Minggu, 08 Agustus 2010

Kota Kara dan Sebuah Misteri

Pulau Bintan kaya akan kisah sejarah. Salah satunya situs Kota Kara peninggalan sejarah di sekitar Gunung Bintan yang telah diketahui dan mendapat perhatian sejumlah kalangan sejak paruh kedua akhir abad ke-19. Bagaimana kisah-kisah peninggalan sejarah yang pernah terjadi di Pulau Bintan itu?

Banyak peneliti mengatakan Kota Kara berada di kaki Gunung Bintan. Dalam buku Kota Kara yang ditulis Aswandi Syahri, laporan pertama tentang sejumlah situs sejarah di sekitar Gunung Bintan telah dikemukakan oleh seorang ahli Botani Belanda dari Kenun Raya Bogor yang benama Johanes Elias Teijsmann. Salah satu peninggalan sejarah itu adanya lima makam perempuan, raja perempuan dan satu makam seorang laki laki di Bukit Batu.

Setelah zaman kemerdekaan, situs sejarah di sekitar Gunung Bintan kembali mendapatkan perhatian ketika sebuah tim IDAKEP Kabupaten Kepulauan Riau yang dipimpin M.A Effendi melakukan survei peninggalan sejarah di sekita Gunung Bintan tanggal 11-13 Juli 1964.

Keberadaaan situs sejarah Bintan Lama kembali mengemuka setelah seorang saudagar antik Singapura tahun 1974 mempublikasikan temuannya sejumlah keramik pada sisa perahu kuno di Sungai Jakas Pulau Bintan, yang sebelumnya pernah dilaporkan oleh J.Gb Schot tahun 1888 – dan surat kabar Straits Time Singapura Mei 1979.

Laporan yang diterbitkan Straits Time inilah yang kemudian mengundang perhatian seorang arkeolog Prancis yang bernama P.Y manguin yang kemudian bekerjasama dengan PUSLIT Arkeologi Nasional melakukan ekskavasi dan penelitian terhadap situs Jung Bekas dan situs lainnya seperti Bukit Batu, Kota Lam Bujok, Bintan Kopak, dan Bintan Kubu tahun 1981. Walaupun menyebutkan sebaran sejumlah situs sejarah di sekitar Gunung Bintan, mulai dari Pulau Pengujan, Sungai Bangsa, Bukit Batu, Sungai Jakas, hingga Tanah Merah, dan Tembeling, dua laporan pertama yang ditulis oleh orang Belanda pada abad ke 19 (Teijsman dan Schot) tak menyebutkan keberadaan situs Kota Kara.

Lalu di manakah leta Kota Kara dalam hubungan dengan sejarah Bintah? Apakah yang disebut Kota Kara? Di mana lokasi Kota Kara? Dan apakah hubungannya dengan sejarah di kawasan Bintan Lama?

Menurut Aswandi, berdasarkan cerita pusaka (sumber lisan) yang diwariskan masyarakat di sekitar Kawasan Bukit Batu, dan Sekuning menyebutkan Kota Kara sebagai tempat raja. Terletak di kawasan di kaki sebelah utara Gunung Bintan di mana sekarang terdapat komplek makam Datuk Bujuk.

Dan masyarakat pewaris cerita pusaka tersebut meyakini Kota Kara di Bujok adalah kerajaan yang pertama di Bintan dan lebih tua dari Bukit Batu. Sedangkan dari sumber tertulis berbahasa Melayu, yang paling penting tentang Kota Kara, nama Kota Kara ini baru muncul pada bab-bab terakahir, ketika Tun Sri Lanang menjelaskan kisah-kisah Sultan Mahmud Syah Malaka bertahan dari gempuran Portugis di Bintan.

Pada periode ini, Kota Kara disandingkan dengan Kopak sebagai pusat pemerintahan raja Malaka yang terakhir. Dalam definisi yang dikemukan oleh N Monier-Wiliam dalam kamus bahasa Sansekerta dan Inggris yang disusunnya, istilah kota atau kotta berarti bahasa Sansekerta yang juga berarti benteng (the fort).

Begitu juga istilah kottara yang berasal dari perkataan kota, juga menunjuk pada makna benteng. Tetapi berdasarkan sumvber dari Portugis yang digunakan sejarawan Winstedt, dia berkeimpulan, Kota Kara bukanlah subuah nama tempat. Akan tetapi nama bagi sebuah sistem perbentengan yang posisinya berada paling depan atau letaknya paling luar dari sebuah ibu kota kerajaan.

Dalam bahasa Spanyol, Kara berarti hadapan bagian terluar sebuh istilah teknis yang terpakai dalam system perbentengan terluar di Portugis dan Spanyol. Menurut Winsted, ada dua Kota Kara yang erat kaitannya dengan sejarah fase-fase akhir pemerintah Malaka yang pindah ke Bintan, dan fase awal Kerajaan Johor yang lama sebagai penerus Malaka yang bertapak di Johor. Kota Kara ada di Johor dan sebuah lagi terletak di Bintan. Sebagai benteng terluar Kota Kara di Sungai Bintan berfungsi untuk melindungi Kopak, Bukit Batu, Pantar, dll. Kota Kara juga dikatakan sebagai sistem pertahanan terluar yang sangat tangguh dalam menghadapi gempuran Portugis.

Armada Portugis yang dipimpin Admiral Mascarenhas, kata Aswandi, dengan dukungan 20 buah kapal yang membawa 550 orang Portugis dan 600 orang Melayu baru berhasil membungkam Kota Kara yang dipertahankan oleh Sultan Mahmud di bawah Sang Setia dan Laksanama Hang Nadim 23 Oktober 1526.

Setelah itu, barulah Kopak dikuasai. Menurut catatan R.O Winsteds, armada Portugis membutuhkan waktu 14 hari untuk melumpuhkan Kota Kara. Masyarakat Bintan yakin, Kota Kara adalah tempat raja dan erat kaitannya dengan sejarah Kerajaan Bintan.

Lokasinya berada di Bujok yang sekarang terletak di dalam wilayah administratif Desa Bintan Buyu, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan. Dari pantaun Tanjungpinang Pos yang melakukan kunjungan ke Bintan Buyu, sekarang desa yang disebut termasuk salah satu peninggalan sejarah Kota Kara itu sedang disiapkan sebagai pusat pemerintah Kabupaten Bintan.

Ada enam bangunan besar di sana. Ada kantor bupati, DPRD, dinas dan badan. Setidaknya dana yang dianggarkan untuk melakukan pembangunan pusat pemerintan di sana ratusan miliar rupiah.

“Paling cepat 2011 kita bisa pindah ke sana,” kata Wakil Bupati Kabupaten Bintan Mastur Taher kepada Tanjungpinang Pos, belum lama ini. Kasus pembebasan lahan hutan lindung di Bintan Buyu juga sempat menyeret mantan Sekretaris Daerah Bintan ke ranah hukum. Azirwan harus membayar mahal dengan mendekam dipenjara selama 2 tahun. Ini termasuk resiko yang ditanggung proses pembangunan pusat pemerintahan yang sejatinya di Bintan Buyu masih menyimpan mistri yang belum terpecahkan.


Puluhan tahun yang lalu, sebuah penelitian dilakukan antropolog Vivienne Wee juga menjelaskan pendapat yang sama seperti cerita yang diperoleh dari informan hari ini.
Kini, kawasan Bujok diyakini sebagai lokasi Kota Kara menurut cerita pusaka yang diwariskan secara turun menurun, terdapat empat buah makam yang terletak dalam sebuah komplek dipagari tembok.

Aswandi menyatakan, keempat makam yang ada dalam komplek itu berkaitan dengan Datuk Bujok. Batu nisan salah satu makam tersebut besar, buatanya kasar dan tak beraturan. Kemudian terbuat dari batu granit. Tak seperti batu nisan makam lama di Bukit Batu dan kebanyakan batu nisan makam lama di Kepulauan Riau.

Cerita pusaka tersebut juga mengatakan Kota Kara yang terletak di Bujok asalnya dianggap sebagai Mekah. Namun kemudian dating seorang said dan memindahkan Mekah ke tanah Arab. Tetapi dalam kontek Agama Islam, Vivien Wee membantah cerita pusaka tersebut. “Namun dalam kontek analisa semantik, mungkin kita dapat melihat dengan jelas arti penting tertentu pemnggunaan kata Mekah yang diterjemahkan sebagai pusat dan kata kiblat sebagai arah atau orientasi,” kata Aswandi.

“Maka dapat kita interprestasikan pernyataan itu sebagai berikut Kota Kara di Pulau Bintan pada mulanya adalah pusat orientasi penduduk dalam Kerajaan Bintan. Kemudian setelah datangnya orang-orang Arab, penduduk Bintan berorientasi ke Mekah di tanah Arab.”

Oleh karena ungkapan ini berasal daru sudut pandang orang Bintan, tampaknya ia mengacu kepada sebuah perubahan oreintasi dalam sejarah masyarakat Kerajaan Bintan, yakni dari sebuah orientasi ke dalam masyarakat Bintan sendiri beralih kepada sebuah orientasi keluar, ke arah sebuah lokasi pusat yang jauh dari Pulau Bintan.

Vivien Wee juga menyebutkan tak adanya bukti arkeologis sulit untuk mengatakan apakah terdapat sebuah kerajaan kuno di Kota Kara dalam versi cerita pusaka ini. Namun pada posisi lain, cerita rakyat ini menunjukkan kemungkinan. Bukan hanya itu, Kora Kara yang dimaksud adalah sebuah kerajaan pra-Islam.

Informasi yang diperoleh Wee dari penghulu Bintan Abidin bin Haji Jaafar sekitar 1985 menyebutkan raja yang membangun Kota Kara dari Palembang. Dan penduduk Bintan hari ini adalah keturunan penduduk Kota Kara. Dia memperkirakan 12 generasi memisahkan penduduk Bintan sekarang dengan zaman Kota Kara menurut versi cerita pusaka ini.

Hubungan Bintan dengan Palembang juga, menurut Wee, dikaitkan dengan Keramat Datuk Bujok. Dalam kasus ini, perbedaannya adalah tiada apapun referensi yang berkaitan dengan lagenda penumbuhan dinasti Malaka. Sebagai gantinya, gambaran yang disuguhkan sangat sederhana yaitu seorang raja Palembang datang ke Bintan dengan para pengiringnya.

Lalu membuat sebuah kawasan tinggal di Kota Kara. Dan masyarakat Bintan sekarang adalah keturunan penduduk yang datang dari Palembang. Hal ini mengisyaratkan Kota Kara dalam versi cerita pusaka pernah menjadi centrum politik yang perku dipertimbangkan untuk diungkap lebih jauh.

Pendapat ini, menurut Aswandi, pernah ada seorang penulis Portugis bernama Fernao Lopes de Castanheda dalam sebuah buku mengatakan pada mulanya Sultan Malaka berundur bersama dengan pengikutinya ke sebuah kawasan pertanian di Malaka. Kemudian dia meninggalkan putranya Sultan Mahmud yang kemudian menanti kedatangan Portugis yang dipimpin Affonso. Dalam pertempuran, itu Portugis berhasil menaklukan Sultan Malaka. Kemudian Sultan Mahmud menyingkir ke Pagoh dan akhirnya ke Bintan.

Penulisan Portugis lainnya Koao de Baros mengungkapkan hal yang sama. Setelah penaklukan Malaka oleh Portugis membuat Sultan Malaka mengundur ke Pahang dan kemudian ke Pulau Bintan. Yang lebih penting adalah sebuah bukti dalam surat Fernao Peres kepada Albuquerque yang ditulis Cannanore di tahun 1513. Mengacu kepada laporan dari Andrade, Tome Pires, dan Castanheda, diperkirakan Sultan Mahmud berada di Muar 1512.

Dan kemudian pindah ke Bintan Januari 1513. Sultan Mahmud telah mengukuhkan tapak pemerintahannya yang baru di Pulau Bintan sejak Januari 1513 dengan membangun Kota Kara.

Kota tersebut berfungsi sebagai benteng dan untuk melindungi Kopak. Sultan Mahmud berada di Bintan selama empat tahun berikutnya. Lalu dia pindah ke Pagoh sekitar 1518 atau 1519. Kemudian 1520 Antonio Correa menyingkirkanya dari Pagoh. Sultan Mahmud kembali lagi ke Bintan 1526..

Secara tak langsung bukti bukti dari dokumen Portugis tersebut Sultan Mahmud Syah berada di Bintan (Kopak) dan mengukuhkan Kota Kara sebagai benteng pertahanannya secara terus menerus antara tahun 1520 hingga 1526. Penulis Portugis Faria Souza menyebutkan Peter Mascarenhas baru berhasil menguasai Kota Kara setelah mengerahkan 21 kapal dan 400 orang tentara Portugis di bawah pimpinan Moehammad. Sultan Mahmud Syah kemudian mengembara di sekitar Kaki Gunung Bintan dan akhirnya meninggalkan Bintan menuju Kampar.

Sultan meninggal di Kampar sekitar November 1527 sampai Juli 1528. Letakan Kota Kara menurut para penulis kronik Portugis tentang penyerangan armada Portugis terhadap Sultan Mahmud di Kapak, dan beberapa tempat di hulu Sungai Bintan, maka diperkirakan Kota Kara di Bintan berada di Sungai Bintan. Hal itu diperkuat dengan penelitian arkeologi Pulau Bintan 1981, yang melaporkan adanya tumpukan batu yang disebut batukara di sekitar muara Sungai Bintan.

Selain itu terdapat toponim atau nama tempat seperti kubo. Dan juga terdapat benteng di sisi kiri Sungai Bintan yang memperkuat dugaan sebuah system pertahanan untuk melindungi Kopak dan tempat lainnya di hulu sungai ketika itu. Sedangkan bentuk fisik dari Kota Kara sulit untuk merekontruksi dengan tepat dan utuh karena ketiadaan sisa benteng.robby patria ( terbit di Tanjungpinang Pos Januari 2010)

“Namun sebagai pembanding, kita dapat melihat gambaran sebuah benteng dengan system yang sama dan juga bernama Kota Kara yang berada di Sungai Telor Johor,” kata Aswandi.

Pernah ada, sejarawan R.O Winstedt mengatakan kata Kota Kara mestinya berada berada di sebuah sungai yang besar memungkinkan galey Portugis dapat bergerak. Sampai saat ini belum ditemukan di mana Kota Kara itu sebenarnya. Perlukajian yang mendalam mengenai Kota Kara. Kotak Pendora belum terbuka hingga kini. Perlu kajian lanjutan untuk menemukan Kota Kara di mana?

4 komentar:

khair mengatakan...

Mungkin saja anda boleh lihat di mana kota kara dlm sejarah kota tinggi, johor.

Anonim mengatakan...

berarti rakyat bintan adalah keturunan dari malaysia, buktinya mereka memakai bahasa melayu sebagai bahasa sehari hari .. betul tidak ?

chairudi28 mengatakan...

Malaka(malaysia) sampai dengan lingga (indonesia) adalah kerajaan melayu.Johor-bintan-lingga adalah satu kerajaan.

Makalah pengendalian internal mengatakan...

wow, ini bermanfaat untuk pengetahuan sejarah pulau bintan. terima kasih