dana Alokasi Khusus (DAK) tanpa dak kesehatan sebesar Rp4 miliar. Dana bagi hasil tanpa sumber daya alam minyak dan gas sebesar Rp 10,4 miliar. Jika ditotal, Anambas akan mendapatkan dana pusat mencapai Rp47,5 miliar.

DAU Anambas jauh berbeda dengan Kabupaten Natuna sebagai kabupaten induk. DAU Natuna tahun 2009 sudah diputuskan sebesar Rp90, 2 miliar. Dana alokasi khusus tanpa kesehatan sebesar Rp 32 miliar. Dana bagi hasil sumber daya alam tanpa migas sebesar Rp10,4 miliar. Sehingga total dana yang diperoleh Natuna 133,2 miliar. (robby patria)

1 komentar:

Indosafe Batam mengatakan...

informasi yang menarik, terima kasih