Pemerintah Pusat
membentuk Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP)
beradasarkan Peraturan Presiden No 54 Tahun 2017 untuk menanamkan kembali
pentingnya nilai nilai Pancasila kepada seluruh rakyat Indonesia. Terutama
kepada generasi muda yang menjadi cikal bakal penerus pembangunan bangsa.
Karena posisi lembaga tersebut di bawah langsung Presiden diharapkan memiliki
kekuatan yang maksimum menanamkan idiologi Pancasila secara berkelanjutan.
Salah satu tugas
misalnya merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan
menyusun garis-garis besar haluan ideologi Pancasila dan roadmap pembinaan
ideologi Pancasila. Dan juga UKP-PIP juga berfungsi sebagai pemantau,
mengevaluasi, dan mengusulkan langkah strategi untuk memperlancar pelaksanaan
pembinaan ideologi Pancasila serta melaksanakan kerja sama dan hubungan
antar-lembaga dalam pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila. (Kompas).
Menurut Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy salah satu bentuk konkrit dari kerja
lembaga baru ini adalah merancang penghayatan dan pengamalan nilai Pancasila
untuk dilebur ke dalam kurikulum pendidikan. Jika sudah dimasukkan dalam
kurikulum, bisa jadi pembelajaaran tentang Pancasila akan bertambah. Atau
bahkan nilai nilai Pancasila dimasukkan ke dalam bagian setiap pembelajaran.
Nilai nilai pancasila yang berjumlah 45 butir
jika diamalkan dengan baik oleh anak didik,
diharapkan memberikan harapan besar bahwa anak anak bangsa yang menjadi
perenus akan semakin mencintai perbedaan yang terjadi di Indonesia saat ini.
Karena tidak mungkin ratusan suku, ratusan bahasa, perbedaan agama disatukan.
Namun selama ini Indonesia bisa mempraktikkan perbedaan atau kebhenekaan
tersebut berjalan dengan baik. Walaupun kondisi terkini, sedikit terkikis Kebhenekaan
kita akibat masalah politik, dan keadilan sosial.
Banyak analis barat
menyebutkan, persatuan Indonesia yang terjadi saat ini merupakan anugrah yang
luar biasa atau seperti "mukzizat" karena Indonesia menjadi negara
yang besar dalam keberagamaan. Contoh
negara seperti Uni Soviet yang sekarang sudah terpecah pecah menjadi 15 negara,
adalah contoh mereka tidak bisa mempertahankan keberagamaan tersebut. Namun
Indonesia sejak diproklamirkan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh
Sukarno-Hatta sampai sekarang alhamdulilllah masih tegak berdiri menuju negara
maju.
Jika nanti
Pancasila ditambah di dalam kurikulum, maka nilai-nilai tersebut menjadi idaman
dan sungguh menjadi keunggulan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, langkah pemerintah ini harus didukung semua stakeholder yang ada
baik di universitas, SMA, SMK hingga jenjang SD. Pancasila perlu untuk didukung dengan
usaha-usaha oleh membangun satu keterikatan bersama yang bernama Persatuan
Indonesia.
Pancasila Pemersatu
Thomas Hobbes
seorang filosof Inggris mengklaim bahwa masyarakat chaos modelnya yang ditandai
peperangan terus-menerus antar manusia, tidak sepenuhnya khayalan. Hal ini
didasarkan pada sebagaimana ditegaskan oleh Hobbes bahwa masyarakat
internasional pada masanya. Waktu itu tidak ada otoritas sentral hegemonik yang
mampu memasukkan sebuah tatanan kepada bangsa-bangsa.
Oleh karenanya kita
sudah lama belajar dari sejarah di Indonesia maupun bangsa lain di dunia bahwa
tanpa satu ikatan yang kuat, kita bisa cercerai berai. Aristoteles dalam karya besarnya (Magnum
Opus), Nicomachean Etichs (kebijakan dan karakter moral yang memainkan peranan
penting dalam mendefinisikan etika) menyebutkan bahwa kebaikan bersama merupakan
muara etika politik sebuah negara.
Dalam butir butir
Pancasila sesungguhnya masalah tersebut sudah diatur dengan baik. Masalahnya
sekarang, apakah kita semua bisa melaksanakan dengan baik nilai nilai penting
dari Pancasila.
Francis Fukuyama
juga mengingatkan bahaya meninggalkan etika dalam politik yang sebenarnya sudah
tarangkum dalam Pancasila. Menurut
Francis Fukuyama, menyebutkan bahwa setiap perubahan merangsang
terjadinya guncangan. Guncangan karena adanya distingsi (drajat perbedaan
reaksi seseorang terhadap berbagai stimulus atau peristiwa yang berbeda) antara
nilai baru dengan nilai lama dalam sebuah masyarakat. Lantas dengan ketidaksiapan mereka akan
guncangan politik, ahirnya mereka melakukan pengebirian dan pengesampingan
etika dalam jagad perpolitikan, pada kenyataannya etika politik merupakan
kristalisasi dari nalar (logika) politik warga bangsa itu sendiri.
Ia merupakan muara
sintesis dari logika-logika yang berkembang pada ranah publik demi terbangunnya
kohesi sosial. Pelanggaran terhadap
etika politik
dengan sendirinya menandakan matinya nalar kebangsaan dan dapat mengancam
integrasi sosial. Dan itu sekarang secara berlahan mulai dirasakan oleh bangsa
ini. Berpolitik meninggalkan etika menjadikan bangsa ini riuh rendah dengan
persoalan konflik antara agama, suku bangsa. Apalagi konflik tersebut menjadi terang benderang
ketika memasuki tahun politik yang terjadi di Pilkada 2017.
Dan tensi politik
di Indonesia kembali akan memanas memasuki pilkada gelombang ketiga 2018 dan
sampai Pilpres 2019 bersamaan dengan pemilu legilslatif. Tentu kita semua
berharap kegiatan politik tetap berjalan, perdamaian, ketertiban umum,
toleransi terus terjaga di Indonesia.
Tentu, semua itu
akan dapat terlaksana jika kita semua menjunjung etika politik. Kehadiran Nabi
Muhammad SAW sebagai pemimpin spiritual sekaligus mengendalikan otoritas
politik selama mengemban risalah kenabian, dapat dijadikan napak tilas
bagaimana seharusnya negara-agama dibangun tanpa memunculkan ketegangan dengan
komunitas sekitar. (Wisri & Moh. Asra).
Melihat beberapa kenyataan yang terjadi di negeri ini, seharusnya setiap
momentum politik tidak hanya dijadikan sebagai arena untuk mengejar kekuasaan,
akan tetapi harus dimaknai sebagai wadah uktuk memilih pemimpin yang
berkualitas. Dengan demikian, pemimpin negara, kepala daerah harus menyiapkan
beberapa jurus ampuh supaya bisa menghadirkan pemerintahan yang bersih dan ini
merupakan amanah dari rakyat yang harus dijalankan dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya di atas kepentingan pribadi dan golongan. Hanya dengan cara itu
Keadilan Sosial yang menjadi cita cita bersama bangsa Indonesia dapat terwujud.
Pemimpin yang
menang dalam setiap pertandingan di pilkada hendaknya menjadikan kemenangan
untuk kemenangan semua. Bukan kemenangan kelompok tim sukses, parpol maupun
sanak saudara. Kemenangan itu harus sebagai jalan menuju negara kesejahteraan.
***
terbit di Tanjungpinang Pos Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar