Tanjungpinang mencari jalan sendiri untuk meredam Covid 19. Ya, model jam siang malam. Bukan pembatasan sosial, bukan karantina wilayah, apalagi lockdown. Pengalaman adalah guru yang paling baik kata pepatah. Lihat negara yang sudah berhasil dan ikuti sesuai protokoler WHO. Jika kita lihat PSBB di Jakarta, dan daerah sekitar mulai menunjukkan hasil setelah diberlakukan.
Strategi Pemda mau memberlakukan jam malam atau jam siang, apakah mereka diberikan sanksi? Sanksi dengan pasal apa? Apakah mengacu UU No 6 Tahun 2018 soal Karantina Kesehatan atau UU lain. Tentu warga akan keluar sebelum jam malam diberlakukan. Apalagi mereka keluar untuk mencari sembako, membeli obat, membeli lainnya. Soal dalil keluar, akan banyak. Mudik dengan pulang kampung saja ramai diperbincangkan.
Kita lihat negara yang sudah berhasil melawan Covid19 yakni Vietnam. Negara itu Berbatasan dengan China 1300 Km. Ketika China mengumumkan ada penyakit aneh menular, maka Vietnam yang sadar akan kemampuan negaranya tidak sekaya China, mereka langsung menutup perbatasan. Termasuk penerbangan ke China. Setiap distrik melakukan lockdown. Mereka mengutamakan social distancing, mencari jejak siapa yang pernah tertular. Kemudian dirawat. Sedangkan daerah daerah lain termasuk kota sebesar Ho Chi Minh juga dikunci. Di April, Vietnam membuka berlahan wilayah yang dilakukan isolasi itu.
Masyarakatnya patuh kebijakan negara. Mereka bersemangat melawan Covid19. Diam di rumah. Keluar hanya memberi makanan pokok. Strategi ini berhasil. Penduduk Vietnam 90 jutaan, yang tertular 200 an orang. Tak ada yang mati. Sama dengan Kamboja minim korban dan yang meninggal.
Di ASEAN tetangga Indonesia, dua negara itu bukan secara sosial ekonomi lebih baik Indonesia. Tapi mereka mampu melawan Covid19 dengan minimnya korban dan bahkan nihil meninggal.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengklaim berhasil meraih kemenangan signifikan dalam perang melawan penyebaran virus corona. Hal itu disampaikan Ardern ketika Selandia Baru secara bertahap mencabut penguncian wilayah atau lockdown. Data terbaru kasus positif virus corona di Selandia Baru tercatat 1.469 kasus dan 1.180 pasien dinyatakan sembuh seperti dikutif AFP.
Negara negara di Skandinavia juga mulai membuka lockdown secara berlahan. Social distancing, dan menggunakan masker masih diterapkan. Beberapa negara ini sukses meredam korona dengan strategi isolate, trace, treat and test (ITTT).
Mereka banyak mengetes jumlah penduduk sehingga diketahui yang sudah positif diawal dilakukan karantina hingga dirawat guna memutus penularan virus.
Misalnya Amerika Serikat sudah mengetes 5 juta penduduk dari jumlah penduduk 300 juta lebih. Yang positif korona 1 juta orang. Dan meninggal dunia 56 ribu orang lebih. Rata rata negara kaya ini mengetes 17 ribu jiwa per 1 juta penduduk. Saat ini di dunia yang paling banyak melakukan tes korona setelah Amerika negara Rusia sebanyak 3 juta orang. Yang positif di negara itu 87 ribu dan yang meninggal dunia setara Indonesia 794 orang.
Tetapi di Indonesia yang positif 9 ribu orang tingkat kematian 765. Indonesia tercatat di worldometer melaporkan jumlah tes paling rendah hanya 275 per satu juta penduduk. Kita baru mengetes 75 ribu jiwa dari 262 juta penduduk. Jumlah positif 9.096 orang dengan tingkat kematian dibandingkan jumlah positif masih tercatat tertinggi di dunia 8 persen lebih. Pentingnya dilalukan test itu guna mengetahui siapa saja yang terpapar.
Lalu dirawat lebih cepat agar kembali pulih. Kemudian yang penting, dengan melakukan isolasi bagi yang terpapar, memutus mata rantai penularan. Karena yang bersangkutan tahu bahwa dirinya bisa menularkan kepada yang lain jika masih keluar rumah dan beraktivitas bersama yang lain. Pemerintah bisa melakukan pencarian siapa saja yang berhubungan dengan yang sudah positif tadi. Jadi semakin banyak dilakukan tes, pemerintah tahu kondisi masalah dan menghentikan penularan lebih masif.
Di Kepri saat ini, Dinas Kesehatan baru melakukan tes 2.619 orang. Hasilnya 76 orang menunjukkan ‘reaktif’ dan 2.543 dengan hasil ‘non-reaktif’ COVID-19. Pada beberapa hari lalu, cairan reagan yang digunakan untuk memeriksa Swab habis. Dan alat lainnya juga habis sampai dengan Selasa (28/4) (Batamnews).
Artinya Batam tidak bisa melakukan pemeriksaan PCR. Harus dikirim ke Jakarta, padahal di sana yang diperiksa jumlahnya banyak. Maka, tambahan Covid19 di Kepri kelihatan lamban karena disebabkan alat pemeriksa tak digunakan. Pemerintah daerah harus segera mencarikan cara agar pemeriksaan terus ditambah dengan sebanyaknya melalui PCR. Dengan metode itulah Pemda memberikan rasa aman kepada warganya agar tak saling mencurigai.
Dana APBD gunakanlah untuk membeli alat alat pemeriksa kasus korona seperti PCR. Jika di Kepri ada 1,8 penduduk atau 2 juta, maka minimal dites 10 persen dari populasi artinya bisa menembus 180 ribu atau 200 ribu jiwa. Tanjungpinang penduduk 260 ribu, maka dites 10 persen sudah bagus mencapai 26 ribu orang. Saat ini jika di Kepri baru tak sam 3.000 lebih yang dites, maka Tanjungpinang baru dites bisa jadi tidak sampai 2.000 orang.
Di Tanjungpinang, orang dalam pengawasan sebanyak 187, pasien dalam pengawasan sebanyak 59 orang dan OTG sebanyak 498 orang. Bahkan OTG sudah ada kasus positif. Artinya orang tanpa gejala mereka beraktivitas seperti biasa tanpa diketahui dapat menularkan kemana saja. Banyak OTG dan positif di Tanjungpinang berjumlah 23 orang sebenarnya sudah menjadi pertanda waspada. Agar pemerintah melakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Atau melakukan karantina per kecamatan ataupun per perumahan atau kelurahan.
Islam mengingatkan usaha untuk menjaga keselamatan nyawa manusia. ”Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 32).
Soal anggaran
Apa benar Tanjungpinang kekurangan anggaran? Pertanyaan ini perlu jawaban yang serius dari Pemda. Tanjungpinang memiliki kemampuan APBD Rp 1 triliun. Anggap saja 500 miliar untuk biaya rutin seperti gaji pegawai dan tunjangan pejabat eselon II hingga IV dan biaya tak langsung lainnya. Maka, masih ada 500 miliar yang bisa digunakan asalkan proyek fisik ditunda dulu.
Sesuai dengan arahan Presiden di dalam Perppu No1 2020.
Pemda diminta alihkan anggaran yang sebelumnya untuk kegiatan fisik untuk kegiatan Covid19. Ini jelas. Tidak ada multitafsir. Berapa kegiatan fisik di Tanjungpinang, maka bisa menjawab adalah TAPD dan DPRD. Jika mau saja, anggaran perjalanan dinas biasanya setiap Pemda setahun bisa lebih Rp60 miliar. Maka jika anggaran ini dipotong 80 persen, tentu dapat alokasi puluhan miliar yang bisa digunakan memperkuat dana jaringan pengamanan sosial. Kemudian dana pokok pikiran DPRD Tanjungpinang jika satu orang anggaplah Rp1 miliar, maka sudah ada Rp30 miliar.
Artinya dana pokir saja sudah bisa menutup kekurangan angggaran Pemko. Dan DPRD saya kira akan setuju jika dana aspirasi mereka diberikan dalam Bantuan Langsung Tunai (BLT) bentuk sembako. Asalkan dibuat format yang jelas sesuai aturan yang berlaku. Sebagai ganti proyek fisik seperti pembangunan parit atau alat alat pelengkap yang dititip di dinas dinas Pendidikan misalnya. Jika DPRD sudah dipangkas kegiatan mereka, maka giliran pejabat eselon IV hingga eselon II dipangkas tunjangannya. Anggap saja itu bagian rasa kemanusiaan dari penyelenggara negara membantu mereka yang terdampak Covid19.
Andai masih kurang, dana dana di OPD, lainnya pelatihan, sosialisasi, dan kegiatan lainnya sejenis dari seluruh OPD direalokasi. Karena tidak mungkin membuat kegiatan pelatihan di musim pendemi. Banyak ratusan item dalam pos APBD itu yang bisa dialihkan untuk kegiatan Covid19 asalkan Pemda mau serius.
Tapi jika proyek fisik yang sudah diplot misalnya untuk tim tim tertentu di tahun ini, maka alasannya untuk mengatakan tidak ada anggaran sangat mudah. Tunda dulu proyek fisik di atas Rp20 miliar. Tentu yang lebih paham adalah Tim Anggaran Pemerintah Daerah. Asalkan mereka mau atau tidak? Ini bukan mau mengajarkan mereka yang sudah puluhan tahun dibirokrasi. Hanya heran saja anggaran Covid19 di Tanjungpinang kok hanya Rp31 miliar. Kalah jauh dari Bintan yang mendekati Rp80 miliar.
Intinya, jangan main main soal Covid19. Ini persoalan serius. Presiden AS Donald Trump bercanda agar disuntik cairan disenfektan, pun diikuti rakyatnya. puluhan orang masuk rumah sakit akibat mengikuti saran sang Presiden. Dan mudah mudahan memberlakukan jam siang dan malam dapat diandalkan meredam Covid19.
Tapi, ya sepertinya kurang tepat dan kurang taktis penerapannya. Sekali lagi belajarlah dari pengalaman negara lain yang sukses melawan Covid19.
terbit di Tanjungpinang Pos 30 April 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar