Selasa, 29 Juni 2010

Krisis Air di Ibu Kota Kepri

Lima tahun ke depan, Pulau Bintan masih kekurangan air baku sehingga
layanan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirta Kepri tak maksimal. Waduk Sei Pulai yang selama ini jadi sumber baku tak bisa diandalkan lagi.

YANI (26), warga Perumahan Taman Harapan Indah (THI) Kelurahan
Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang setiap

pagi mengambil air di sumur 20 meter di dekat rumahnya. Dengan
menggunakan dua ember hitam, ibu rumah tangga

beranak satu itu mengangkat air hingga bak penampungan di rumahnya
penuh. Setidaknya 10 kali jalan, air di bak

penampungan bisa penuh. Padahal, Yani merupakan salah satu pelanggan
PDAM Tirta Kepri.

Pipa air dari PDAM masih terpasang di rumahnya. Namun air tak pernah
mengalir. Satu minggu paling jalan satu jam air

mengalir. Tentu saja tak bisa memenuhi bak penampungan air di rumah.
Air tersebut tak cukup untuk memenuhi

kebutuhan air di rumahnya yang dihuni lima orang. “Untuk mandi saja,
setiap sore kami harus mengambil air,”

Pagi, siang dan sore, anggota keluarga rumah tersebut harus bergantian
mengambil air untuk memenuhi kebutuhan

mencuci piring dan memasak. “Mau beli air tanggung. Kita tak memiliki
bak besar,” tutur mahasiswa semester delapan

di Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum Tanjungpinang ini.

Berbeda dengan Yani sibuk mengangkat di perumahan itu, Iskandar, yang
tinggal di Blok C Taman Harapan Indah

terpaksa membeli air. Maklum bak penampungan di rumahnya besar. Setiap
mengisi air bisa menelan Rp100 ribu lebih.

Air tersebut bisa bertahan dua hari. Warga memang mencari jalan untuk
bisa memenuhi kebutuhan air dengan membeli

air yang dijual menggukan lori, dan membuat sumur. Untuk membuat sumur
dibutuhkan anggaran minimal Rp3 juta.

”Minimal Rp3,5 juta, sudah sama cincin sumur. Zaman sekarang air PDAM
tak bisa diharapkan. Banyak yang sudah

membuat sumur,” kata Saleh, ahli sumur yang bisa menerima order
membuat sumur bor dan sumur galian biasa itu

kepada Tanjungpinang Pos.

Yani mengharapkan PDAM cepat menyelesaikan persoalan air. Karena jika
menggunakan air PDAM, per bulan mereka

membayar Rp40-Rp80 ribu. Saat ini Yani sengaja tak membayar karena air
PDAM tak mengalir. ”Untuk apa kita bayar.

Kan airnya tak lancar. Masak kita membayar angin. PDAM juga harus
menyadari itu.” Harapan Yani juga harapan 19.000

pelanggan PDAM lainnya.

PDAM beralasan, sebenarnya pasokan air PDAM sudah mulai bagus. Tetapi
untuk kawasan Batu 9-8, memang kurang

lancar. Pasalnya, jika air saluran di Batu 9 dibuka, maka pasokan air
di kawasan Pasar, dan sekitarnya jadi terganggu.

”Memang kita tidak bisa memberikan pelayanan optimal karena sumber air
baku di Sei Pulai berkurang. Kita sedang

melakukan pendalaman. Mudah-mudahan jika sudah selesai, tampungan air
waduk optimal,” kata Direktur PDAM Tirta

Kepri, Abdul Kholik yang baru beberapa bulan dilantik menjadi direktur
setelah melalui tes.

Sedangkan menurut Tim Pengawas PDAM Tirta Kepri Nuraida Mokhsen, waduk
tersebut bocor. Walaupun hujan lebat, air

di waduk tak bertambah signifikan. ”Kita sedang berusaha mencari cara
agar air hujan bisa ditampung dengan baik.

Salah satunya menggali waduk lebih dalam. Yang jadi masalah, daerah
tangkapan air sudah rusak, tak banyak

memberikan pengaruh walaupun hujan,” ujarnya.

[]


Pembangunan Waduk Sei Pulai seluas 34 haktere selesai dikerjakan 1971
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi

Riau bersama Pemerintah pusat. Air baku di waduk yang berada di
Kilometer 14, perbatasan Tanjungpinang dan

Kabupaten ini menjadi sumber utama bahan baku PDAM untuk melayani
Sekitar 51 persen warga Tanjungpinang.

Sekarang untuk menambah debit air, dilakukan konstruksi peningkatan
tampungan air baku Sei Pulai, Kamis 5 Mei

2010. Proyek tersebut dibiayai melalui APBN 2010 senilai Rp 7 milyar
melalui Departermen Pekerjaan Umum Direktorat

Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai IV Kepri. Pelaksana Proyek PT.
Gunakarya Nusantara dengan Konsultan

Pengawas CV. Grahaditama Konsultan. Informasi yang diperoleh dari
konsultan pengawas, ada sekitar 80.000 m3

tanah/lumpur yang akan dikeruk dan dikeluarkan dari lokasi pekerjaan
seluas 9 Ha.

Dari keseluruhan waduk yang mencapai 43 Ha, baru 21 persen dari luas
genangan air yang ditingkatkan. Bila proyek

tersebut selesai dan sesuai dengan rencana maka daya tampung air hujan
dan air limpasan yang masuk ke dalam

wadukpun meningkat dan diperkirakan mampu menampung 80.000 m3 air.
Namun demikian tentu tergantung intensitas

hujan, tali-tali air dan daya dukung hutan disekitar cathment area.

Memang sekarang, kondisi air di sungai pulai berangsung ansur membaik.
Hujan yang turun pertengahan Mei di

Tanjungpinang tiga hari belakangan ini membawa berkah tersendiri. Air
di waduk mulai naik 20 centimeter. Menurut

manajemen PDAM, kondisi tersebut masih minus 40 centimeter. Kondisi
normalnya air harusnya mencapai empat meter.

Usia waduk yang sudah berumur itu memang sempat terabaikan. Tahun 2004
Kepulauan Riau berpisah dari provinsi

induk. Mulai saat itu, Riau mulai mengabaikan PDAM yang sebagian besar
dikendalikan Pemerintah Kabupaten

Kepulauan Riau, kini Bintan.

Pelayanan PDAM kepada pelanggan seadanya. PDAM Tak dikelola secara
profesional. Hutang PDAM menembus Rp30

miliar. Karena sudah berpisah dari Riau, PDAM juga akan diserahkan ke
Kepri sekitar 2006. Tak serta merta, Pemerintah

Bintan mau menerima. Pasalnya, letak PDAM yang berada di Bintan dan
Tanjungpinang. Bahkan pelanggan terbesar

PDAM berada di Tanjungpinang.

Alasan Bintan waktu itu, untuk apa mereka menggelontorkan APBD tetapi
yang menikmati warga kota. Akhirnya terjadi

tarik menarik. Sedangkan bagi pemerintah kota Tanjungpinang, bisnis
air tidak cocok. Apalagi, APBD Pemko tak besar

untuk memberikan suntikan dana percuma guna menyehatkan kondisi PDAM
yang sedang sakit akut itu. Karena letak

PDAM di antara dua daerah, Pemerintah Provinsi Kepri akhirnya turun
tangan. Walaupun penyerahan aset tersebut

dalam keadaan merugi.

”Riau tidak fair. Menyerahkan aset dalam keadaan rugi. Akhirnya
melalui Departemen Keuangan, Kepri mau menerima

aset. Prosesnya lama sampai dua tahun,” kata Nuraida Mokhsen di ruang
kerjanya belum lama ini di kantor Gubernur

Kepri, Jalan Basuki Rahmad Tanjungpinang.

Melalui Departemen Keuangan, hutang PDAM sebesar Rp30 miliar
ditanggung Kepri dan Riau. ”2008 kita baru sepakat.

Kepri mendapat 30 persen. Sedangkan Riau 70 persen membayar hutang
kepada Pusat dan pihak swasta,” ujarnya.
Karena sudah mendapat titik terang pengelolaan PDAM, DPRD Kepri
bersama dengan pemerintah Kepri mulai membuat

peraturan daerah untuk mengelola PDAM menjadi perusahaan daerah yang
bonafit ke depannya.

Menurut Nuraida, sebelum dilakukan penyerahan aset, Pemprov Kepri tak
bisa memberikan anggaran. ”Kita bisa masuk

penjara walaupun itu untuk kepentingan orang ramai. Setelah ada Perda
baru kita suntikan dana,” imbuhnya. PDAM

selama tiga tahun PDAM tak bertuan. Pasalnya, Juni 2009, baru resmi
Tirta Kepri dikelola provinsi. Dari 2006, tidak

jelas status PDAM. Selama masa transisi itulah perangkat PDAM banyak
yang rusak. Misalnya pompa air tak berfungsi,

bocor, meteran rusak, banyak penyambungan ilegal dilakukan pegawai PDAM.

Masalah lain yang dihadapi PDAM adalah masalah penyehatan keuangan
PDAM. Perusahaan daerah ini tergolong

perusahaan 'sakit'. Sudah lama gaji pegawai tidak naik. Sampai
Februari 2010, pendapatan rata-rata PDAM per bulan

mencapai Rp700 juta. Dari pendapatan itulah, biaya operasional PDAM,
termasuk gaji pegawai yang berjumlah 124

orang dibayar. Rendahnya tarif penjualan air, juga jadi alasan
keuangan perusahaan tidak kunjung membaik. Tarif

sekarang, tak sesuai lagi dengan kondisi saat terkini.

"Jika kita hitung rata-rata, maka per liter tarif PDAM cuma Rp1,2.
Tarif ini sangat murah tidak menutupi biaya

operasional perusahaan," ujar Syahrial, Humas PDAM.

Untuk menolong keuangan PDAM, lanjut Syahrial, diharapkan Pemda Kepri
memberikan subsidi seperti yang dilakukan

di PDAM lainnya di Indonesia. Dia menyebutkan, dengan pengalaman
Kholik waktu menjabat direksi PDAM di Bengkalis,

diharapkan bisa membawa perubahan di internal PDAM. Kholik merupakan
bekas direktur PDAM di Bengkalis yang

memiliki 5.000 pelanggan. Sedangkan pelanggan PDAM Tirta Kepri 19.000.
"Tapi dia menguasai masalah PDAM," ujar

Syahrial.

Di saat masa transisi, PDAM memang sangat kritis. Pemprov Kepri sempat
memberikan bantuan dana segar Rp2,5

miliar agar PDAM tak kian terperosok terlalu dalam. Suntikan dana itu
untuk memperbaiki fasilitas pipa, dan

infrastruktur bak penampungan air yang kerap bermasalah. Bantuan yang
diberikan Kepri tak banyak mengubah wajah

PDAM.

Dikatakan Nuraida, di mana-mana di Indonesia, tidak ada PDAM dikelola
oleh provinsi. Baru di Tanjungpinang PDAM

diambil alih provinsi. Misalnya di Batam, pengelolaan PDAM dilakukan
swasta. Nasi sudah menjadi bubur, PDAM pun

sudah menjadi tanggungjawab Pemprov Kepri. Untuk mempercepat
pembenahan PDAM, Pemprov membentuk badan

pengawas PDAM yang diketuai mantan anggota DPRD Kepri Andi Anhar
Khalid, mantan Ketua Komisi II DPRD Kepri.

Andi tak terpilih lagi jadi anggota Dewan.

Dewan Pengawas inilah yang kerjanya melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kinerja direksi PDAM dalam

melayani pelanggan. Abdul Kholik yang baru beberapa bulan menjadi
direksi, dianggap suda berhasil melakukan

pembenahan PDAM.

Indikator keberhasilnya terlihat dari berkurangnya tingkat kebocoran
air. Misalnya, waktu dia pertama masuk kantor,

kebocoran air mencapai 57 persen.”Sekarang sudah turun menjadi 10
persen. Aliran uang PDAM juga mulai positif dari

sebelumnya negatif,” kata Nuraida tanpa menyebutkan nilai keuntungan
yang diperoleh.

”PDAM sudah membagikan bonus kepada karyawan. Walaupun jumlahnya tidak
besar. Ini menunjukkan PDAM mulai

sembuh.”

Nuraida menjelaskan, yang sudah dilakukan Kholik selaku direktur yakni
menertibkan sambungan ilegal, menyelesaikan

hutang piutang PDAM kepada pihak ketiga dan tagihan pelanggan. Dia
juga sudah membuat peta jaringan PDAM ke

depan. Selama ini, peta tersebut belum pernah ada. Masalah internal
yang dalam waktu singkat sudah bisa

diselesaikan. Mengenai masalah faktor pendukung seperti kondisi waduk
yang mengering memang memerlukan kerja

keras untuk mengatasinya.

Kondisi terkini, kata dia, pipa penyedot air di DAM itu terbatas
disebabkan debit air di waduk berkurang. Kalau

dipaksakan menyedot memenuhi kebutuhan pelanggan, maka air baku cepat habis.

Langkah yang dilakukan PDAM hanya mengaktifkan beberapa pipa saja.
Misalnya jalur pipa distribusi kilometer 9 dan 8

terpaksa dibatasi. Pasalnya, jika pipa distribusi jalur ini dibuka,
maka pasokan air untuk kawasan pasar, pelantar, batu

dua akan terhambat. Tekanan air dari DAM untuk sampai di penampungan
air di Bukit tidak kuat. Bisa dipastikan air

tidak akan jalan.

Memang ada kesalahan teknis dalam pembuatan pipa distribusi air dari
waduk ke bak penampungan di Kampung Bukit.

Pasalnya, pipa utama air sampai ke Bukit dijebol dan dialiri untuk
konsumen di Batu 9. Seharusnya bukan seperti itu.

Pipa utama tak bisa dijebol di tengah jalan.

Penyandang gelar doktor dari Australia itu mengatakan, dengan keadaan
Sei Pulai saat ini, yang semakin kering,

pelayanan PDAM tidak akan maksimal. Kecuali ditemukan sumber air baku
baru. Persoalan serius yang dihadapi PDAM

adalah, air hujan yang diharapkan bisa menambah debit air, kini tak
banyak memberikan andil. Hal itu disebabkan,

kawasan tangakap air rusak. Adalah perkebunan sawit yang berada tak
jauh dari kawasan tangkapan air menyebabkan

tangkapan air jadi tak normal. Walaupun Dinas Kehutanan sudah menebang
sawit yang dekat dengan kawasan, namun

belum memberikan effek positif.

Kemudian, sungai-sungai kecil yang ada di sekitar waduk kini tak masuk
ke kawasan utama karena tertimbun lumpur.

Aliran sungai itu malah keluar ke kawasan lain. Ada dugaan, di waduk
bocor. ”Air yang masuk tidak sebanding dengan

air keluar. Sebenarnya, kita pernah memproduksi 300 liter per detik.
Tetapi sekarang di bawah itu,” kata Nuraida.

Yang bisa dilakukan provinsi, katanya, mencari sumber kebocoran air.
Juga dilakukan program penguatan dinding waduk

yang menyebabkan beberapa hari lalu air baku keruh. Kebijakan ini
membuat lumpur di waduk naik, dan pelayanan pun

jadi terganggu. Tapi jangka panjang akan membantu mempertahankan air
tetap berada di dalam waduk.

Provinsi bersama dengan PDAM juga melakukan perbaikan aliran sungair
kecil menuju waduk. Sungai kecil yang selama

ini alirannya tak lurus, harus diluruskan. Hal ini membantu supaya
pasokan air di Sei Pulai tetap ada. Dia

menambahkan, melihat realita yang ada sekarang, sudah saatnya mencari
sumber air baku baru untuk memenuhi

kebutuhan air di Bintan.

Apalagi perkembangan jumlah penduduk sangat cepat. Jika tidak diiringi
dengan antisipasi pencarian sumber air baru,

ke depannya akan menimbulkan persoalan baru. Nuradai menolak jika
dikatakan pemerintah lambat mengantisipasi

masalah ketersedian air. “Karena waktu itu PDAM ini dikelola Riau.
Kepri kan baru saat ini mengelola,” elaknya.

Karenanya, pemerintah sudah melakukan survei mencari sumber air baku
lain. Studi 2007 misalnya menggunakan dana

APBN. Di Kabupaten Bintan, kawasan yang tepat untuk dijadikan sumber
air baku terdapat di Sei Galang Batang, Nyirih,

dan Sei Timun. Dari tiga lokasi itu, yang dipilih untuk dilakukan
studi kelayakan adalah Galang Batang.

2011, akan dilakukan pembangunan fisik. Nantinya, pipa air dipasang
dari Galang Batang sampai ke Sei Pulai. ”Sebelum

pembangunan tuntas, kita tentu masih mengandalkan air hujan untuk
mengisi Waduk Sei Pulai.” Selain memanfaatkan

sumber air baku di Sei Pulai, PDAM juga akan memanfaatkan sumber air
baku di Sei Gesek. Walaupun debit air tak

besar, namun air di sini akan digunakan untuk mensuplai air baku di
produksi PDAM Air Raja.

Nah, produksi di Air Raja ini yang nantinya mensuplai kawasan Batu 8
dan 9 yang saat ini aliran air tak lancar. ”Usaha

ini sifatnya jangka pendek,” katanya. "Ini yang bisa kita lakukan
mengatasi krisis air di Tanjungpinang."

Untuk program jangka panjang, PDAM dan Pemprov Kepri mengusulkan
pembangunan DAM baru di Bintan. Tentu semua

komponen harus mendukung. Tak bisa hanya bertumpu kepada PDAM saja.
Selama lima tahun ke depan, ujarnya,

kondisi air PDAM Kepri masih kekurangan air baku. Kondisi mulai
membaik, jika proyek di Galang Batang sudah

beroperasi. Untuk itu Dinas PU ambil bagian dalam menyelesaikan masalah ini.

”2011 mulai studi pembangunan DAM. Dan 2014 baru dibangun. Mengenai di
mana DAM tersebut, kita serahkan kepada

hasil studi dari tim yang mengerti masalah air. Dulu pernah ada di
Teluk Bintan. Tetapi dengan kondisi saat ini tak

sesuai lagi,” imbuh dia. Jika tetap dibangun, bisa akan mengancam
kawasan pusat pemerintahan Bintan.

Mengingat pembangunan DAM memakan waktu tiga tahun, sebaiknya
persiapan bisa dilakukan dari sekarang. Jika

sudah selesai dibangun, maka ke depannya sampai 20 tahun ke depan,
persedian air baku tetap terjamin.
Menurutnya, menyediakan air baku merupakan kewajiban pemerintah.
Sedangkan PDAM itu memproduksi air, sampai ke

konsumen.

Pemerintah Pusat tak bisa lepas dalam masalah ini terutama dalam hal
pembangunan bendungan baru. ”Bagi daerah,

kita melakukan koordinasi saja, mana yang ditanggung APBN dan mana
yang dibiayai APBD,” kata Nuraida. Tak

mungkin seluruh pembiayaan DAM baru menggunakan APBD Kepri.

Nuraida menyebutkan, usulan menggunakan menggunakan teknologi mengubah
air laut menjadi air tawar kurang tepat

untuk mengtasi krisis air. Teknologi tersebut membutuhkan anggaran
yang besar. Tak efisien untuk pelanggan dan

PDAM sendiri.

”Nanti PDAM tak bisa menjual air kepada konsumen. Bahkan di negara
maju saja, mereka melakukan kombinasi air

darat dan air laut,” jelas Nuraida. Kalau menggunakan teknologi
mengubah air laut, bisa saja, katanya, air yang

dihasilkan jauh lebih mahal dibandingkan minuman coca cola.
”Teknologinya sama dengan air galon yang kita minum,”

tutur Nuraida.

Berbeda dengan Nuraida, menurut Wakil Ketua DPRD Kepri Iskandarsyah,
pemerintah harus berani mencari terobosan

memanfaatkan bahan baku air laut atau air payau menjadi air bersih.
”Pulau Bintan dikelilingi laut dan pantai, tinggal

kreatif memanfaat potensi alam yang sudah disediakan Tuhan. Kenapa tak
memanfaatkan bahan baku air laut jadi air

bersih,” ungkap politisi asal Partai Keadilan Sejahtera.

Menurutnya, ada dua permasalahan utama Air PDAM di Tanjungpinang, yang
pertama adalah sumber air baku yang

terus menerus berkurang. Dan yang kedua adalah kualitas air yang tidak
memenuhi standar kesehatan. Apakah bisa

menjamin solusi yang dilakukan PDAM sekarang adalah solusi yang bisa
menjamin kesedian sumber air baku ke depan?

Menurut UNESCO (Tahun 2003) melalui badan air dunianya (WWAP)
menyatakan ketersediaan air tawar dunia hannya

2,5 persen sedangkan 97,5 persen adalah air laut, sehingga tidak bijak
jika manusia hanya bertumpu pada air tawar

yang jumlahnya sangat sedikit tersebut. "Saatnyalah kita beralih pada
pemanfaatan air laut yang ketersediaannya
sangat besar itu."

Dikatakan, belum lagi terjadinya pencemaran hebat akibat pembuangan
limbah oleh pabrik, rumah tangga, dan

kegiatan penambangan, dengan kondisi ini ketersediaan air bersih akan
semakin terbatas. Ditambah lagi kondisi global

warming (pemanasan global) telah menambah krisis air 20 persen dari
krisis sebelumnya.

Kata Iskandar, Arab Saudi membuat instalasi untuk mengubah air laut
menjadi air bersih dari Laut Merah yang dapat

disuplai ke Mekah dan Madinah yang jaraknya ratusan kilometer dari Laut Merah.

Untuk mengelola air laut jadi air baku, PDAM dan pemerintah tak harus
bergantung dengan APBD tapi bisa minta

bantuan dana APBN. Kemudian berani melakukan kerjasama dengan swasta
sebagai mitra. Dalam memanfaatkan air

laut sebagai air bersih adalah memisahkan garam, sebagai unsur utama
yang harus dihilangkan atau dikurangi hingga

memenuhi standarisasi sebagai air bersih, selain itu unsur-unsur
lainnya yang terdapat dalam air laut yang dapat

mempengaruhi kualitas air bersih tersebut. Untuk mencapai tujuan
tersebut, bisa dilakukan dengan menggunakan

teknologi desalinasi (Desalination) atau biasa disebut juga dengan
teknologi pemurnian air laut.

Saat ini, telah dipopulerkan dua cara proses desalinasi, melalui
membrane technique, yaitu menggunakan sistem

membrane yang dikombinasikan dengan berbagai metode baik pressure
maupun electrical, adapun metode yang

termasuk dalam kategori ini adalah reverse osmosis(RO),
electrodialysis (ED), capacitative deionization (CDI),
mikrofiltration (MF), ultrafiltration (UF), nanofiltration (NF).

Kedua, dengan distillation technique, yaitu menggunakan tenaga thermal
(panas) dengan proses evaporasi ataupun

kondensasi, adapun metode yang termasuk dalam kategori ini adalah
multistage flash evaporation (MSF),
multieffect distillation (MED atau MEE), vapor compression
distillation, solar thermal distillation.

Dari kedua teknologi desalinasi, teknologi dengan sistem membran
dirasa paling efektif dan efisien, dan dari metode

sistem membran maka metode reverse osmosis (RO) yang paling banyak
digunakan, karena mampu
mengkonversi air laut menjadi air bersih jauh lebih besar yaitu 20 –
50 persen. Sedangkan metode yang lain dibawah

20%.

"Saya ingin kita berpikir kreatif tentang persoalan ini, terserahlah
sumber airnya dari mana yang penting ada sebuah

jaminan pemerintah daerah menyediakan air bersih untuk rakyat. Tentang
biaya semuanya adalah relatif, semahal

apapun akan kita usaha dapatkan jika menyangkut kepentingan kebutuhan
dasar manusia dan bisa dinikmati

masyarakat luas," kata jebolan universitas di Belanda ini.

Khirjuli dari LSM Alim yang giat terlibat dalam masalah air di Kepri
itu mengingatkan air baku yang dikelola PDAM Tirta

Kepri wajib memenuhi baku mutu dan syarat kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Untuk itu LSM Alim meminta kepada Pemprov Kepri melalui Dinas
Kesehatan ikut turun tangan melakukan penelitian

terhadap kwalitas air baku maupun kwalitas air yang didistribusikan
PDAM. Secara kasat mata memang kelihatan keruh

dan menimbulkan bau. Oleh karena itu sesuai ketentuan yang berlaku,
air baku tersebut harus diteliti lagi untuk

melihat seberapa besar unsur fisika, kimia maupun biologi yang
terkandung didalam partikel air dan pengaruhnya bagi

kesehatan bila dikonsumsi. Apakah air baku waduk Sungai Pulai itu
masih memenuhi baku mutu atau berada di atas

ambang batas.

Hasilnya kemudian diumumkan kepada publik, apakah masih layak
dikonsumsi atau tidak. Bilamana tidak layak

dikonsumsi, maka sebaiknya tidak lagi diproduksi. Atas dasar
rekomendasi dari Dinas Kesehatan itulah kemudian

Pemprov Kepri melalui PDAM Tirta Kepri melakukan tindakan menghentikan
pendistribusian air, baik secara berkala

sembari PDAM melakukan proses pengimbuhan kimia (chemical) atau mati
total sambil menunggu kwalitas air

berangsur-angsur membaik secara alami.

***

Melihat kondisi saat ini, Nuraida memprediksi, selama 2010, kondisi
pelayanan PDAM belum optimal. ”Air tetap

mengalir. Tetapi tak bisa 24 jam sepertu dulu,” katanya.

Nuraida mengakui, membenahi PDAM saat ini bukan perakara mudah. Digaji
Rp50 juta pun tak mau. ”Secara

infrastruktur rumit, secara politis juga rumit. Tak gampang menertikan
sambungan ilegal yang melibatkan banyak

karyawan. Jika kita putuskan pasti konsumen marah.”

”Kita berharap masyarakat bisa mengerti keadaan sebenarnya dari PDAM.
Kita minta sabar, dan membiarkan direksi

saat ini bekerja. Kalau di cari yang baru, direksi yang S3 pun belum
tentu bisa memperbaiki PDAM dalam waktu

singkat,” jelasnya.

Masalah yang ada dalam PDAM sangat rumit. Nuraida menaruh kepercayaan
dengan bos PDAM yang baru. Hasilnya,

kata dia, sudah ada. Misalnya tingkat kebocoran sudah turun. Yang
diharapkan maksimal kebocoran 25 persen dari

produksi. “Sekarang membeli bahan kimia tidak berhutang. Ini salah
satu langkah maju,” katanya. Ya, kinirja Kholik

diharapkan bisa membawa PDAM lebih baik.(*).