Jumat, 20 April 2018

Hoaks, KTP dan Pilkada


Kemenangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dianggap penomenal di luar kebiasaan pemilih Amerika Serikat yang dianggap cerdas. Banyak ahli politik keliru memprediksi kemenangan Hillary atas Trump. Begitu juga media mainstream.

Dan dua tahun pasca kemenangan tersebut, baru pihak berwenang AS melakukan pemeriksaan pihak yang dianggap bertanggungjawab atas penggunaan kebocoran data di Facebook, maupun sarana media sosial lainnya yang dipergunakan mereka yang memproduksi berita hoaks untuk menjatuhkan citra Hillary dan menaikkan citra Trump.


Dan betul saja. Di hari H, Donald Trump menang di atas istri mantan presiden Clinton yang sudah pengalaman menjadi politisi Demokrat. Ribuan akun dengan pelbagai flatform media sosial baik melalui website, Facebook, Twitter, dan lainnya membantu kampanye Trump.Dan ia pun menjadi presiden yang di luar perkiraan banyak orang. Akibatnya saat ini beberapa kebijakan Trump dianggap di luar pakem pendahulunya seperti Obama, maupun Clinton, serta Bush.

Trump menetapkan pajak impor yang tinggi untuk impor baja dari China dan negara lainnya. As juga keluar dari Perjanjian Pasifik yang sebenarnya diinisiasi oleh Paman Sam sendiri. Semua kebijakan tersebut dalam rangka memperkuat kekuatan ekonomi AS yang beberapa tahun lalu dianggap loyo.
Sesuai tema kampanye Trump menjadikan Amerika First terbukti dilakukan. Termasuk kebijakan yang sensitif di pasar uang dunia di mana AS menarik dana asing masuk ke dalam negeri. Wajar jika pengamatan ahli seperti Bill Gates dan Warren Buffet bahwa krisis ekonomi dunia bisa terjadi dalam waktu dekat dengan dimulainya perang dagang terbuka AS vs Tiongkok. Banyak laporan media massa menyebutkan  kemenangan Trump ada campur tangan Rusia.

 Kita lihat saja akhir dari kisah tersebut di mana Facebook yang dianggap membawa berkah bagi manusia khusus di negeri asalnya kini menjadi persoalan serius sehingga pendiri Facebook Mark harus meminta maaf secara terbuka. Saham Facebook turun bebas. Sejumlah pemasang iklan besar menghentikan  kerjasama dengan medsos terbesar di dunia itu.
Lantas bagaimana dengan Pilkada di Indonesia yang sedang memasuki babak  akhir masa pertengahan kampanye yang dimulai 15 Februari hingga 23 Juni 2018?
Dari pengamatan di media sosial, kampanye udara yang dilakukan pasangan calon khususnya di Tanjungpinang cukup terasa. Dengan banyaknya akun akun di luar akun resmi paling yang didaftarkan ke KPU Tanjungpinang mempromosikan calon tertentu. Dan itu terlihat jelas di lama  pribadi pertemanan  di facebook maupun medsos lainnya. Tak jarang akun tersebut menyerang pasangan tertentu.

Ramainya kampanye di medsos juga diimbangi dengan kampanye tatap muka yang dilakukan paslon. Setiap hari mereka melakukan pertemuan untuk menawarkan visi dan misi jika terpilih nanti. Dan itu seharusnya menjadi  nilai lebih bagi pemilih dalam menentukan  pilihan pada tanggal 27 Juni 2018. Pemilih yang cerdas tentunya memilih berdasarkan analisis yang matang tentang calon. Baik itu melalui track record calon selama ini, akhlak, prestasi dan lain sebagainya.

Demokrasi kita akan menuju proses kebaikan jika jumlah pemilih yang rasional lebih banyak dibandingkan dengan pemilih irasional yang memilih berdasarkan emosional. Apakah itu karena satu kampung, teman permainan, satu keluarga, maupun sebagai pendukung.
Sejak pemilu 1999, hasil reformasi hingga Pilkada serentak gelombang ketiga saat ini memang sudah banyak perbaikan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu seperti KPU. 

Keterbukaan informasi, sistem yang transparan menjadi andalan saat ini. Sehingga siapapun bisa menyaksikan keterbukaan KPU dalam menyelenggarakan pemilu mendapat pujian kalangan internasional. Bahkan salah satu lembaga survei nasional menempatkan  KPU nomor empat lembaga yang dipercaya oleh publik persis di bawah KPK.
Untuk itu dalam Pilkada serentak tahap tiga, pelaksanaan Pilkada diharapkan jauh dari ujaran kebencian, berita hoaks, fitnah, money politics, maupun intimidasi. Karena pada hakekatnya politik itu suci sebagai tempat pengabdian kepada bangsa dan negara untuk mensejahterakan rakyat.

Jika politik dianggap sebagai upaya memperebutkan kekuasaan dengan  segala cara, maka hal tersebut akan bertentangan dengan etika moral yang jamak berlaku di kehidupan dunia ini.

Siapapun yang terpilih dari hasil pemilu yang demokratis harus didukung oleh semua pihak. Karena rakyat sudah mempercayakan kedaulatan nya kepada pemimpin yang dipilih. One man one vote menjadi kata sakti di mana seluruh warga negara berhak memilih. Tentunya dengan syarat yang lengkap seperti memiliki ktp elektronik, maupun suket dari Dinas Kependudukan setempat. Dengan syarat identitas yang resmi diakui negara, maka setiap orang dapat menjadi pemilih sesuai Undang undang tentang Pilkada No 10 tahun 2016.

Tanpa KTP el, atau suket maka warga yang sudah memiliki hak pilih yang berumur 17 tahun tidak dapat menggunakan haknya. Oleh karena itu masih ada masa bagi warga Tanjungpinang yang ingin belum rekam KTPel untuk merekam kan diri di kantor Dinas Kependudukan Tanjungpinang. Sehingga dapat menggunakan hak pilih pada 27 Juni 2018 nanti. 

Tidak ada komentar: