Lazimnya pemimpin di manapun di belahan bumi ini kenyang pengalaman politik yang nantinya membuatnya mapan. Ia bukan seperti mie instan dalam waktu beberapa menit bisa dinikmati.
Biasanya seorang pemimpin titiannya dimulai menjadi Ketua LSM, anggota DPRD, akademisi, aktivis, pejabat pemerintahan, bahkan organisasi nonprofit tengah masyarakat. Dari pengalaman organisasi calon pemimpin menampakkan jiwa kepemimpinannya. Bahkan ketika menjadi mahasiswa, kepemimpinan sudah terasa menonjol ketika memimpin organisasi mahasiswa baik internal kampus maupun eksternal.
Rasulullah SAW adalah seorang pemimpin di muka bumi di mana jiwa kepemimpinan sudah ada sejak kecil. Nabi dikenal dengan pribadi yang jujur. Kemudian menjadi pemimpin terbesar umat manusia di muka bumi. Nabi Muhammad adalah pemimpin besar yang sudah disiapkan Allah untuk umat manusia di bumi.
Begitu juga dengan Abu Bakar Siddik, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali yang menjadi khalifah sepeninggal Nabi. Umar dikenal dan disegani musuh karena Umar memang sudah teruji kemampuannya di medan perang. Sosok paling ditakuti. Bukan hanya manusia, bahkan Iblis pun lari terbirit-birit ketika melihat bayangan Umar.
Di zaman modern, pemimpin besar seperti Napoloen di Prancis, Hitler di Jerman, Abraham Lincon, Barack obama di Amerika hingga Soekarno di Indonesia sudah melalui pelbagai proses untuk menjadi pemimpin. Betapa beratnya hidup bapak Bangsa Indonesia Soekarno keluar masuk penjara karena memperjuangkan kebabasan Indonesia dari penjajahan Belanda. Sama halnya Hitler. Seorang berpangkat kopral yang kemudian dipenjara dan akhirnya di dalam penjara melahirkan buku yang dikenal Main Camp yang kemudian jadi pemimpin Jerman yang keras sepanjang zaman. Obama pun sebelum menjadi Presiden AS pertama dari kulit hitam pertama Amerika terlebih dahulu sudah berkiprah. Kecerdasannya sudah diakui ketika menjadi mahasiswa hukum di Harvard. Dan ia terus populer ketika menjadi senator dengan program-program yang ia usulkan. Semuanya lagi-lagi melalui proses hidup yang nantinya melahirkan pengalaman hidup. Dari proses pembelajaran itulah menjadi pegangan yang berharga dalam menjalankan roda pemerintahan.
Memang ada pepatah yang menyebutkan pemimpin dilahirkan. Sehingga calon pemimpin memiliki bakat kepemimpinan. Namun, pemimpin yang disiapkan untuk menjadi pemimpinlah biasanya lebih baik. Tentu mereka melalui proses pembelajaran.
Negeri komunis China pun mempersiapkan pemimpin mereka jauh-jauh hari. Setelah memimpin selama sepuluh tahun, Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao serta sejumlah petinggi lainnya akan pensiun di akhir tahun ini. Mereka akan diganti dengan generasi baru, yang diwakili oleh Xi Jinping dan Li Keqiang, yang kemungkinan besar disiapkan sebagai perdana menteri.
Pun di Korea Utara. Sepeninggalan Kim Jong-il, maka yang dipersiapkan melanjutkan politik dinasti negara komunis itu anaknya Kim Jong Un. Selama bertahun-tahun, Kim Jong Un mendampingi mendiang ayahnya dan membantu mengambil keputusan-keputusan penting dalam soal militer dan ekonomi.
Kim Jong Il secara terbuka memperkenalkan putra bungsunya sebagai putra mahkota pada September 2010. Tak lama setelah diperkenalkan ke publik, Kim muda langsung berpangkat jenderal bintang empat dan menduduki posisi wakil ketua Komite Pusat Militer di Partai Pekerja Korea, partai yang berkuasa di Korut.
Jung Un membantu ayahnya dalam banyak aspek, tak hanya dalam urusan militer, tetapi juga ekonomi dan area-area lain. Kendati demikian, Jong Il pun mendapatkan serangan dari saudara tuanya Kim Kong Nam. Kong Nam mengatakan, "Orang yang berpikir normal tidak akan mungkin mau menerima pewarisan kekuasaan sampai tiga generasi," katanya dalam surat elektronik yang disebut Komi bertanggal 3 Januari 2012. "Pertanyaan saya, bagaimana ahli waris yang hanya dua tahun belajar bisa mewarisi sebuah kekuasaan absolut," kata lelaki yang diyakini berusia sekitar 40 tahun.(Kompas (18/1/2012). Seorang Kim Jong Nam pun masih ragu dengan adiknya walaupun Jong Il sudah mempersiapkan jauh-jauh hari.
Lantas bagaimana dengan suksesi kepemimpinan di Tanjungpinang mendatang?
Apakah Suryatati jauh-jauh hari mempersiapkan anak sulungnya menjadi pengganti setelah berkuasa lebih dari 13 tahun. Yang jadi persoalan, Maya, anak pertama Suryatati belum memiliki track record atau jejak rakam dalam politik dan organisasi kemasyarakatan. Tentu wajar muncul opini Maya dipersiapkan atau dipaksa siap? Tapi bisa juga penilaian itu salah.
Maya bisa dibilang hadir di kancah politik datang dengan tiba-tiba. Belum melalui proses tahapan yang lazim. Misalnya di bidang politik dimulai dari anggota legislatif terlebih dahulu. Baru naik ke jenjang yang lebih tinggi jadi wali kota.
Selama 10 tahun belakangan ini, kita belum pernah menyaksikan Maya tampil di depan umum umum memperjuangkan aspirasi masyarakat. Setelah mendapatkan gelar dokter umum, ia membuka usaha kecantikan. Selain itu juga membuka Green Radio. Selebihnya tidak ada nama Maya muncul di permukaan.
Yang jelas, Maya muncul ketika terjadi perpecahan Suryatati dengan PDIP di 2011. Maya selalu tampil mulai dari kegiatan lomba menulis hingga pembagian hadiah untuk anak SMA hampir bersama dengan ibundanya. Itulah politik pencitraan untuk mengangkat pamor Maya sebagai kandidat calon wali kota yang diusung oleh PKS dan PPP.
Menjadi pemimpin mengandung risiko yang berat yang nantinya dimintai pertanggungjawaban dunia dan di akherat oleh Allah Azza Wajalla. Rasulullah pun sejak ribuan tahun yang lalu sudah mewanti-wanti, "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (Bukhari- 6015).
*terbit di KORAN PEDULI 27/1/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar